1. Adam AS
Manusia pertama diciptakan
Manusia pertama di dunia, moyang dari seluruh umat manusia. Diciptakan dari
tanah oleh Allah SWT, dan kemudian ditiupkan roh ke dalamnya. Semua makhluk di
surga bersujud kepadanya atas perintah Allah SWT, hanya iblislah yang menolak,
krn ia merasa dirinya yang diciptakan dari api lebih tinggi derajatnya daripada
Adam. Sebagai akibatnya, Allah SWT mengusir iblis dari surga dan melaknatnya
sampai hari pambalasan. Sejak itu iblis bersumpah untuk senantiasa menyesatkan
Adam dan keturunannya hingga hari kiamat nanti, sebagai balasan bagi Adam yang
dianggapnya telah menyebabkan ia terusir dari surga.
Kisah penciptaan Adam, pembangkangan iblis, dan pengusiran iblis dari surga
dinyatakan dalam surat Al-Baqarah: 30-38, Al-A'râf: 11-18, dan Shâd: 73-83.
Larangan buah Khuldi
Semula Adam AS tinggal seorang diri di surga, namun kemudian Allah SWT
menciptakan Hawa sebagai istrinya. Iblis tak henti-hentinya menggoda Adam dan
Hawa untuk memakan buah khuldi, satu-satunya buah yang dilarang Allah SWT untuk
dimakan di dalam surga. Godaan iblis ini berhasil, karena pada akhirnya Adam
dan Hawa memakan buah itu. Meskipun sudah menyatakan tobat dan Allah SWT pun
sudah menerima tobat mereka, namun mereka berdua harus keluar dari surga, dan
diturunkan ke bumi.
Kisah pelanggaran terhadap larangan buah khuldi, dan diturunkannya Adam dan
Hawa ke bumi terdapat dalam surat Al-A'râf: 19-25 dan Thaha: 123.
Kisah Anak-anak Adam
Di bumi pasangan Adam dan Hawa bekerja keras mengembangkan keturunan. Keturunan
pertama mereka ialah pasangan kembar Qabil dan Iqlima, kemudian pasangan kedua
Habil dan Labuda. Setelah keempat anaknya dewasa, Nabi Adam AS mendapat
petunjuk agar menikahkan keempat anaknya secara bersilangan, Qabil dengan
Labuda, Habil dengan Iqlima. Namun Qabil menolak karena Iqlima lebih cantik
dari Labuda. Adam kemudian menyerahkan persolan ini kepada Allah SWT, dan Allah
SWT memerintahkan kedua putra Adam untuk berkurban. Siapa yang kurbannya
diterima, ialah yang berhak memilih jodohnya. Untuk kurban itu, Habil mengambil
seekor kambing yang paling disayangi di antara hewan peliharaannya, sedang
Qabil mengambil sekarung gandum yang paling jelek dari yang dimilikinya. Allah
SWT menerima kurban dari Habil, dengan demikian Habil berhak menentukan pilihannya.
Pembunuhan pertama di Bumi
Qabil tidak puas dengan kejadian ini. Atas hasutan iblis ia lalu membunuh
Habil. Inilah pembunuhan pertama yang terjadi sepanjang sejarah hidup manusia.
Setelah saudaranya tewas, Qabil merasa bingung mengenai apa yang harus ia
lakukan terhadap jenazah saudaranya itu. Allah SWT tidak ingin mayat hamba-Nya
yang saleh tersia-sia. Ia memberikan contoh kepada Qabil melalui perilaku
burung yang menggali tanah untuk mengubur mayat lawannya yang kalah dalam
pertarungan. Qabil pun meniru perilaku burung tsb dan menguburkan jenazah
Habil.
Kisah putra-putri Nabi Adam AS ini terdapat dalam QS Al-Mâ'idah: 27-32.
2. Idris AS
Nabi yang pandai menulis, menjahit, mengetahui ilmu binatang, dan menunggang
kuda. Nabi Idris AS diutus kepada anak cucu Qabil yang durhaka kepada Allah
SWT. Ia merupakan keturunan ke-6 dari Nabi Adam AS. Ia termasuk salah seorang
nabi yang sabar dan taat beribadah.
Menurut beberapa riwayat, Nabi Idris AS hidup di Mesir. Ia berdakwah
mengajarkan tauhid dan beribadah menyembah Allah SWT. Ia wafat dalam usia 82
tahun. Ketika Nabi Muhammad SAW melakukan isra mi'raj, Nabi Idris AS dijumpai
di langit ke-6 dan memberi salam kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam Al Quran terdapat 2 ayat yang menyebutkan tentang Nabi Idris AS, yaitu
surat Maryam ayat 56 dan 57.
3. Nuh AS
Setelah berabad-abad berlalu dari masa Nabi Idris, dan moral manusia sudah
terlalu jauh menyimpang dari kebenaran, Allah SWT menurunkan seorang nabi
bernama Nuh. Ia merupakan keturunan ke-9 dari Nabi Adam AS.
Ia diangkat menjadi nabi dan rasul pada usia 480 tahun. Ia menjalankan
misinya selama lima abad dan meninggal dalam usia 950 tahun.
Nabi Nuh terkenal sebagai nabi yang fasih berbicara, bijaksana, dan sabar
dalam menjalankan tugas risalahnya. Namun demikian, ia hanya mendapatkan
pengikut antara 70 sampai 80 orang, itu pun hanya dari kalangan orang-orang
lemah.
Perahu Nabi Nuh
Melihat kaumnya yang keras kepala, Nabi Nuh AS berdoa kepada Allah SWT supaya
kaumnya itu ditimpa musibah. Allah SWT mengabulkan doa Nabi Nuh AS dan
memerintahkan ia dan pengikutnya untuk membuat perahu. Segeralah Nabi Nuh AS
dan pengikutnya membuat perahu di atas bukit. Kaumnya yang keras kepala,
termasuk seorang anaknya yang bernama Kana'an, terus mengolok-olok perbuatan
Nabi Nuh AS dan kaumnya ini. Di antara mereka bahkan ada yang berani buang
kotoran di dalam kapal yang belum selesai dibuat itu ketika Nabi Nuh dan
pengikutnya sedang tidak ada disana. Namun akibatnya perut mereka yang buang
kotoran itu menjadi sakit. Tak seorang pun bisa menyembuhkannya. Dengan
merengek-rengek mereka meminta Nabi Nuh untuk mengobatinya. Nabi Nuh hanya
menyuruh mereka membersihkan kapal yang mereka kotori, setelah itu mereka pun
sembuh dari sakit perutnya.
Setelah perahu Nabi Nuh AS selesai, Nabi Nuh mengajak seluruh pengikutnya
naik ke atas kapal. Nabi Nuh juga membawa seluruh jenis binatang masing-masing
sepasang untuk tiap jenis. Ini supaya kelak jenis hewan tsb bisa berkembang
biak kembali dan tidak ikut punah.
Setelah itu, azab Allah SWT berupa banjir besar yang dahsyat menghanyutkan
seluruh kaumnya. Putra Nabi Nuh AS, Kana'an, termasuk di antara mereka. Dari
atas geladak kapal, didorong oleh hati kecilnya, Nabi Nuh AS berteriak
memanggil anaknya dan menyuruhnya bertobat, namun Kana'an tetap menolak sehingga
akhirnya ia pun tenggelam.
Nabi Nuh AS sangat bersedih dan menyesali sikap putranya yang tetap keras
kepala sampai saat terakhir menjelang ajalnya. Ia menyampaikan kegundahan
perasaannya ini pada Allah SWT. Namun Allah SWT memberinya peringatan, bahwa
meskipun putranya itu adalah keturunannya sendiri, tapi ia termasuk kafir
karena mengingkari ajarannya.
Setelah kaum yang durhaka itu musnah, azab Allah SWT pun berhenti. Kapal
Nabi Nuh AS tertambat di sebuah bukit. Kisah Nabi Nuh AS termuat di Al Qur'an dalam
43 ayat, 28 ayat diantaranya terdapat dalam surat Nuh.
4. Hud AS
Nabi Hud AS turun di tengah-tengah kaum Aad yang terkenal memiliki fisik tegar
dan berotot kuat. Namun moral mereka sangat buruk, di antara mereka berlaku
hukum rimba, siapa kuat, dialah yang menang. Kaum ini hidup di negeri Ahqaf,
yaitu antara Yaman dan Umman. Mereka adalah kaum penyembah berhala-berhala
bernama Shamud, Shada, dan Al Haba. Kejahatan dan kemaksiatan mereka
benar-benar keterlaluan.
Nabi Hud adalah seorang yang berlapang dada, berbudi tinggi, pengasih,
penyantun, sabar namun cerdas dan tegas. Beliau adalah keturunan Sam bin Nuh
AS, putra Nabi Nuh. Beliau diutus ke tengah-tengah kaumnya untuk menegakkan
kembali ajaran yang benar. Namun imbauan Nabi Hud AS agar kaumnya sadar dan
melangkah di jalan Allah tidak diindahkan, sehingga Allah SWT menurunkan azab
dalam 2 tahap.
Tahap pertama berupa kekeringan yang hebat. Nabi Hud AS berusaha meyakinkan
mereka bahwa itu adalah azab Allah dan akan dicabut jika mereka bertobat dan
beriman kepada Allah SWT. Kaum Aad tetap tidak percaya sehingga turunlah azab
kedua berupa bencana angin topan yang dahsyat selama 7 malah 8 hari yang
memusnahkan semua ternak dan tanaman. Bencana itu membinasakan kaum Aad yang
congkak. Hanya Nabi Hud AS dan kaumnya yang selamat dari azab tsb.
Dalam Al Qur'an, kisah Nabi Hud AS terdapat dalam 68 ayat yang tertera dalam
10 surat, diantaranya surat Hûd: 50-60.
5. Saleh AS
Nabi Saleh AS, menurut silsilah, beliau adalah putra dari 'Ubaidah bin Tsamud
bin 'Amir bin Iram bin Sam bin Nuh AS. Ia diutus ke tengah-tengah bangsa Tsamud
yang hidup di bekas reruntuhan kaum Aad. Bangsa Tsamud ternyata lebih pandai
daripada kaum Aad. Setelah kaum Aad binasa, negeri mereka menjadi tandus dan
kering. Kemudian negeri ini dibangun kembali oleh kaum Tsamud, sehingga bagai
disulap menjadi negeri yang hijau dan makmur.
Akan tetapi seperti kaum pendahulunya, kaum Tsamud pun menjadi sombong dan
lupa diri. Hukum rimba berlaku lagi, mereka yang kuat menekan mereka yang
lemah. Mereka pun tidak mau mendengarkan dakwah Nabi Saleh AS.
Mukjizat Nabi Saleh AS
Kaum Tsamud menantang Nabi Saleh AS menunjukkan mukjizat yang dikaruniakan
Tuhan kepadanya. Menghadapi tuntutan yang demikian, tak ada jalan lain bagi
Nabi Saleh kecuali memohon kepada Allah SWT agar memberikan mukjizat kepadanya.
Allah mengabulkan doanya. Nabi Saleh AS kemudian mengajak kaumnya pergi ke kaki
gunung. Orang-orang itu mengikuti ajakan Nabi Saleh, tapi sebenarnya bukan
karena mereka mempercayai Nabi Saleh, melainkan karena mereka berharap agar
Nabi Saleh tak dapat mengeluarkan mukjizat, dengan demikian mereka dapat
mengolok-olok dan menghina Nabi Saleh.
Tetapi betapa terkejutnya orang-orang kafir itu. Tak lama setelah mereka
berkumpul di kaki gunung, muncullah seekor unta betina dari perut sebuah batu
karang besar. Unta itu besar dan gemuk, belum pernah mereka melihat unta
sebagus itu.
Nabi Saleh kemudian berpesan pada kaumnya, "Inilah unta mukjizat dari
Tuhanku. Unta ini boleh kalian peras susunya setiap hari. Susunya tidak akan habis-habis.
