Sejarah Pembangunan Gua Sunyaragi
Gua Sunyaragi dengan latar belakang PLTG dan Gunung Ciremai
Sejarah
berdirinya gua Sunyaragi memiliki dua buah versi, yang pertama adalah
berita lisan tentang sejarah berdirinya gua Sunyaragi yang disampaikan
secara turun-temurun oleh para bangsawan Cirebon atau keturunan keraton.
Versi tersebut lebih dikenal dengan sebutan versi Carub Kanda. Versi
yang kedua adalah versi Caruban Nagari yaitu berdasarkan buku “Purwaka
Caruban Nagari” tulisan tangan Pangeran Kararangen tahun 1720. Namun
sejarah berdirinya gua Sunyaragi versi Caruban Nagari berdasarkan sumber
tertulislah yang digunakan sebagai acuan para pemandu wisata gua
Sunyaragi yaitu tahun 1703 Masehi untuk menerangkan tentang sejarah gua
Sunyaragi karena sumber tertulis lebih memiliki bukti yang kuat daripada
sumber-sumber lisan. Kompleks Sunyaragi dilahirkan lewat proses yang
teramat panjang. Tempat ini beberapa kali mengalami perombakan dan
perbaikan. Menurut buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya
Carbon, Tamansari Gua Sunyaragi dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran
Kararangen. Pangeran Kararangen adalah nama lain dari Pangeran Arya
Carbon.
Namun menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari
Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun karena Pesanggrahan ”Giri Nur
Sapta Rengga” berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon,
yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati. Terutama dihubungkan
dengan perluasan Keraton Pakungwati (sekarang Keraton Kasepuhan Cirebon)
yang terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan tembok keliling
keraton, Siti Inggil dan lain-lain. Sebagai data perbandingan, Siti
Inggil dibangun dengan ditandai candra sengkala ”Benteng Tinataan Bata”
yang menunjuk angka tahun 1529 M.
Di Tamansari Gua Sunyaragi ada
sebuah taman Candrasengkala yang disebut ”Taman Bujengin Obahing Bumi”
yang menunjuk angka tahun 1529. Di kedua tempat itu juga terdapat
persamaan, yakni terdapat gapura ”Candi Bentar” yang sama besar bentuk
dan penggarapannya. Pangeran Kararangen hanya membangun kompleks Gua
Arga Jumut dan Mande Kemasan saja.
Arsitektur Gua Sunyaragi
Menurut
R. Supriyanto, mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas
Desain dan Seni UNIKOM yang membuat tesis berupa film dukomenter tentang
Gua Sunyaragi, dilihat dari gaya atau corak dan motif-motif ragam rias
yang muncul serta pola-pola bangunan yang beraneka ragam dapat
disimpulkan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi merupakan hasil dari
perpaduan antara gaya Indonesia klasik atau Hindu, gaya Cina atau
Tiongkok kuno, gaya Timur Tengah atau Islam dan gaya Eropa.
Gaya
Indonesia klasik atau Hindu dapat terlihat pada beberapa bangunan
berbentuk joglo. Misalnya, pada bangunan Bale Kambang, Mande Beling dan
gedung Pesanggrahan, bentuk gapura dan beberapa buah patung seperti
patung gajah dan patung manusia berkepala garuda yang dililit oleh ular.
Seluruh ornamen bangunan yang ada menunjukkan adanya suatu sinkretsime
budaya yang kuat yang berasal dari berbagai dunia. Namun, umumnya
dipengaruhi oleh gaya arsitektur Indonesia Klasik atau Hindu.
Gaya
Cina terlihat pada ukiran bunga seperti bentuk bunga persik, bunga
matahari dan bunga teratai. Di beberapa tempat, dulu Gua Sunyaragi
dihiasi berbagai ornamen keramik Cina di bagian luarnya. Keramik-keramik
itu sudah lama hilang atau rusak sehingga tidak diketahui coraknya yang
pasti. Penempatan [[keramik|keramik-keramik] pada bangunan Mande Beling
serta motif mega mendung seperti pada kompleks bangunan gua Arga Jumut
memperlihatkan bahwa gua Sunyaragi mendapatkan pengaruh gaya arsitektur
Cina. Selain itu ada pula kuburan Cina, kuburan tersebut bukanlah
kuburan dari seseorang keturunan Cina melainkan merupakan sejenis
monumen yang berfungsi sebagai tempat berdoa para keturunan
pengiring-pengiring dan pengawal-pengawal Putri Cina yang bernama Ong
Tien Nio atau Ratu Rara Sumanding yang merupakan istri dari Sunan Gunung
Jati.
Sebagai peninggalan keraton yang dipimpin oleh Sultan yang
beragama Islam, gua Sunyaragi dilengkapi pula oleh pola-pola arsitektur
bergaya Islam atau Timur Tengah. Misalnya, relung-relung pada dinding
beberapa bangunan, tanda-tanda kiblat pada tiap-tiap pasholatan atau
musholla, adanya beberapa pawudlon atau tempat wudhu serta bentuk
bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari
sisi belakang Bangsal Jinem. Hal tersebut menjelaskan bahwa gaya
arsitektur gua Sunyaragi juga mendapat pengaruh dari Timur Tengah atau
Islam.