Tetapi perhatikan pesanku, unta ini harus dibiarkan berkeliaran bebas, tak
seorang pun boleh mengganggunya. Unta ini berhak meminum air di sumur,
bergantian dengan penduduk. Jika hari ini unta ini minum, maka tak seorang pun
dari penduduk boleh mengambil air sumur. Sebaliknya esok harinya, para penduduk
boleh mengambil air sumur dan unta ini tidak minum air itu sedikit pun
juga."
Kedurhakaan kaum Tsamud
Tetapi rupanya keberadaan unta yang membawa berkah air susu ini membuat
orang-orang kafir menjadi iri kepada Nabi Saleh. Mereka lalu mengadakan
sayembara, siapa yang berani membunuh unta Nabi Saleh akan mendapatkan hadiah
berupa gadis cantik. Tersebutlah dua orang pemuda yang nekad mengikuti
sayembara ini. Mereka sudah sepakat akan menikmati hadiah gadis cantik itu
bersama-sama. Sungguh mesum niat kedua pemuda ini.
Demikianlah ketika unta itu baru saja minum di salah satu sumur penduduk,
salah seorang dari pemuda itu melepaskan anak panah, tepat mengenai kaki unta.
Unta itu berlari kesakitan, namun pemuda yang seorang lagi yang sudah siap
dengan golok di tangan segera menghabisi unta itu. Mereka berhasil membunuh
unta itu, dan memperoleh hadiah yang sudah dijanjikan.
Setelah unta itu mati, orang-orang kafir merasa lega. Mereka dengan berani
menantang Nabi Saleh, "Hai Saleh, unta yang kau banggakan itu sekarang
sudah kami bunuh. Kenapa tidak ada balasan siksa bagi kami? Kalau kau memang
utusan Allah, tentunya kau dapat mendatangkan siksa yang kau ancamkan kepada
kami!"
Berkata Nabi Saleh, "Kalian benar-benar telah berbuat dosa. Sekarang
kalian boleh bersenang-senang selama 3 hari. Sesudah lewat 3 hari, maka
datanglah ancaman yang dijanjikan Allah kepadamu."
Waktu 3 hari itu sebenarnya adalah kesempatan bagi bangsa Tsamud untuk
bertobat, tetapi mereka malah mengejek Nabi Saleh dan menganggapnya hanya
membual. Belum sampai 3 hari mereka datang lagi kepada Nabi Saleh dan berkata,
"Hai Saleh, kenapa tidak kau percepat datangnya siksa itu kepada
kami?"
Nabi Saleh menjawab, "Wahai kaumku, mengapa kalian meminta disegerakan
datangnya siksa? Bukan malah meminta kebaikan? Mengapa kalian tidak meminta
ampun kepada Allah, semoha kalian diberi ampun."
Azab bagi kesombongan Kaum Tsamud
Diam-diam orang-orang kafir itu merasa takut. Bukankah ucapan Nabi Saleh selalu
terbukti kebenarannya? Bagaimana kalau siksa itu benar-benar datang kepada
mereka?
Maka untuk mencegah datangnya siksa itu, sehari sebelum waktu yang dijanjikan,
mereka mengadakan rapat gelap. Mereka bermaksud membunuh Nabi Saleh agar siksa
itu tak jadi diturunkan. Sungguh bodoh akal mereka dan sungguh keji tindakan
mereka. Apakah mereka mengira siksaan Allah dapat dibatalkan hanya karena
mereka membunuh utusan-Nya?
Maha Suci Allah yang Maha Pengasih, Dia melindungi hamba-Nya, Nabi Saleh AS.
Beliau selamat dari rencana pembunuhan yang keji itu. Sedang untuk kaum Tsamu
sendiri, akibat kedurhakaan mereka, Allah SWT menurunkan azab yang sangat
mengerikan. Bangsa Tsamud disambar petir yang meledak dan menggelegar membelah
angkasa. Bumi juga ikut murka atas kesombongan bangsa yang ingkar itu. Gempa
yang dahsyat telah menghancurkan dan memporak-porandakan tempat tinggal mereka
yang megah dan besar. Sebelum azab diturunkan, atas kuasa Allah Nabi Saleh AS
dan keluarnya mengungsi ke Ramlah, sebuah tempat di Palestina.
Kisah Nabi Saleh AS termuat di Al Qur'an dalam 73 ayat yang tersebar di 11
surat, diantaranya surat Al-A'râf: 73-79, Hûd: 61-68, dan Al-Qamar: 23-32.
6. Ibrahim AS
Ibrahim dilahirkan di Babylonia, bagian selatan Mesoptamia (sekarang Irak).
Ayahnya bernama Azar, seorang ahli pembuat dan penjual patung.
Nabi Ibrahim AS dihadapkan pada suatu kaum yang rusak, yang dipimpin oleh
Raja Namrud, seorang raja yang sangat ditakuti rakyatnya dan menganggap dirinya
sebagai Tuhan.
Sejak kecil Nabi Ibrahim AS selalu tertarik memikirkan kejadian-kejadian
alam. Ia menyimpulkan bahwa keajaiban-keajaiban tsb pastilah diatur oleh satu
kekuatan yang Maha Kuasa.
Semakin beranjak dewasa, Ibrahim mulai berbaur dengan masyarakat luas. Salah
satu bentuk ketimpangan yang dilihatnya adalah besarnya perhatian masyarakat
terhadap patung-patung. Nabi Ibrahim AS yang telah berketetapan hati untuk
menyembah Allah SWT dan menjauhi berhala, memohon kepada Allah SWT agar
kepadanya diperlihatkan kemampuan-Nya menghidupkan makhluk yang telah mati.
Tujuannya adalah untuk mempertebal iman dan keyakinannya.
Allah SWT memenuhi permintaannya. Atas petunjuk Allah SWT, empat ekor burung
dibunuh dan tubuhnya dilumatkan serta disatukan. Kemudian tubuh burung-burung
itu dibagi menjadi empat dan masing-masing bagian diletakkan di atas puncak
bukit yang terpisah satu sama lain. Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS
untuk memanggil burung-burung tsb. Atas kuasa-Nya, burung yang sudah mati dan
tubuhnya tercampur itu kembali hidup. Hilanglah segenap keragu-raguan hati
Ibrahim AS tentang kebesaran Allah SWT.
Ibrahim menghancurkan berhala kaum Babylonia
Orang pertama yang mendapat dakwah Nabi Ibrahim AS adalah Azar, ayahnya sendiri.
Azar sangat marah mendengar pernyataan bahwa anaknya tidak mempercayai berhala
yang disembahnya, bahkan mengajak untuk memasuki kepercayaan baru menyembah
Allah SWT. Ibrahim pun diusir dari rumah.
Ibrahim merencanakan untuk membuktikan kepada kaumnya tentang kesalahan
mereka menyembah berhala. Kesempatan itu diperolehnya ketika penduduk Babylonia
merayakan suatu hari besar dengan tinggal di luar kota selama berhari-hari.
Ibrahim lalu memasuki tempat peribadatan kaumnya dan merusak semua berhala yang
ada, kecuali sebuah patung yang besar. Oleh Ibrahim, di leher patung itu
dikalungkan sebuah kapak.
Mukjizat Allah: Api menjadi dingin
Akibat perbuatannya ini, Ibrahim ditangkap dan diadili. Namun ia menyatakan
bahwa patung yang berkalung kapak itulah yang menghancurkan berhala-berhala
mereka dan menyarankan para hakim untuk bertanya kepadanya. Tentu saja para
hakim mengatakan bahwa berhala tidak mungkin dapat ditanyai. Saat itulah Nabi
Ibrahim AS mengemukakan pemikirannya yang berisi dakwah menyembah Allah SWT.
Hakim memutuskan Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai hukumannya. Saat
itulah mukjizat dari Allah SWT turun. Atas perintah Allah, api menjadi dingin
dan Ibrahim pun selamat. Sejumlah orang yang menyaksikan kejadian ini mulai
tertarik pada dakwah Ibrahim AS, namun mereka merasa takut pada penguasa.
Langkah dakwah Nabi Ibrahim AS benar-benar dibatasi oleh Raja Namrud dan
kaki tangannya. Karena melihat kesempatan berdakwah yang sangat sempit, Ibrahim
AS meninggalkan tanah airnya menuju Harran, suatu daerah di Palestina. Di sini
ia menemukan penduduk yang menyembah binatang. Penduduk di wilayah ini menolak
dakwah Nabi Ibrahim AS. Ibrahim AS yang saat itu telah menikah dengan Siti
Sarah kemudian berhijrah ke Mesir. Di tempat ini Nabi Ibrahim AS berniaga, bertani,
dan beternak. Kemajuan usahanya membuat iri penduduk Mesir sehingga ia pun
kembali ke Palestina.
Ibrahim menikahi Siti Hajar
Setelah bertahun-tahun menikah, pasangan Ibrahim dan Sarah tak kunjung
dikaruniai seorang anak. Untuk memperoleh keturunan, Sarah mengizinkan suaminya
untuk menikahi Siti Hajar, pembantu mereka. Dari pernikahan ini, lahirlah
Ismail yang kemudian juga menjadi nabi.
Ketika Nabi Ibrahim AS berusia 90 tahun, datang perintah Allah SWT agar ia
meng-khitan dirinya, Ismail yang saat itu berusia 13 tahun, dan seluruh anggota
keluarganya. Perintah ini segera dijalankan Nabi Ibrahim AS dan kemudian
menjadi hal yang dijalankan nabi-nabi berikutnya hingga umat Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT juga memerintahkan Ibrahim AS untuk memperbaiki Ka'bah
(Baitullah). Saat itu bangunan Ka'bah sebagai rumah suci sudah berdiri di
Mekah. Bangunan ini diperbaikinya bersama Ismail AS. Hal ini dijelaskan dalam
Al Qur'an surat Al-Baqarah ayat 127.
Ibrahim AS adalah nenek moyang bangsa Arab dan Israel. Keturunannya banyak
yang menjadi nabi. Dalam riwayat dikatakan bahwa usia Nabi Ibrahim AS mencapai
175 tahun. Kisah Nabi Ibrahim AS terangkum dalam Al Qur'an, diantaranya surat
Maryam: 41-48, Al-Anbiyâ: 51-72, dan Al-An'âm: 74-83.
7. Ismail AS
Nabi Ibrahim mengasingkan Hajar dan anaknya
Dengan kelahiran bayi Ismail, Siti Sarah, istri pertama Nabi Ibrahim AS,
berangsur-angsur merasa cemburu sehingga ia meminta kepada suaminya agar
memindahkan Hajar dan anaknya ke suatu tempat yang jauh. Atas wahyu dari Allah
SWT, Ibrahim AS memenuhi kehendak istrinya. Ia kemudian memindahkan Hajar dan
bayinya ke tengah padang pasir di Mekah, dekat sebuah bangunan suci yang
kemudian dikenal sebagai Ka'bah. Ia kemudian meninggalkan keduanya di tempat
itu karena harus kembali ke Palestina untuk menemui Sarah. Dalam perjalanan
pulang itu Ibrahim tak henti-hentinya memanjatkan doa memohon keselamatan bagi
istri dan putra yang ditinggalkannya.
Mukjizat Air Zamzam
Setelah makanan yang ditinggalkan habis, Hajar bersusah payah mencari air. Atas
pertolongan Allah SWT melalui malaikat Jibril, tiba-tiba di dekat Ismail muncul
sebuah mata air yang bening. Mata air itulah yang dikenal sebagai sumur zamzam
dan masih ada hingga saat ini.
Ismail yang sudah beranjak remaja sangat menggembirakan hati Ibrahim, namun
kegembiraan itu tiba-tiba buyar karena perintah Allah SWT lewat mimpinya yang
meminta agar anak kesayangannya itu disembelih. Mula-mula Ibrahim sangat sedih
menerima mimpi itu, namun sebagai orang yang saleh dan taat ia berniat
menjalankan perintah Allah SWT tsb dan kemudian menyampaikan berita itu kepada
putranya. Tanpa ragu, Ismail meminta ayahnya untuk melaksanakan perintah itu.
Pada akhirnya, ketika hal tsb dilaksanakan, Allah SWT mengganti Ismail
dengan seekor kambing. Peristiwa ini selalu diperingati setiap tahun dengan
anjuran menyembelih hewan kurban pada hari Idul Adha.
Nabi Ismail AS menikah dengan seorang anak pendatang baru di kawasan sumur
zamzam. Anak itu berasal dari suku Jurhum. Ia kemudian menjadi penjaga sumur
zamzam yang semakin hari semakin ramai dikunjungi orang. Menurut riwayat, Nabi
Ismail AS meninggal dalam usia 137 tahun.
Kisah Nabi Ismail AS yang tidak bisa dilepaskan dari kisah Nabi Ibrahim AS
diceritakan di Al Qur'an dalam 30 ayat yang tersebar dalam 5 surat, diantaranya
adalah surat Ibrâhîm: 35-40, dan Al-Baqarah: 124-129.
8. Luth AS
Nabi Luth AS adalah kemenakan Nabi Ibrahim AS. Ketika Nabi Ibrahim AS berhijrah
dari kota Harran menuju Palestina bersama istri dan para pengikutnya, Luth bin
Harun ikut bersama mereka.
Ibrahim bersama Luth kemudian menuju Mesir di saat musibah kelaparan melanda
Palestina. Setelah musibah itu mereda, mereka kembali dari Mesir dengan membawa
ternak yang diberikan raja Mesir kepada mereka. Berhubung padang rumput yang
ada tidak mencukupi bagi ternak yang banyak itu, maka sering timbul pertikaian
antara gembala-gembala Ibrahim dan gembala-gembala Luth.
Untuk mengatasi pertikaian ini, Ibrahim kemudian menawarkan kepada Luth memilih
tempat lain untuk menggembalakan ternaknya. Luth memilih Yordania, dimana
disana terdapat dua kota, yaitu Sadum dan Gomorrah, dan Luth menetap di kota
Sadum.
Moral penduduk kota Sadum luar biasa rusaknya. Mereka melakukan berbagai
kejahatan, seperti merampok, berzina, dan yang paling parah dan belum pernah
dilakukan oleh seorang pun di antara anak-anak Adam, mereka memuaskan nafsu
seksual dengan sesama jenis.
Nabi Luth AS berdakwah untuk memerangi kezaliman itu. Namun ia tidak
berhasil, bahkan istrinya termasuk orang yang melakukan penyimpangan kaumnya
itu.
Kebiadaban kaum Luth AS digambarkan dalam Al-Qur'an surat Al-Ankabût: 28-29.
Beberapa malaikat menuju Sadum
Nabi Luth AS kemudian berdoa kepada Allah SWT agar kaumnya diberi azab. Menurut
Nabi Luth AS, itulah satu-satunya cara untuk membasmi umatnya agar akhlak yang rusak
itu tidak menyebar ke umat-umat di wilayah lain, disamping sebagai pelajaran
bagi umat di sekelilingnya.
Doa Luth terkabul. Beberapa malaikat datang ke rumah Ibrahim AS sebagai tamu
yang menyamar dalam bentuk pemuda-pemuda. Mereka memberitakan pada Ibrahim
bahwa mereka akan membinasakan penduduk Kota Sadum disebabkan pembangkangan
mereka terhadap Nabi Luth AS dan perbuatan-perbuatan keji mereka.
Ibrahim sangat terkejut mendengar berita ini, karena disana terdapat putera
saudaranya, yaitu Luth. Namun para malaikat itu mengatakan, "Kami tahu
bahwa di sana terdapat Luth, dan bahwa kebinasaan tidak terjadi kecuali atas
orang-orang kafir yang tidak beriman kepada Allah. Adapun Luth dan keluarganya
serta para pengikutnya, mereka itu pasti akan selamat, kecuali istrinya yang
akan ditimpa siksaan seperti orang-orang kafir, dan kedudukannya sebagai istri
Luth tidak bisa menyelamatkannya, karena buruk perbuatannya disamping ia
mengkhianati suaminya serta terus membangkang dan berada dalam kekafiran".
Kisah kedatangan para malaikat kepada Ibrahim AS ini terdapat dalam
Al-Qur'an surat Al-Ankabût: 30-32.
Malaikat bertamu ke rumah Luth
Para malaikat itu meninggalkan Ibrahim dan pergi ke kota Sadum. Mereka datang
ke rumah Luth yang tidak mengetahui siapa sebenarnya para tamunya yang berwajah
tampan itu. Hati Luth sangat cemas, karena ia khawatir tamu-tamunya itu akan
diperkosa oleh kaumnya.
Tersebar berita di antara kaum Luth tentang kedatangan tamu-tamu yang tampan di
rumah Luth, maka segeralah mereka datang ke sana dengan maksud berbuat maksiat.
Untuk melindungi para tamunya, Luth AS berusaha membujuk mereka dengan
menawarkan putri-putrinya untuk dinikahi dengan syarat mereka tidak mengganggu
tamu-tamunya. Namun kaum Luth tetap bersikeras melaksanakan niat mereka.
Ketika mereka tetap pada pendiriannya, maka malaikat-malaikat itu membutakan
mata mereka hingga gagallah upaya mereka dalam keadaan terhina. Para malaikat
itu pun akhirnya mengungkapkan kepada Luth tentang siapa mereka sebenarnya dan
memberitahunya bahwa mereka datang untuk membinasakan kaumnya setelah
membutakan mata mereka hingga mereka tak dapat menyelamatkan diri.
Adapun untuk Luth AS dan pengikutnya, para malaikat memerintahkan mereka untuk
meninggalkan desanya di malam hari, karena azab Allah akan diturunkan di waktu
subuh. Dan janganlah seorang pun di antara mereka menoleh ke belakang agar
tidak melihat siksaan yang akan terjadi.
Kisah kedatangan para malaikat ke rumah Luth dan perbuatan kaum Luth
diceritakan dalam Al-Qur'an surat Hûd: 77-81, Al-Ankabût: 33-34, dan Al-Qamar:
37.
Azab Allah terhadap kaum Luth AS
Di waktu subuh, turunlah azab yang amat dahsyat berupa bencana alam yang sangat
mengerikan. Tanah desa tempat tinggal kaum Luth menjadi rendah dan turunlah
hujan batu dari tanah keras menimpa mereka secara berturut-turut hingga mereka
binasa. Hanya Nabi Luth AS dan kedua putrinya, serta para pengikutnya yang
beriman, yang selamat dari bencana tsb.
Siksa Allah telah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim dan fasik.
Kisah azab terhadap kaum Nabi Luth AS terdapat dalam surat Al Anbiyâ: 74-75,
Hûd: 82-83, dan Al-Qamar: 33-38.
Daerah yang ditimpa siksaan atas kaum Nabi Luth AS adalah daerah yang kita
kenal sekarang sebagai Laut Mati atau Danau Luth.
9. Ishaq AS
Nabi Ishaq AS adalah salah satu putra Nabi Ibrahim AS dari istrinya yang
bernama Sarah. Ishaq adalah kata dalam bahasa Ibrani yang berarti tertawa.
Dalam Al Qur'an dikisahkan bahwa Sarah tertawa ketika mendapat keterangan bahwa
dirinya akan memperoleh seorang anak laki-laki, sementara usianya sudah sangat
lanjut, yaitu 90 tahun.
Tatkala Ibrahim merasa ajalnya hampir tiba, Ishaq belum menikah. Ibrahim
tidak ingin menikahkan ia dengan wanita Kana'an yang tidak mengenal Allah dan
asing di dalam keluarganya. Oleh sebab itu ia menugaskan seorang pelayan agar
pergi ke Harran, Irak, dan membawa seorang perempuan dari keluarganya.
Perempuan itu adalah Rafqah binti Batuwael bin Nahur. Nahur adalah saudara
Ibrahim AS, sehingga Rafqah adalah putri kemenakan Ibrahim AS. Perempuan itu
kemudian dinikahkan dengan Ishaq.
Setelah 20 tahun menikah, Ishaq dikaruniai 2 anak kembar, yang pertama
diberi nama Al-Aish, yang kedua keluar dengan memegangi kaki saudaranya
sehingga ia diberi nama Ya'qub.
Nabi Ishaq AS meninggal dalam usia 180 tahun dan dimakamkan di gua tempat
ayahnya, Nabi Ibrahim AS, dimakamkan, yaitu di kota Al-Khalil.
Kisah Nabi Ishaq AS terdapat di Al Qur'an dalam surat Hûd: 69-74, Maryam:
49, dan As-Saffât: 112-113.
10. Ya'qub AS
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Nabi Ya'qub AS adalah putra Nabi Ishaq AS,
dan ia memiliki saudara kembar bernama Aish. Ayahnya lebih menyayangi Aish
saudaranya karena ia lahir lebih dulu, sedang ibunya lebih menyayanginya karena
ia lebih kecil.
Ketika usianya sudah sangat lanjut, Nabi Ishaq tak dapat melihat lagi. Ia
sering dilayani oleh Aish yang pandai berburu dan sering mendapatkan kijang.
Sedang Ya'qub sangat pendiam dan lebih senang berada di rumah mempelajari
ilmu-ilmu agama.
Perselisihan Ya'qub AS dengan saudaranya
Suatu hari, Ishaq menginginkan suatu makanan, ia meminta Aish untuk
mengambilkannya. Namun atas suruhan ibunya, Ya'qublah yang lebih dulu
mengambilkan makanan itu untuknya. Setelah Ya'qub melayaninya, Ishaq lalu
mendoakannya, "Mudah-mudahan engkau menurunkan nabi-nabi dan
raja-raja."
Doa nabi adalah doa yang mustajab, dan memang kita ketahui dalam sejarah bahwa
keturunan Ya'qub kelak akan melahirkan banyak para nabi dan raja.
Aish yang mengetahui bahwa saudaranya telah mendapat doa yang baik dari
ayahnya menjadi iri. Ia pun marah dan bahkan mengancam akan membunuh Ya'qub
supaya keturunannya tidak ada yang menjadi nabi dan raja.
Mengetahui hal ini, Rafqah kemudian menyuruh Ya'qub agar mengungsi ke tempat
pamannya, Laban bin Batwil, di kota Harran, Irak.
Dalam perjalanan ke rumah pamannya, Ya'qub tidak berani berjalan di siang
hari karena takut akan ditemukan dan disiksa oleh saudaranya. Ia hanya berani
berjalan di malam hari, sedang bila tiba waktu siang ia beristirahat. Oleh
sebab itulah ia juga dikenal dengan nama Israil, yang artinya berjalan di malan
hari. Kelak keturunannya pun dikenal dengan nama Bani Israil.
Keturunan Ya'qub AS
Laban memiliki dua orang puteri, yang pertama bernama Leah, dan yang kedua
bernama Rahel. Sebenarnya Ya'qub ingin menikah dengan Rahel, karena ia lebih
cantik. Akan tetapi Laban mengatakan bahwa bukanlah kebiasaan mereka menikahkan
yang kecil sebelum yang besar. Jika Ya'qub ingin menikahi Rahel maka ia harus
menikahi Leah lebih dahulu, kemudian bekerja selama 7 tahun kepada Laban agar
dapat meminang Rahel.
Saat itu hukum menikahi dua gadis sekandung diperbolehkan.
Kepada masing-masing puterinya, Laban memberi seorang sahaya perempuan.
Kepada Leah ia memberikan sahaya perempuan bernama Zulfa, dan kepada Rahel ia
memberikan sahaya perempuan bernama Balhah. Leah dan Rahel kemudian memberikan
sahaya mereka untuk diperistri pula oleh Ya'qub, sehingga istri Ya'qub menjadi
4 orang.
Dari keempat istrinya ini Ya'qub AS memperoleh 12 orang anak lelaki.
Dari istrinya Leah, ia dikaruniai Ruben, Syam'un, Lewi, Yahuda, Yasakir, dan
Zabulon.