Gua Sunyaragi didirikan pada zaman penjajahan Belanda
sehingga gaya arsitektur Belanda atau Eropa turut mempengaruhi gaya
arsitektur gua Sunyaragi. Tanda tersebut dapat terlihat pada bentuk
jendela yang tedapat pada bangunan Kaputren, bentuk tangga berputar pada
gua Arga Jumut dan bentuk gedung Pesanggrahan.
Secara visual,
bangunan-bangunan di kompleks gua Sunyaragi lebih banyak memunculkan
kesan sakral. Kesan sakral dapat terlihat dengan adanya tempat bertapa
seperti pada gua Padang Ati dan gua Kelangenan, tempat sholat dan
pawudon atau tempat untuk mengambil air wudhu, lorong yang menuju ke
Arab dan Cina yang terletak di dalam kompleks gua Arga Jumut; dan lorong
yang menuju ke Gunung Jati pada kompleks gua Peteng. Di depan pintu
masuk gua Peteng terdapat patung Perawan Sunti.
Menurut legenda
masyarakat lokal, jika seorang gadis memegang patung tersebut maka ia
akan susah untuk mendapatkan jodoh. Kesan sakral nampak pula pada bentuk
bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari
sisi belakang Bangsal Jinem. Selain itu ada pula patung Haji Balela yang
menyerupai patung Dewa Wisnu.
Pada tahun 1997 pengelolaan gua
Sunyaragi diserahkan oleh pemerintah kepada pihak keraton Kasepuhan. Hal
tersebut sangat berdampak pada kondisi fisik gua Sunyaragi. Kurangnya
biaya pemeliharaan menyebabkan lokasi wisata gua Sunyaragi lama kelamaan
makin terbengkelai.
Upaya Pemugaran
Tahun
1852 taman ini sempat diperbaiki karena pada tahun 1787 sempat dirusak
Belanda. Saat itu, taman ini menjadi benteng pertahanan. Tan Sam Cay,
seorang arsitek Cina, konon diminta Sultan Adiwijaya untuk
memperbaikinya. Namun, arsitek Cina itu ditangkap dan dibunuh karena
dianggap telah membocorkan rahasia gua Sunyaragi kepada Belanda. Karena
itu, di kompleks Taman Sunyaragi juga terdapat patok bertulis ”Kuburan
Cina”.
Pemugaran Tamansari Gua Sunyaragi pernah dilakukan oleh
pemerintah kolonial Belanda pada 1937-1938. Pelaksanaannya diserahkan
kepada seorang petugas Dinas Kebudayaan Semarang. Namanya, Krisjman. Ia
hanya memperkuat konstruksi aslinya dengan menambah tiang-tiang atau
pilar bata penguat, terutama pada bagian atap lengkung. Namun terkadang
ia juga menghilangkan bentuk aslinya, apabila dianggap membahayakan
bangunan keseluruhan.
Seperti terlihat di Gua Pengawal dan sayap kanan-kiri antara gedung Jinem dan Mande Beling.
Pemugaran
terakhir dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan
Purbakala, Direktorat Jenderal Kebudayaan, yang memugar Tamansari secara
keseluruhan dari tahun 1976 hingga 1984.
Sejak itu tak ada lagi
aktivitas pemeliharan yang serius pada kompleks ini. Bangunan tua ini
hingga kini masih ramai dikunjungi orang, karena letaknya persis di tepi
jalan utama. Tempat parkir lumayan luas, taman bagian depan mendapat
sentuhan baru untuk istirahat para wisatawan.
Terdapat juga
panggung budaya yang digunakan untuk pementasan kesenian Cirebon. Namun
keadaan panggung budaya tersebut kini kurang terurus, penuh dengan
tanaman liar. Kolam di kompleks Taman Sari pun kurang terurus dan airnya
mengering.
Taman yang dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran
Kararangen (Pangeran Kararangen adalah nama lain dari pangeran Arya
carbon) ini tercatat telah 3 kali mendapat pemugaran dan perbaikan.
Pemugaran pertama dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Adiwijaya
tahun 1852 setelah taman ini sebelumnya dihancurkan oleh Belanda. Konon
untuk perbaikan ini Sultan menunjuk 2 warga Cina bernama Chay Khong dan
Sam Pho Tia Jin sebagai arsiteknya, dan demi mencegah kebocoran yang
tidak perlu kepada pihak belanda konon kedua arsitek ini kemudian
disekap dan dibunuh. Bukti tentang arsitek Cina ini adalah dengan adanya
sebuah kuburan Cina di dalam area Taman Air Gua Sunyaragi ini, tepatnya
di samping sebuah pohon beringin yang sekarang telah berusia ratusan
tahun.
Pemugaran kedua dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda
pada 1937-1938 dan sebagai pelaksananya adalah seorang petugas Dinas
Kebudayaan Semarang. Namanya, Krisjman. Dan pemugaran terakhir terjadi
pada tahun 1976 hingga 1984 yang dilakukan Direktorat Perlindungan dan
Pembinaan Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jenderal Kebudayaan. Sejak
itu tak ada lagi aktivitas pemeliharan yang serius pada kompleks ini.