Dari istrinya Rahel, ia dikaruniai Yusuf dan Bunyamin.
Dari istrinya Balhah, ia dikaruniai Daan dan Naftali.
Dari istrinya Zulfa, ia dikarunian Jaad dan Asyir.
Putra-putra Ya'qub inilah yang merupakan cikal bakal lahirnya Bani Israil.
Mereka dan keturunannya disebut sebagai Al-Asbath, yang berarti cucu-cucu.
Sibith dalam bangsa Yahudi adalah seperti suku dalam bangsa Arab, dan mereka
yang berada dalam satu sibith berasal dari satu bapak. Masing-masing anak
Ya'qub kemudian menjadi bapak bagi sibith Bani Israil. Maka seluruh Bani Israil
berasal dari putra-putra Ya'qub yang berjumlah 12 orang.
Dalam sibith-sibith ini kelak diturunkan para nabi, antara lain:
Sibith Lewi, di kalangan mereka terdapat Nabi Musa, Harun, Ilyas, dan Ilyasa.
Sibith Yahuda, di kalangan mereka terdapat Nabi Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya,
Isa.
Sibith Bunyamin, di kalangan mereka terdapat Nabi Yunus.
Setelah lewat 20 tahun Ya'qub tinggal bersama pamannya, ia pun meminta izin
untuk kembali kepada keluarganya di Kana'an. Saat ia hampir tiba di Kana'an, ia
mengetahui bahwa Aish saudaranya telah bersiap menemuinya dengan 400 orang,
sehingga Ya'qub merasa takut dan mendoakannya serta menyiapkan hadiah besar
bagi saudaranya itu yang dikirimkan melalui orang-orang utusannya.
Lunaklah hati Aish mendapat hadiah pemberian saudaranya. Kemudian
ditinggalkannya negeri Kana'an bagi saudaranya lalu ia pergi ke Gunung Sa'ir.
Sedangkan Ya'qub, ia pergi kepada ayahnya Ishaq dan tinggal bersamanya di kota
Hebron yang dikenal dengan nama Al-Khalil.
Dalam Al Qur'an, kisah Nabi Ya'qub AS secara tersendiri tidak ditemui, namun
namanya disebut dalam kaitannya dengan nabi-nabi lain, diantaranya Nabi Ibrahim
AS (kakeknya), dan Nabi Yusuf AS (putranya).
11. Yusuf AS
Putra tersayang Nabi Ya'qub AS
Nabi Yusuf AS adalah salah satu dari 12 orang putra Nabi Ya'qub AS. Rasa sayang
Ya'qub yang berlebihan terhadapnya membuat saudara-saudaranya menjadi iri hati
terhadapnya. Lebih dari itu, wajah Yusuf pun jauh lebih tampan dibandingkan
dengan saudara-saudaranya yang lain.
Suatu hari Yusuf bermimpi tentang 11 bintang, matahari dan bulan, turun dari
langit dan bersujud di depannya. Ia menceritakan mimpinya ini kepada ayahnya.
Ya'qub sangat gembira mendengar cerita itu dan menyatakan bahwa Allah SWT akan
memberikan kemuliaan, ilmu, dan kenikmatan hidup yang mewah bagi putranya.
Saudara-saudara Yusuf membinasakan Yusuf
Saudara-saudara Yusuf merasa iri hati atas kelebihan kasih sayang yang
dicurahkan ayah mereka kepada Yusuf dan adiknya, Bunyamin. Mereka merencanakan
persekongkolan untuk membinasakan Yusuf. Salah satu dari mereka menyarankan
agar jangan membunuhnya, tetapi membuangnya jauh-jauh ke dalam sumur, agar ia
tidak bisa kembali kepada ayahnya.
Yusuf kecil diajak bermain-main oleh kakak-kakaknya, setelah mereka berhasil
membujuk ayahnya untuk mengizinkan mereka membawa Yusuf. Saat itulah mereka
melaksanakan niat jahat mereka untuk menyingkirkan Yusuf. Ketika sampai di
suatu tempat, mereka menceburkan Yusuf ke dalam sebuah sumur yang dalam. Baju
Yusuf dikoyak-koyak dan dilumuri darah kambing. Kemudian dengan wajah sedih
mereka menyampaikan berita pada ayah mereka bahwa Yusuf telah tewas dimakan
serigala.
Kisah mimpi Nabi Yusuf AS dan perbuatan saudara-saudaranya ini terdapat
dalam Al Qur'an surat Yûsuf: 4-21.
Kisah Yusuf dan Zulaikha
Tanpa sepengetahuan saudara-saudaranya, Yusuf ditolong oleh seorang kafilah
yang lewat di tempat itu. Ia kemudian dibawa ke Mesir untuk dijual sebagai
budak hingga akhirnya dibeli oleh keluarga pembesar Mesir yang bernama Kitfir.
Wajah Yusuf yang sangat tampan itu membuat istri pembesar yang bernama Zulaikha
terpikat. Suatu ketika pada saat suaminya tidak ada di rumah, Zulaikha mengajak
Yusuf untuk berbuat tidak senonoh, akan tetapi Yusuf menolak ajakan tsb
sehingga terjadilah ketegangan. Sementara kejadian itu berlangsung, suami
Zulaikha datang dan Zulaikha memutarbalikkan fakta dengan mengatakan bahwa
Yusuf telah berlaku tidak senonoh terhadapnya. Pembesar itu sangat murka, namun
belum sempat ia berbuat sesuatu terhadap Yusuf tiba-tiba bayi yang ada di
sekitar tempat itu berbicara dengan fasihnya. Bayi itu mengatakan bahwa jika
kemeja Yusuf robek di bagian depan maka Yusuflah yang bersalah, tetapi kalau
kemejanya robek di bagian belakang, maka Zulaikha yang bersalah. Setelah
pembesar itu memeriksa, ternyata yang robek adalah kemeja bagian belakang
Yusuf. Dengan demikian Yusuf pun selamat.
Cerita tsb kemudian menyebar ke masyarakat luas. Zulaikha yang merasa malu
karena menjadi pembicaraan orang lalu mengundang istri-istri para pembesar
Mesir ke rumahnya. Mereka diberinya makanan yang enak-enak serta masing-masing
diberi sebilah pisau untuk mengupas buah. Ketika mereka sibuk mengupas buah,
Zulaikha menyuruh Yusuf keluar. Ketika melihat wajah Yusuf, saking terpesonanya
tanpa sadar para wanita itu mengiris jari-jari tangan mereka sendiri. Kini
mereka mengerti mengapa Zulaikha begitu terpikat pada Yusuf. Sebagian dari
mereka menyarankan Yusuf untuk menerima keinginan Zulaikha, lagipula Zulaikha
sendiri adalah wanita yang sangat cantik.
Mendengar itu, Nabi Yusuf AS berdoa agar tetap diberi keteguhan iman. Akhirnya,
atas permintaan Zulaikha yang merasa terhina, Yusuf AS dimasukkan ke dalam
penjara.
Kisah ini terdapat dalam surat Yûsuf: 22-35.
Kecerdasan Yusuf menafsirkan mimpi
Nabi Yusuf AS dikaruniai oleh Allah kemampuan untuk menafsirkan mimpi. Saat
Yusuf AS di penjara, suatu hari dua orang teman sepenjaranya bercerita padanya
tentang mimpi mereka. yang pertama adalah kepala tukang pembuat minuman bernama
Nabu, bermimpi bahwa ia melihat dirinya memeras anggur untuk membuat arak.
Orang kedua adalah kepala tukang roti bernama Malhab, bermimpi bahwa ia melihat
dirinya memikul roti di atas kepalanya, yang mana kepalanya itu dimakan oleh
burung-burung.
Yusuf pun menafsirkan mimpi mereka, ia berkata kepada kedua orang itu,
"Wahai engkau kepala tukang minuman, bergembiralah, engkau akan memberi
minum tuanmu dengan khamar, yang berarti engkau akan dibebaskan lantaran engkau
tidak terbukti terlibat persekongkolan melawan raja.
Adapun engkau hai kepala tukang roti, maafkan aku dengan terpaksa aku
mengatakan bahwa engkau akan dihukum mati dengan cara disalib, dan
burung-burung akan memakan sebagian kepalamu, karena engkau terbukti terlibat
persekongkolan melawan raja.
Demikian putusan Allah sebagaimana yang aku terangkan, dan itu pasti terjadi
karena aku tidak berbicara sembarangan melainkan apa yang telah diilhamkan
Tuhanku kepadaku dalam menafsirkan mimpi kalian berdua."
Semua yang diramalkan Yusuf benar-benar terjadi, dan kepala minuman akhirnya
menerima kebebasannya. Saat ia akan keluar, Yusuf berpesan padanya agar ia
menceritakan kepada raja perihal keadaan dirinya. Ia ingin raja meninjau
kembali keputusannya karena sesungguhnya ia tidak bersalah. Akan tetapi karena
terlalu gembiranya tukang minuman itu sehingga ia lupa menyampaikan pesan Yusuf
pada raja, dan mengakibatkan Yusuf harus tinggal di penjara beberapa tahun
lagi.
Kemampuan Nabi Yusuf AS dalam menafsirkan mimpi kedua rekannya ini
diceritakan dalam Al-Qur'an surat Yûsuf: 36-42.
Mimpi Raja
Pada suatu hari, raja mengalami mimpi yang sangat menggelisahkan dan menakutkan
dirinya. Ia lalu mengumpulkan dukun-dukun dan orang-orang pintar untuk meminta
mereka menafsirkan mimpinya. Ia berkata, "Sesungguhnya aku telah bermimpi
melihat 7 ekor sapi gemuk dimakan oleh 7 ekor sapi kurus, dan aku bermimpi pula
melihat 7 batang gandum hijau dan 7 batang gandum kering, maka terangkanlah
takwil mimpi itu jika kalian mampu menafsirkannya."
Orang-orang yang ada di situ terkejut mendengar mimpi raja ini. Mereka
merasa bingung dan memberikan jawaban yang tidak memuaskan dengan mengatakan
bahwa mimpi itu tidak bisa ditafsirkan karena ia hanya berupa impian yang kacau
dari raja dan tidak memiliki makna apa-apa, disamping mereka sebenarnya memang
tidak memiliki pengetahuan perihal penafsiran mimpi.
Saat itu kepala tukang minuman mendengar mimpi raja dan jawaban dari para
dukun dan orang-orang pintar itu. Ia pun teringat kembali pada Yusuf. Segera
berkata ia pada hadirin yang ada di ruangan itu, "Aku sanggup memberitahu
kalian tentang arti dari mimpi ini, karena di dalam penjara ada seorang pemuda
bernama Yusuf. Aku dan kepala tukang roti pernah ditahan bersamanya. Kami
pernah bermimpi dan telah diterangkan oleh Yusuf dan terbukti kebenarannya.
Apabila paduka setuju mengirimkan aku kepada Yusuf, maka aku akan membawa
penafsiran dari mimpi ini."
Akhirnya diutuslah kepala tukang minuman itu kepada Yusuf. Setelah
berbincang-bincang dengan Yusuf dan menceritakan sebab-sebab kealpaannya
terhadap pesan Yusuf, ia pun mengutarakan maksud kedatangannya.
"Hai Yusuf yang berkata benar, terangkanlah arti mimpi berikut: 7 ekor
sapi gemuk dimakan 7 ekor sapi kurus, dan 7 batang gandum hijau berdekatan
dengan 7 batang gandum kering.
Berilah fatwa kepadaku hai Yusuf tentang hakikat mimpi ini, supaya aku
memberitahukannya kepada orang-orang di kerajaan, barangkali mereka mengetahui
keutamaan dan kedudukan ilmumu."
Yusuf pun mulai menerangkan arti mimpi raja. Bukan hanya itu, ia menerangkan
pula pemecahan kesulitan yang timbul dari arti mimpinya. Ia berkata,
"Mesir akan mengalami 7 tahun yang subur, maka pada tahun-tahun itu
hendaklah kamu menanami tanahmu dengan gandum dan sya'ir, kemudian hasil
panenannya kamu simpan dalam batang-batang gandumnya, dan jangan boros dalam
pemakaian, gunakan sekedar yang dibutuhkan saja. Setelah itu akan datang 7
tahun yang kering dimana kamu akan memakan persediaan gandum yang kamu simpan,
dan jangan pula dihabiskan, supaya dapat digunakan sebagai bibit untuk
tahun-tahun berikutnya.
Setelah lewat tahun-tahun kering ini, akan datang satu tahun yang subur dimana
turun hujan dan tanah akan menghasilkan biji-bijian yang banyak dan sari
buah-buahan seperti anggur dan zaitun."
Kisah tentang mimpi raja ini diceritakan dalam surat Yûsuf: 43-49.
Yusuf dibebaskan dari penjara
Kepala tukang minuman segera menyampaikan tafsir mimpi yang telah diterangkan
Yusuf kepada raja, maka raja pun mengirim utusan untuk memanggil Yusuf dan
menjelaskan kembali secara rinci. Akan tetapi Yusuf enggan keluar dari penjara
sebelum namanya dibebaskan dari segala tuduhan yang difitnahkan kepadanya. Ia
minta supaya pihak kerajaan menyelidiki persekongkolan terhadap dirinya dan
menanyai wanita-wanita yang menghadiri jamuan makan di rumah istri pembesar
bekas majikannya dulu tentang sebab-sebab penahanannya supaya mereka menjadi
saksi dalam perkaranya.
Permintaan Yusuf ini kemudian disampaikan oleh utusan kepada raja. Raja pun
menyuruh para utusan untuk memanggil wanita-wanita itu dan menjelaskan fakta
yang sebenarnya. Mereka pun bersaksi bahwa Yusuf memang tidak bersalah, dan
bahwa istri pembesar Mesir, Zulaikha, itulah yang justru merayu Yusuf. Setelah
adanya kesaksian dari wanita-wanita ini, Zulaikha sendiri tidak bisa menyangkal
lagi. Akhirnya ia pun mengakui perbuatannya.
Dengan demikian keluarlah Yusuf dari penjara dengan diri yang bersih dari
segala tuduhan dan fitnah. Raja kemudian juga merehabilitasi namanya di
masyarakat. Allah telah mentakdirkan kezaliman yang selama ini diterima oleh
Yusuf berganti dengan kemuliaan.
Kisah ini diterangkan dalam Al-Qur'an surat Yûsuf: 50-53.
Kebenaran tentang Yusuf telah menambah kepercayaaan raja kepadanya, sehingga
ia kemudian mengangkatnya menjadi menteri yang mengurusi berbagai masalah
ekonomi dan keuangan bagi negara Mesir. Inilah balasan Allah kepada
hamba-hambaNya yang saleh.
Kisah pengangkatan Yusuf dalam kedudukan yang mulia ini diterangkan dalam surat
Yûsuf: 54-57.
Pertemuan Yusuf dengan saudara-saudaranya
Takwil mimpi yang telah diterangkan Yusuf kemudian benar-benar terwujud. Pada
masa 7 tahun yang subur, Yusuf telah memerintahkan rakyat Mesir untuk menyimpan
kelebihan biji-bijian dari hasil tanaman mereka. Kemudian datanglah masa
paceklik pada 7 tahun berikutnya. Timbul bencana kelaparan dan kekeringan,
terutama di negeri-negeri tetangga lantaran ketiadaan persiapan penduduk untuk
menghadapinya, termasuk negeri Palestina dimana keluarga Yusuf tinggal.
Ya'qub dan anak-anaknya juga mengalami kesulitan ini. Ia mendengar bahwa di
Mesir ada persediaan makanan yang cukup, maka ia pun menyuruh anak-anaknya,
kecuali Bunyamin, untuk pergi ke Mesir dengan membawa perbekalan berupa
barang-barang dan perak serta lainnya untuk ditukar dengan gandum dan sya'ir.
Tatkala mereka telah tiba di istana kerajaan Mesir dan bertemu dengan Yusuf,
melihat raut wajah mereka dan pakaian mereka yang menunjukkan bahwa mereka
berasal dari Palestina, tahulah Yusuf bahwa itu adalah saudara-saudaranya.
Namun mereka tidak mengenali dirinya dikarenakan kondisi Yusuf yang sudah jauh
berubah, pakaiannya yang khusus, dan logat bicaranya yang menggunakan bahasa
Mesir kuno.
Yusuf memperlakukan saudara-saudaranya layaknya seorang tamu, dan menimbang
gandum dan sya'ir bagi mereka dengan takaran yang dilebihkan, serta memberi
bekal untuk perjalanan pulang mereka. Ketika mereka bersiap-siap akan pergi,
Yusuf berkata, "Bawalah kepadaku seorang lagi saudaramu yang seayah
denganmu. Jika kalian tidak membawanya, maka aku tidak akan mau menukarkan
makanan lagi bagi kalian, jika kalian kembali ke Mesir untuk kedua
kalinya."
Mereka pun berkata, "Kami akan membujuk ayah kami supaya beliau
mengizinkan kami membawanya ke Mesir, dan kami tegaskan kepadamu bahwa kami
akan melaksanakan perintahmu."
Ketika mereka hendak berangkat pulang, Yusuf menyuruh pelayan menyisipkan
kembali barang-barang saudaranya yang telah ditukar dengan gandum dan sya'ir
itu ke dalam karung-karung mereka tanpa sepengetahuan mereka. Hal ini
dimaksudkan supaya mereka merasa senang dan berbaik sangka kepadanya, sehingga
mereka akan kembali lagi ke Mesir karena berharap akan mendapat lebih banyak lagi
kebaikan darinya.
Saudara-saudara Yusuf kembali ke Palestina dan menceritakan tentang kebaikan
dari menteri ekonomi Mesir serta penghormatan yang mereka terima. Mereka juga
menyampaikan permintaan menteri Mesir itu agar mereka membawa Bunyamin jika
nanti mereka hendak kembali ke Mesir.
Rupanya setelah ditinggalkan oleh Yusuf, Ya'qub sangat berduka. Setiap hari ia
menangis sampai matanya memutih dan buta. Mendengar permintaan yang disampaikan
saudara-saudara Yusuf ini, Ya'qub tidak mempercayai mereka. Namun mereka terus
membujuk dan mengatakan bahwa jika Bunyamin tidak mereka bawa, mereka tidak
akan mendapatkan makanan lagi dari menteri Mesir itu.
Mereka juga berjanji akan menjaga Bunyamin dengan sebaik-baiknya dan tidak akan
menyia-nyiakannya.
Setelah mendengar janji putra-putranya ini, hati Ya'qub sedikit lebih tentram.
Akhirnya dengan berat hati Ya'qub pun mengizinkan mereka membawa Bunyamin. Ia
juga berpesan pada mereka supaya masuk ke kota melalui beberapa pintu agar
tidak menarik perhatian.
Kisah pertemuan Yusuf dengan saudara-saudaranya ini diterangkan dalam surat
Yûsuf: 58-67.
Yusuf menahan Bunyamin
Saat mereka datang lagi ke Mesir bersama Bunyamin, Yusuf berusaha mencari
kesempatan untuk bisa berdua saja dengan Bunyamin, kemudian ia mengatakan padanya
bahwa ia adalah Yusuf, saudaranya sekandung. Ia menceritakan tentang apa yang
telah dilakukan saudara-saudaranya dulu kepadanya, dan apa yang telah terjadi
padanya.
Yusuf memiliki rencana untuk bisa menahan Bunyamin lebih lama bersamanya.
Ketika saudara-saudara Yusuf akan pulang, Yusuf menyelipkan piala untuk minum
raja ke dalam karung Bunyamin. Saat mereka sudah akan berangkat, salah seorang
pegawai Yusuf memanggil mereka kembali, dan mengatakan bahwa piala raja telah
hilang. Barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
seberat muatan seekor unta.
Saudara-saudara Yusuf bersumpah bahwa mereka tidak mencuri. Salah seorang
pegawai Yusuf kemudian bertanya, "Apa balasannya jika ternyata kalian
berdusta?"
Mereka menjawab, "Pada siapa diketemukan barang yang hilang itu dalam
karungnya, maka dia dijadikan budak. Ini adalah balasan yang adil bagi pencuri
menurut syariat Ya'qub."
Maka mulailah Yusuf dan para pegawainya memeriksa karung-karung mereka.
Sengaja karung Bunyamin diperiksa paling akhir supaya tidak timbul kecurigaan
pada saudara-saudaranya yang lain bahwa pencurian itu telah diatur.
Saat ditemukan piala itu dalam karung Bunyamin, saudara-saudara Yusuf sangat
terkejut menyaksikan hal itu. Mereka merasa malu dengan peristiwa ini,
karenanya mereka berkata, "Sesungguhnya telah mencuri pula saudaranya
sebelum ini."
Tentu saja yang mereka maksud adalah Yusuf sendiri. Yusuf memahami apa yang
dimaksud saudara-saudaranya ini, dan sesungguhnya ia merasa jengkel dan kecewa
terhadap mereka, tapi sikap itu tidak diperlihatkannya.
Menurut riwayat, tatkala Rahel ibu Yusuf pergi bersama Yusuf menuju
Palestina, ia membawa sebuah patung kecil milik ayahnya Laban. Laban yang
merasa kehilangan patung itu kemudian mencarinya, tapi ia tidak bisa
menemukannya baik pada Rahel maupun orang lain, karena Rahel telah
menyembunyikannya di sela-sela perlengkapan unta yang dinaikinya.
Ketika Ya'qub dan keluarganya tiba di Palestina, patung itu berada pada Yusuf
dan dibuat mainan lantaran ia menyerupai boneka yang biasa dimainkan oleh
anak-anak kecil. Itulah sebabnya Yusuf dituduh mencurinya dari rumah kakeknya
Laban, padahal kenyataannya tidaklah begitu.
Saudara-saudara Yusuf memohon padanya agar Bunyamin dibebaskan dan mengambil
salah satu dari mereka sebagai penggantinya. Mereka berkata, "Wahai
Al-Aziz, sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut usianya, lantaran itu
ambilah salah seorang di antara kami sebagai gantinya, sesungguhnya kami
melihat kamu termasuk orang-orang yang berbuat baik."
Maka Yusuf pun menjawab, "Aku tidak akan menahan seseorang, kecuali orang
yang kami ketemukan harta benda kami padanya. Jika kami menahan orang yang
tidak bersalah, maka kami termasuk orang-orang yang zalim."
Saudara-saudara Yusuf merasa bingung dan putus asa. Mereka telah berjanji
pada ayah mereka untuk menjaga Bunyamin dengan sebaik-baiknya. Sebelum ini
mereka telah menyia-nyiakan Yusuf, jika sekarang mereka tidak membawa Bunyamin
pulang, pastilah ayah mereka akan marah dan tidak mempercayai mereka.
Setelah berunding dan berbisik-bisik, berkatalah yang tertua dari mereka,
"Aku tidak akan meninggalkan Mesir sampai ayah mengizinkan aku kembali,
atau Allah memberikan keputusan kepadaku. Dan Dia adalah hakim yang paling
adil."
Namun Yusuf berkata, "Kembalilah pada ayahmu, dan katakan bahwa anaknya
telah mencuri, dan bahwasanya kalian hanya menyaksikan apa yang terjadi dan tak
mampu menjaga barang yang hilang."
Akhirnya saudara-saudara Yusuf pulang tanpa Bunyamin. Dengan demikian siasat
Yusuf untuk menahan adik kandungnya akhirnya berhasil. Kisah ini diterangkan
dalam surat Yûsuf: 68-82.
Yusuf berkumpul kembali bersama keluarganya
Ya'qub sangat sedih mendengar kejadian yang menimpa Bunyamin. Ia tidak
mempercayai perkataan anak-anaknya dan sangat kecewa terhadap mereka. Kendati
demikian, ia memasrahkan semuanya kepada Allah SWT dan percaya bahwa Allah
pasti akan mewujudkan harapannya untuk bisa bertemu kembali dengan kedua putra
tercintanya itu.