Taman
sari ini sendiri dibangun karena menurut kitab Caruban Kandha dan
beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan, Pesanggrahan Giri nur Sapta
Rengga berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon, yang
sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati, dan juga adanya perluasan
Keraton Pakungwati yang terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan
tembok keliling keraton, Siti Inggil dan lain-lain. Sebagai
perbandingam, Siti Inggil dibangun dengan ditandai candra sengkala
Benteng Tinataan Bata yang menunjuk angka tahun 1529 M.
Di
Tamansari Gua Sunyaragi ada sebuah taman Candrasengkala yang disebut
Taman Bujengin Obahing Bumi yang menunjuk angka tahun 1529. Di kedua
tempat itu juga terdapat persamaan, yakni terdapat gapura 'Candi Bentar'
yang sama besar bentuk dan penggarapannya. Dijelaskan, Pangeran
Kararangen hanya membangun kompleks Gua Arga Jumut dan Mande Kemasan
saja.
Secara garis besar Taman sari Gua Sunyaragi terbagi menjadi
12 bagian yang masing-masing bagiannya memiliki fungsi sendiri-sendiri.
Di bawah ini Portal Cirebon secara ringkas akan menguraikan
bagian-bagian tersebut beserta seberapa penting fungsi dan kegunaannya.
1. Bangsal jinem
Bangsal Jinem adalah tempat di mana pada masa lalu Sultan
Kasepuhan memberikan wejangan-wejangan kepada para pengikutnya. Di
tempat ini pula prajurit-prajurit keraton Kasepuhan berlatih ilmu
kanuragan yang di awasi langsung oleh Sultan sendiri.
2. Goa pengawal
Goa Pengawal seperti juga namanya adalah tempat yang khusus
diperuntukan bagi para Pengawal Sultan beristirahat. Di tempat inilah
para Pengawal sultan di masa lalu berkumpul dan sekaligus bersiaga
bilamana suatu-waktu Sultan yang mereka kawal mendapat ancaman.
3. Kompleks Mande Kemasan
Komplek Mande Kemasan yang sekarang telah hancur ini pada masa
lalu berfungsi sebagai tempat disimpannya berbagai senjata keraton
4. Gua Pandekemasang
Gua Pandekemasang adalah sebuah tempat yang dikhususkan untuk
membuat berbagai jenis senjata untuk keperluan berperang melawan
musuh-musuh keraton. Di tempat ini para empu dan petinggi keraton sering
berkumpul untuk merencanakan senjata apa saja yang harus di buat demi
mempertahankan keraton dari ancaman luar. Karena pentingnya wilayah ini
pada masa lalu tempat membuat senjata tajam ini selalu mendapat
penjagaan ketat dari para pengawal keraton.
5. Gua Simanyang
Gua Simanyang adalah sebuah gua yang berada di depan wilayah taman
air Sunyaragi mengingat fungsinya sebagai pos penjagaan dan garda depan
dari ancaman dunia luar.
6. Gua Langse
Gua Lengse
adalah sebuah tempat yang khusus diperuntukan kepada Raja dan
permaisurinya bersantai. Karena tempat ini hanya diperuntukan untuk raja
dan permaisurinya maka tempat inilah satu-satunya tempat yang dibuat
dengan begitu indah agar raja ketika memasuki tempat ini bisa merasa
sangat nyaman dan melupakan sejenak kepenatannya memerintah
7. Gua Peteng
seperti namanya Gua Peteng yang berarti Gua Gelap, di tempat ini
tidak disediakan sama sekali penerangan dan memang difungsikan sebagai
tempat nyepi untuk mendapatkan kekebalan tubuh dan sebagainya.
8. Gua Arga Jumud
gua Arga Jumud fungsinya mirip dengan Gua Langse, hanya bedanya
untuk Gua Arga Jumud ini dikhususkan bagi para petinggi keraton baik
ketika bersantai maupun ketika mengadakan rapat-rapa penting dalam hal
menyangkut keraton
9. Gua Padang Ati
Gua Padang Ati
adalah sebuah gua yang berfungsi untuk mersemedi agar memiliki
kelapangan dada, keikhlasan dan kecerdasan seperti yang dimaksud oleh
nama gua itu sendiri yaitu padang ati yang artinya terang hati.
10. Gua Kelanggengan
Gua Kelanggengan adalah sebuah tempat bersemedi agar mendapat kelanggengan jabatan.
11. Gua Lawa
Gua Lawa adalah tempat khusus kelelawar. Selain sebagai tempat
khusus kelelawar Portal Cirebon tidak mendapat informasi mengenai
kegunaan lain dari gua ini. Mungkin ada diantara pembaca yang
mengetahuinya?
12. Gua Pawon
Seperti namanya yang
dalam bahasa Cirebon berarti dapur maka gua ini adalah sebuah dapur
untuk membuat dan menyimpan makanan
Senin, 28 Juli 2014
SEJARAH GUA SUNYARAGI CIREBON
19.57
No comments
0 komentar:
Posting Komentar