Ya'qub memerintahkan anak-anaknya untuk mencari kabar tentang Yusuf dan
Bunyamin. Putra-putranya mematuhi perintah ayah mereka, dan kembali ke Mesir.
Kepada Yusuf, mereka memohon belas kasihannya agar ia berkenan melepaskan
Bunyamin. Mereka pun mengadukan keadaan mereka yang miskin dan membutuhkan
makanan dengan harapan Yusuf mau memberi mereka bahan makanan yang cukup.
Timbul rasa iba dalam hati Yusuf mendengar keluhan saudara-saudaranya,
sehingga terpikir olehnya untuk mengungkapkan siapa dirinya yang sebenarnya
supaya mereka bisa tinggal bersamanya dalam keadaan sejahtera. Kemudian ia
memanggil Bunyamin, lalu berkatalah Yusuf kepada saudara-saudaranya,
"Tahukan kalian akan buruknya perlakuan kalian kepada Yusuf dan
saudaranya? Ingatkah kalian akan perbuatan kalian memisahkan Yusuf dan ayahnya
dengan membuangnya ke dalam sumur?
Dan kepada Bunyamin, maka kalian telah membuatnya bersedih atas kehilangan
saudaranya sehingga ia pun ikut menderita."
Mendengar perkataan Yusuf, mulai timbul dugaan dalam diri
saudara-saudaranya, jangan-jangan pembesar yang berbicara di hadapan mereka ini
adalah Yusuf.
Dengan berdebar-debar mereka bertanya, "Apakah engkau Yusuf?"
Yusuf menjawab, "Benar, aku Yusuf. Dan ini saudaraku Bunyamin."
Maka saudara-saudara Yusuf pun segera memohon ampun dan meminta maaf
kepadanya atas kejahatan yang pernah mereka lakukan dahulu. Dengan berlapang
dada, Yusuf memaafkan kesalahan saudara-saudaranya. Ia lalu memerintahkan
mereka untuk menjemput ayahnya beserta keluarga mereka untuk datang ke Mesir.
Mengetahui bahwa ayahnya telah kehilangan penglihatan lantaran kesedihan yang
amat sangat semenjak kepergiannya, Yusuf memberikan gamisnya untuk diusapkan ke
wajah ayahnya supaya ia dapat melihat kembali.
Setelah mengusapkan gamis Yusuf ke wajahnya, Ya'qub dapat merasakan keberadaan
Yusuf dan segera mengetahui bahwa Yusuf masih hidup. Karena gembira dengan
kenyataan itu ia pun dapat melihat kembali dengan seizin Allah.
Akhirnya Yusuf pun dapat berkumpul kembali dengan kedua orangtua dan
saudara-saudaranya di Mesir. Ya'qub dan anak-anaknya telah diliputi rasa hormat
kepada Yusuf yang telah diberi kemuliaan oleh Allah. Mereka pun memberikan
penghormatan kepadanya dengan cara menundukkan kepala sesuai dengan adat pada
masa itu dalam menghormati pembesar yang berkuasa.
Melihat ini, Yusuf teringat akan mimpinya dulu ketika ia masih kecil, maka ia
berkata kepada ayahnya, "Inilah tafsir mimpiku yang dulu kuceritakan
kepadamu, ketika di dalam mimpi aku melihat 11 bintang serta matahari dan bulan
bersujud kepadaku."
Kisah mengharukan berkumpulnya Yusuf dengan keluarganya ini terdapat dalam
surat Yûsuf: 83-101
12. Ayyub AS
Nabi Ayyub AS adalah putra dari Aish bin Ishaq AS bin Ibrahim AS. Sebagaimana
disebutkan dalam kisah Nabi Yaqub AS, Aish adalah saudara kembar Nabi Yaqub AS,
jadi Nabi Ayyub masih kemenakan Nabi Yaqub AS dan sepupu Nabi Yusuf AS.
Nabi Ayyub AS adalah salah seorang nabi yang terkenal kaya raya, hartanya
melimpah, ternaknya tak terbilang jumlahnya. Namun demikian ia tetap tekun
beribadah, gemar berbuat kebajikan, suka menolong orang yang menderita,
terlebih dari golongan fakir miskin.
Keraguan iblis terhadap ketaatan Nabi Ayyub AS
Para malaikat di langit terkagum-kagum dan membicarakan tentang ketaatan Ayyub
dan keikhlasannya dalam beribadah kepada Allah. Iblis yang mendengar
pembicaraan para malaikat ini merasa iri dan ingin menjerumuskan Ayyub agar
menjadi orang yang tidak sabar dan celaka.
Mula-mula iblis mencoba sendiri menggoda Nabi Ayyub agar tersesat dan tidak
bersyukur kepada Allah, namun usahanya ini gagal, Nabi Ayyub tetap tak
tergoyahkan. Lalu iblis menghadap Allah, meminta agak ia diizinkan untuk
menguji keikhlasan Nabi Ayyub. Ia berkata, "Wahai Tuhan, sesungguhnya
Ayyub senantiasa patuh dan berbakti kepada-Mu, senantiasa memuji-Mu, tak lain
hanyalah karena takut kehilangan kenikmatan yang telah Engkau berikan
kepadanya, karena ia ingin kekayaannya tetap terpelihara. Semua ibadahnya bukan
karena ikhlas, cinta, dan taat kepada-Mu. Andaikata ia terkena musibah dan
kehilangan harta benda, serta anak-anak dan istrinya, belum tentu ia akan tetap
taat dan ikhlas menyembah-Mu."
Allah berfirman kepada iblis, "Sesungguhnya Ayyub adalah hamba-Ku yang
sangat taat kepada-Ku. Ia sesorang mu'min sejati. Apa yang ia lakukan untuk
mendekatkan diri kepada-Ku adalah semata-mata didorong iman yang teguh
kepada-Ku. Iman dan taqwanya takkan tergoyahkan hanya oleh perubahan keadaan
duniawi. Cintanya kepada-Ku takkan berkurang walaupun ditimpa musibah apa pun
yang melanda dirinya, karena ia yakin bahwa apa yang ia miliki adalah
pemberian-Ku yang sewaktu-waktu dapat Aku cabut daripadanya, atau Ku-jadikan
berlipat ganda. Ia bersih dari segala tuduhan dan prasangkamu.
Engkau tidak rela melihat hamba-hamba-Ku, anak cucu Adam, berada di atas jalan
yang lurus. Untuk menguji keteguhan hati Ayyub dan keimanannya pada takdir-Ku,
Ku-izinkan kau menggoda dan mencoba memalingkannya dari-Ku. Kerahkan seluruh
pembantu-pembantumu untuk menggoda Ayyub melalui harta dan keluarganya. Cerai
beraikan keluarganya yang rukun damai sejahtera itu. Lihatlah, sampai dimana
kemampuanmu untuk menyesatkan Ayyub hamba-Ku."
Ujian dan cobaan Allah terhadap Nabi Ayyub AS
Demikianlah, iblis dan para pembantunya mulai menyerbu keimanan Ayyub.
Mula-mula mereka membinasakan hewan ternak pemeliharaan Ayyub, disusul
lumbung-lumbung gandum dan lahan pertaniannya yang terbakar dan musnah.
Iblis mengira Ayyub akan berkeluh kesah setelah kehilangan ternak dan
pertaniannya, namun ternyata Ayyub tetap berhusnuzhon (berbaik sangka) kepada
Allah. Segalanya ia pasrahkan kepada Allah. Harta adalah titipan Allah yang
sewaktu-waktu dapat saja diambil kembali.
Berikutnya iblis mendatangi putra-putra Nabi Ayyub AS yang sedang berada di
sebuah gedung yang besar dan megah. Mereka menggoyang-goyangkan tiang-tiang
gedung sehingga gedung itu roboh dan anak-anak Ayyub yang berada di dalamnya mati
semuanya.
Iblis mengira usahanya kali ini akan berhasil menggoyahkan iman Nabi Ayyub yang
sangat menyayangi putra-putranya itu, namun sekali lagi mereka harus kecewa.
Nabi Ayyub tetap berserah diri kepada Allah. Ia memang bersedih hati dan
menangis, tapi jiwa dan hatinya tetap kokoh dalam keyakinan bahwa jika Allah
yang Maha Pemberi menghendaki sesuatu, tak ada seorang pun yang mampu
menghalangi-Nya.
Iblis yang masih belum puas, lalu menaruh baksil di sekujur tubuh Ayyub
sehingga beliau menderita penyakit kulit yang sangat menjijikkan, hingga ia
dijauhi sanak famili dan tetangganya. Istri-istrinya banyak yang lari
meninggalkannya, hanya seorang saja yang tetap setia mendampinginya, yaitu
Rahmah. Lebih parah lagi, para tetangga Nabi Ayyub AS yang tidak mau ketularan
penyakit yang diderita Nabi Ayyub, mengusirnya dari kampung mereka. Maka
pergilah Nabi Ayyub dan istrinya Rahmah ke sebuah tempat yang sepi dari
manusia.
Waktu 7 tahun dalam penderitaan terus-menerus memang merupakan ujian
terberat bagi Ayyub dan Rahmah, namun Nabi Ayyub tetap bersabar dan berzikir
menyebut Asma Allah. Diriwayatkan bahwa istrinya berkata, "Hai Ayyub,
seandainya engkau berdoa kepada Tuhanmu, niscaya dia akan membebaskanmu."
Namun Nabi Ayyub AS malah menjawab, "Aku telah hidup selama 70 tahun dalam
keadaan sehat, dan Allah baru mengujiku dalam keadaan sakit selama 7 tahun.
Ketahuilah, itu amat sedikit dibandingkan masa 70 tahun."
Begitulah, Nabi Ayyub menerima ujian dari Allah SWT dengan sabar dan ikhlas.
Ia telah hidup dalam kenikmatan selama puluhan tahun, maka ia merasa malu untuk
berkeluh kesah kepada Allah SWT atas kesengsaraan yang hanya beberapa tahun.
Sakit Nabi Ayyub membuat tidak ada lagi anggota badannya yang utuh kecuali
jantung/hati dan lidahnya. Dengan hati dan lidahnya ini, Nabi Ayyub AS tak
pernah berhenti berzikir kepada Allah, baik di waktu pagi, siang, sore dan
malam hari.
Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, Rahmah terpaksa bekerja pada
suatu pabrik roti. Pagi ia berangkat, sorenya ia kembali ke rumah pengasingan.
Namun lama-kelamaan majikannya mengetahui bahwa Rahmah adalah istri Nabi Ayyub
yang memiliki penyakit berbahaya. Mereka khawatir Rahmah akan membawa baksil
yang dapat menular melalui roti, oleh sebab itu mereka kemudian memecatnya.
Rahmah yang setia ini masih memikirkan suaminya. Ia meminta agar majikannya
berkenan memberinya hutang roti, tetapi permintaannya ini ditolak. Majikannya
hanya mau memberinya roti jika ia memotong gelung rambutnya yang panjang,
padahal gelung rambut itu sangat disukai suaminya. Namun demi untuk mendapatkan
roti, Rahmah akhirnya setuju dengan usul majikannya itu.
Ternyata, perbuatannya itu membuat Ayyub menduga bahwa ia telah menyeleweng.
Akhirnya pada suatu hari, mungkin karena sudah tidak tahan dengan penderitaan
yang terus-menerus dihadapi, Rahmah pamit untuk meninggalkan suaminya. Ia
beralasan ingin bekerja agar dapat menghidupi suaminya. Nabi Ayyub melarangnya,
tapi Rahmah tetap bersikeras sembari berkeluh kesah. Sesungguhnya tindakan
Rahmah ini pun tak lepas dari peranan iblis yang menghasutnya untuk
meninggalkan suaminya Ayyub.
Mendengar keluh kesah istrinya, berkatalah Ayyub, "Kiranya kau telah
terkena bujuk rayu iblis, sehingga berkeluh kesah atas takdir Allah. Awas,
kelak jika aku telah sembuh kau akan kupukul seratus kali. Mulai saat ini
tinggalkan aku seorang diri, aku tak membutuhkan pertolonganmu sampai Allah
menentukan takdir-Nya."
Dengan demikian tinggallah kini Nabi Ayyub seorang diri setelah ia mengusir
Rahmah istrinya. Di tengah kesendiriannya, Nabi Ayyub AS bermunajat kepada
Allah SWT dengan sepenuh hati memohon rahmat dan kasih-Nya. Allah SWT menerima
doa Nabi Ayyub AS yang telah mencapai puncak kesabaran dan keteguhan iman dalam
menghadapi ujian dan cobaan. Berfirmanlah Ia kepada Nabi Ayyub, "Hantamkanlah
kakimu ke tanah. Dari situ akan memancar air yang dengannya kau akan sembuh
dari penyakitmu. Kesehatanmu akan pulih jika kau mempergunakannya untuk minum
dan mandi."
Setelah meminum dan mandi dengan air itu, Ayyub pun sembuh seperti sedia
kala. Sementara itu Rahmah istrinya yang telah pergi meninggalkannya, rupanya
lama-kelamaan merasa kasihan dan tak tega membiarkan suaminya seorang diri. Ia
datang untuk menjenguk, namun ia tak mengenali lagi suaminya, karena kini Nabi
Ayyub tampak lebih sehat, lebih segar, dan lebih tampan. Nabi Ayyub sangat
gembira melihat istrinya kembali, namun ia teringat sumpahnya yaitu ingin
memukul istrinya seratus kali. Ia harus melaksanakan sumpah itu, tapi ia
bimbang karena bagaimanapun istrinya telah turut menderita sewaktu bersamanya 7
tahun ini. Tegakah ia memukulnya seratus kali?
Allah mengetahui kebimbangan yang dirasakan Nabi Ayyub AS. Maka datanglah
wahyu Allah kepada Nabi Ayyub, "Hai Ayyub, ambillah lidi seratus batang
dan pukullah istrimu sekali saja. Dengan demikian tertebuslah sumpahmu."
Nabi Ayyub merasa lega dengan jalan keluar yang diwahyukan Allah itu. Dengan
lidi seratus, dipukulnya istrinya dengan satu kali pukulan yang sangat pelan,
maka sumpahnya telah terlaksana.
Berkat kesabaran dan keteguhan imannya, Nabi Ayyub AS dikaruniai lagi harta
benda yang melimpah ruah. Dari Rahmah, ia kemudian memperoleh anak bernama
Basyar yang kemudian hari menjadi seorang nabi yang dikenal dengan nama
Zulkifli.
Kisah Nabi Ayyub AS ini merupakan teladan bagi hamba-hamba-Nya dalam hal
kesabaran dan keteguhan iman. Riwayat Nabi Ayyub AS terdapat dalam surat
Al-Anbiyâ: 83-84 dan surat Sâd: 41-44.
13. Zulkifli AS
Nama aslinya ialah Basyar, anak Nabi Ayyub AS dari istrinya Rahmah. Seperti
ayahnya, Zulkifli juga mempunyai sifat yang sabar dan teguh dalam pendirian. Ia
hidup di sebuah negara yang dipimpin oleh seorang Raja yang arif bijaksana.
Pada suatu hari Raja tsb mengumpulkan rakyatnya dan bertanya, "Siapakah
yang sanggup berlaku sabar, jika siang berpuasa dan jika malam beribadah?"
Tak ada seorang pun yang berani menyatakan kesanggupannya. Akhirnya anak
muda bernama Basyar mengacungkan tangan dan berkata ia sanggup melakukan itu.
Sejak saat itulah ia dipanggil dengan Zulkifli yang artinya sanggup.
Nabi Zulkifli AS juga seorang raja. Di waktu malam ia beribadah dan di waktu
siang ia berpuasa. Ia juga diangkat menjadi hakim. Tidurnya di waktu malam
sangat sedikit sekali. Pada suatu malam, ketika ia hendak pergi tidur ada
seorang tamu yang hendak mengganggunya. Mestinya saat itu adalah saat
beristirahat bagi Zulkifli, tapi ia melayani tamunya dengan sabar.
"Ada apakah saudara kemari di malam hari?" tanya Zulkifli.
"Hamba seorang musafir, barang-barang hamba dirampok di perjalanan",
jawab tamu itu.
"Datanglah besok pagi atau petang hari," kata Zulkifli.
Namun besok paginya orang itu tidak datang, padahal Zulkifli sudah
menunggunya di ruang sidang. Petang harinya orang itu juga tidak datang,
padahal ia telah menyatakan bersedia untuk datang.
Malam harinya, ketika Zulkifli sedang bersiap-siap untuk tidur, orang itu
datang lagi.
"Mengapa waktu sidang dibuka kau tidak datang?" tanya Zulkifli.
"Orang yang merampok saya cerdik Tuanku. Jika waktu sidang dibuka, barang
saya dikembalikan, jika sidang hendak ditutup, barang saya dirampasnya lagi",
jawab orang itu.
Pada suatu malam, Raja Zulkifli sangat mengantuk. Ia telah berpesan pada
penjaga agar menutup semua pintu dan menguncinya. Saat ia hendak membaringkan
diri, terdengar suara pintu kamarnya diketuk orang.
"Siapa yang masuk?" tanya Zulkifli pada prajurit penjaganya.
"Tidak ada seorang pun Tuanku", jawab prajurit penjaganya dengan nada
heran. Jelas tadi ia mendengar suara pintu diketuk. Lalu diperiksanya
sekeliling rumah, ternyata ia menemukan seseorang. Ia merasa heran, jelas semua
pintu telah terkunci rapat. Bagaimana orang itu bisa masuk?
"Kau bukan manusia, kau pasti iblis!" kata Zulkifli.
"Ya, aku memang iblis yang ingin menguji kesabaranmu. Ternyata memang
benar, kau orang yang dapat memenuhi kesanggupanmu dulu."
Memang demikianlah adanya. Zulkifli adalah Nabi yang sabar, selalu
mempergunakan akal sehatnya, tidak pernah marah kepada para tamunya. Dikisahkan
bahwa suatu hari terjadi peperangan antara negerinya dengan pemberontak yang
durhaka kepada Allah. Raja Zulkifli memerintahkan prajurit dan rakyatnya untuk
pergi ke medan juang. Tapi apa yang terjadi? Ternyata rakyatnya takut
berperang. Mereka takut mati.
Rakyatnya hanya mau berperang jika Zulkifli mau mendoakan kepada Allah agar
Allah menjamin hidup mereka, agar mereka tidak mati. Mendengar itu Zulkifli
tidak lantas marah, bahkan ia pun bersedia memenuhi permintaan rakyatnya untuk
berdoa kepada Allah. Maka Allah mewahyukan kepadanya, "Aku telah
mengetahui permintaan mereka, dan aku mendengar doamu. Semua itu akan
Kukabulkan."
Akhirnya dalam peperangan itu mereka memperoleh kemenangan, dan sesuai janji
Allah, tidak satu pun dari mereka yang mati di medan juang.
Nama Nabi Zulkifli hanya 2 kali disebut dalam Al Qur'an, yaitu dalam surat
Al-Anbiyâ ayat 85 yang artinya: "Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan
Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar." dan surat Sâd
ayat 48 yang artinya: "Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa, dan Zulkifli.
Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik."
14. Syu'aib AS
Syu'aib adalah salah satu dari 4 nabi bangsa Arab. Tiga nabi lainnya adalah
Hud, Saleh, dan Muhammad SAW. Ia seorang nabi yang dijuluki juru pidato karena
kecakapan dan kefasihannya dalam berdakwah.
Nabi Syu'aib AS diutus ke tengah kaum Madyan yang tinggal di Ma'an, suatu
daerah di pinggir Syam (sekarang Suriah), yang berbatasan dengan Hijjaz dan
dekat Danau Luth. Sesuai namanya, bangsa Madyan adalah bangsa Arab yang
bernasab dari Madyan bin Ibrahim AS.
Kaum ini menyembah Aikah, yaitu sebidang tanah padang pasir yang ditumbuhi sejumlah
pohon.
Dakwah Nabi Syu'aib AS pada kaum Madyan
Masyarakat Madyan terkenal korup dan menjalankan praktek-praktek perdagangan
yang curang. Mereka menggunakan alat ukur yang besar kalau membeli dan
menggunakan alat ukur yang kecil kalau menjual, sehingga kekayaan bertumpuk
pada segelintir orang saja.
Dalam kondisi demikian, Nabi Syu'aib AS memperingatkan kaumnya agar
meninggalkan praktek-praktek yang curang itu, tetapi ia ditanggapi dengan
kasar, bahkan mereka mengancam akan menyiksa dan merajamnya jika ia tidak mau
menghentikan dakwahnya.
Akhirnya Nabi Syu'aib AS dan pengikutnya pindah ke negeri lain, karena
penduduk Madyan sudah tidak bisa diharapkan lagi. Beberapa saat setelah Nabi
Syu'aib dan pengikutnya pergi, tiba-tiba penduduk Madyan dikejutkan oleh adanya
gempa maha dahsyat sehingga mereka mati bergelimpangan.
Berdakwah pada kaum Ashabul Aikah
Nabi Syu'aib dan pengikutnya pindah ke negeri Aikah sesuai petunjuk Allah SWT
yang memang menugaskannya berdakwah disana. Ternyata penduduk Aikah juga sama durhakanya
dengan penduduk Madyan. Mereka menolak ajakan Nabi Syu'aib untuk menyembah
Allah. Mereka bahkan mengejek dan menantang Nabi Syu'aib agar mensegerakan azab
yang dijanjikan Allah.
Karena kedurhakaan mereka ini, akhirnya turunlah azab Allah SWT berupa iklim
panas yang membakar dan menyesakkan dada. Dengan sia-sia kaumnya lari
kesana-kemari mencari tempat perlindungan.
Saat mereka kebingungan, tiba-tiba muncul segumpal awan hitam. Orang-orang
menyangka bahwa itu adalah awan pertolongan. Ketika kaum durhaka itu bernaung
di bawahnya, tiba-tiba awan itu mengeluarkan gemuruh yang dahsyat dan
menghancurkan mereka semua.
Binasalah kaum yang durhaka itu. Satu pun tak ada yang tersisa. Hanya Nabi
Syu'aib AS dan para pengikutnya yang bisa selamat berkat rahmat dan
perlindungan Allah SWT.
Kisah Nabi Syu'aib AS diceritakan dalam surat Asy-Syu'arâ': 176-191, Hûd:
84-95, Al-A'râf: 85-93, dan Al-Hijr: 78-79
15. Musa AS
Nabi Musa AS diutus untuk berdakwah di negeri Mesir, dan mengajak Bani Israil
menyembah Allah SWT. Musa dan Harun adalah keturunan ke-4 dari Nabi Ya'qub AS
yang tinggal di Mesir sejak Nabi Yusuf berkuasa disana.
Mesir saat itu dikuasai oleh Fir'aun. Penduduknya terdiri dari 2 bangsa,
yaitu penduduk asli Mesir yang disebut sebagai orang Qubti, dan orang Israil,
yaitu keturunan Nabi Ya'qub AS.
Kebanyakan orang Qubti menduduki jabatan-jabatan tinggi, sedang orang Israil
hanya berkedudukan rendah, seperti buruh, pelayan dan pesuruh.
Firaun memerintah dengan tangan besi. Ia diktator bengis yang tidak berperi
kemanusiaan. Mabuk dan rakus kekuasaan, sampai-sampai ia berani menyebut
dirinya sebagai Tuhan.
Kekejaman Fir'aun membunuh bayi laki-laki
Suatu ketika, Fir'aun bermimpi, yang oleh dukun peramalnya mimpi itu diartikan
dengan akan lahirnya seorang bayi laki-laki dari Bani Israil yang akan merampas
kekuasaan raja. Seketika itu Fir'aun menginstruksikan seluruh pasukannya untuk
membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir.
Ibu Musa, Yukabad, istri Imron bin Qahat bin Lewi bin Ya'qub AS, merasa
sangat gelisah karena begitu ketatnya penyelidikan para petugas. Suatu ketika
ibu Musa mendapat petunjuk melalui mimpinya agar anaknya yang berusia 3 bulan
dimasukkan ke dalam kotak lalu dihanyutkan ke sungai Nil. Allah SWT menjamin
bahwa bayinya pasti akan selamat, bahkan Yukabad kelak tetap akan dapat
merawatnya.
Isyarat itu dilaksanakan dengan penuh ketabahan dan tawakal. Kakak Musa
diperintahkan untuk mengikuti kemana peti itu hanyut dan di tangan siapakah
Musa nanti ditemukan. Kotak yang berisi bayi itu tiba-tiba tersangkut di pohon
dan berhenti di belakang rumah Fir'aun. Puteri Fir'aun menemukan peti tsb, dan
ia adalah seorang yang berpenyakit belang. Ketika menyentuh Musa, mendadak
penyakitnya sembuh. Dengan perasaan gembira ia membawa peti itu kepada Asiah,
istri Fir'aun, dan memberitahu apa yang telah terjadi. Asiah mengambil bayi itu
dan berniat untuk memeliharanya.
Asiah adalah seorang yang beriman kepada Allah SWT. Namun lantaran takut
oleh kekejaman Fir'aun, ia menyembunyikan keimanannya. Ketika itu Fir'aun
mendengar adanya wanita cantik bernama Asiah, dan ia pun menikahinya. Namun
tatkala ia hendak menggauli istrinya itu, seluruh badannya tiba-tiba menjadi
kaku sehingga ia pun tidak bisa mendekatinya, hanya bisa memandangnya.
Fir'aun merasa curiga terhadap bayi yang ditemukan istrinya, tetapi Asiah
tetap bersikeras untuk memeliharanya karena ia sudah lama mendambakan anak.
Bayi itu oleh Asiah diberi nama Musa, yang artinya air dan pohon (mu = air, sa
= pohon).
di antara sejumlah inang pengasuh pilihan Asiah, bayi Musa hanya mau menyusu
pada Yukabad, sehingga Asiah akhirnya menerima Yukabad sebagai inang pengasuh
Musa. Dengan demikian janji Allah SWT bahwa Yukabad tetap akan mendapatkan
kembali bayinya terpenuhi.
Kisah ini dapat ditemui dalam surat Al-Qasas: 4-13.
Musa meninggalkan Mesir
Setelah selesai masa penyusuan bersama ibunya, Musa dikembalikan lagi ke istana
Fir'aun. Ia dipelihara sebagaimana anak-anak raja yang lain. Berpakaian seperti
Fir'aun, mengendarai kendaraan Fir'aun, sehingga ia dikenal sebagai Pangeran
Musa bin Fir'aun.
Walaupun dididik dalam tradisi istana, sejak kecil Musa memahami bahwa ia
bukan anak Fir'aun melainkan keturunan Bani Israil yang tertindas. Karena
prihatin terhadap nasib rakyat yang dianiaya oleh keluarga raja dan para
pembesar kerajaan, Musa bertekad untuk membela kaumnya yang lemah.
Suatu saat tindakan Musa membela seorang anggota kaumnya yang berkelahi
melawan seorang dari golongan Fir'aun menyebabkan yang terakhir ini tewas. Seorang
saksi yang melihat kejadian itu lalu melaporkan pada Fir'aun. Mengetahui bahwa
Musa membela orang Israil, Fir'aun segera memerintahkan orang untuk menangkap
Musa. Akhirnya Musa melarikan diri dan memutuskan untuk meninggalkan Mesir. Ia
bertaubat dan memohon ampun kepada Allah. Saat itu ia berusia 18 tahun.
Kisah ini terdapat dalam surat Al-Qasas: 14-21.
Musa pergi ke Madyan, kota tempat tinggal Nabi Syu'aib AS. Dari Mesir ke
Madyan harus ditempuh berjalan kaki selama 8 hari. Karena kelelahan dan merasa
lapar, Musa beristirahat di bawah pepohonan. Tak jauh dari tempatnya
beristirahat, ia melihat dua orang gadis berusaha berebut untuk mendapatkan air
di sumur guna memberi minum ternak yang mereka gembalakan. Kedua gadis itu
berebutan dengan sekelompok pria-pria kasar yang tampak tidak mau mengalah.
Melihat itu, Musa segera bergerak menolong kedua gadis tsb. Laki-laki kasar
tadi mencoba melawan Musa, tapi Musa dapat mengalahkan mereka.
Musa menikah
Kedua gadis ini tak lain adalah putri-putri Nabi Syu'aib AS. Mereka lalu
melaporkan kejadian yang telah dialami bersama Musa kepada ayah mereka. Syu'aib
lalu menyuruh kedua putrinya untuk mengundang Musa datang ke rumah mereka.
Musa memenuhi undangan itu. Keluarga Syu'aib sangat senang melihat Musa.
Sikapnya sopan dan tampak sekali ia seorang pemuda bermartabat dari kalangan
bangsawan. Kepada Syu'aib, Musa menceritakan peristiwa pembunuhan yang telah
dilakukannya, yang menyebabkan ia terusir dari Mesir. Syu'aib menyarankan agar
ia tetap tinggal di rumahnya agar terhindar dari kejaran orang-orang Fir'aun.
Syu'aib bermaksud menikahkan Musa dengan salah seorang putrinya. Sebagai
syarat mas kawin, Musa diminta bekerja menggembalakan ternak-ternak milik Nabi
Syu'aib selama 8 tahun. Musa menyanggupi syarat tsb, bahkan ia menggenapkan
masa kerjanya menjadi 10 tahun. Ia menjalani pekerjaannya dengan sabar. Selama
itu, nampaklah oleh keluarga Syu'aib bahwa Musa adalah pemuda yang kuat,
perkasa, jujur dan dapat diandalkan. Tak salah jika Nabi Syu'aib mengambilnya
sebagai menantu.
Musa sangat bahagia hidup bersama istrinya. Nabi Syu'aib juga lega karena
anaknya mendapat pelindung yang dapat dipercaya.
Kisah tentang hal ini terdapat dalam surat Al-Qasas: 22-28.
Musa kembali ke Mesir
Sepuluh tahun setelah meninggalkan Mesir, Musa berniat kembali ke sana bersama
istrinya. Musa sadar, tidak mustahil bahwa orang-orang Mesir masih akan
mencarinya, oleh sebab itu ia dan istrinya tidak berani melalui jalan biasa
melainkan memilih jalan memutar.
Sampai suatu malam, mereka tersesat tak tahu arah mana yang harus ditempuh
untuk meneruskan perjalanan ke Mesir. Saat itulah Musa melihat ada cahaya api
terang benderang di atas sebuah bukit. Musa berkata kepada istrinya,
"Tunggu disini, aku akan mengambil api itu untuk menerangi jalan
kita."
Tatkala Musa menghampiri api tsb, tiba-tiba terdengar suara menyeru, "Hai
Musa! Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu. Sesungguhnya
kamu berada di lembah suci Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah
apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah. Tiada
Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku, dan dirikanlah sholat untuk mengingat
Aku."
Inilah wahyu pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa AS. Dengan
diterimanya wahyu ini, maka Musa telah diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Sebagai
rasul, Allah SWT memberinya mukjizat berupa tongkat yang bisa berubah menjadi
ular dan tangannya yang dapat bersinar putih cemerlang setelah dikepitkan di
ketiaknya.
Kisah ini dapat dilihat pada surat Tâhâ: 9-23.
Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk berdakwah kepada Fir'aun. Musa
masih merasa takut karena dulu ia pernah membunuh orang Mesir, namun Allah
menjanjikan perlindungan untuknya, maka tentramlah hatinya. Untuk lebih
memantapkan dakwahnya, Musa memohon kepada Allah agar ia ditemani oleh Harun,
saudaranya, karena Harun amat cakap dalam berbicara dan berdebat. Permintaan
Musa dikabulkan. Harun yang masih berada di Mesir digerakkan hatinya oleh Allah
sehingga ia berjalan menemui Musa.
Hal tsb dinyatakan dalam surat Al-Qasas: 32-35 dan surat Tâhâ: 42-47.
Akhirnya bersama-sama Harun, Musa menghadap Fir'aun. Ia mengadakan dialog
dengan Fir'aun tentang Tuhan. Namun Fir'aun menanggapinya dengan sinis dan
mengejek Musa tak tahu diri. Dulu ia diasuh dan dibesarkan di istana Mesir,
tapi kini ia malah berbalik menentang Fir'aun. Musa menjawab bahwa semua itu
terjadi disebabkan karena ulah Fir'aun sendiri. Seandainya Fir'aun tidak
memerintahkan membunuh bayi laki-laki, tidak mungkin ia dihanyutkan di sungai
Nil sampai akhirnya ditemukan dan diangkat anak oleh istri Fir'aun. Musa tidak
merasa berhutang budi pada Fir'aun.
Musa mengatakan bahwa sesungguhnya Fir'aun bukanlah Tuhan. Ada Tuhan lain
yang berhak disembah, Tuhan nenek moyang mereka, Tuhan seluruh alam semesta.
Fir'aun sangat murka dan meminta Musa untuk menunjukkan tanda-tanda kebesaran
Tuhan.
Keberhasilan Musa melawan ahli-ahli sihir Fir'aun
Di depan masyarakat luas, Nabi Musa AS dapat menunjukkan mukjizatnya menghadapi
ahli-ahli sihir Fir'aun. Musa mempersilakan ahli-ahli sihir Fir'aun untuk
mempertunjukkan kebolehan mereka lebih dulu. Mereka lalu melemparkan tali dan
tongkat-tongkatnya. Tak lama kemudian tali-tali dan tongkat-tongkat itu berubah
menjadi ular yang ribuan ekor banyaknya. Fir'aun tertawa bangga menyaksikan
kebolehan para ahli sihirnya. Masyarakat yang hadir disana juga terkagum-kagum.
Dengan tenang Musa melemparkan tongkatnya, tongkat itu segera berubah
menjadi ular yang sangat besar dan langsung melahap ular-ular para ahli sihir
Fir'aun. Dalam waktu singkat, ular-ular itu habis ditelan oleh ular Nabi Musa.
Para ahli sihir itu terbelalak heran. Apa yang diperlihatkan Musa bukanlah
seperti sihir yang mereka pelajari dari syaitan. Sadar akan hal itu, para ahli
sihir tsb berlutut kepada Musa, dan menyatakan diri sebagai pengikut ajaran
yang dibawanya. Mereka bertaubat dan hanya akan menyembah Allah saja.
Kisah ini dijelaskan dalam surat Asy-Syu'arâ': 18-51
Fir'aun sangat murka melihat pembelotan para ahli sihir yang telah bertaubat
itu. Ia mengancam akan menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat kejam, namun
para ahli sihir itu tetap memilih menjadi pengikut Musa. Akhirnya Fir'aun
memerintahkan untuk memotong tangan dan kaki mereka, serta menyalib mereka di
batang pohon kurma. Mereka pun menerimanya dengan sabar dan tetap beriman
kepada Allah. Jumlah mereka saat itu 70 orang.
Azab bagi Fir'aun dan pengikutnya
Kejengkelan Fir'aun memuncak setelah Nabi Musa AS memperoleh pengikut yang
lebih banyak. Fir'aun menjadi semakin kejam terhadap Bani Israil. Nabi Musa AS
senantiasa menyuruh kaumnya untuk bersabar menghadapi kesewenang-wenangan
Fir'aun. Fir'aun pun tak henti-hentinya mengejek dan menghina Musa.
Karena semakin lama tindakan Fir'aun makin merajalela, Nabi Musa AS berdoa
kepada Allah SWT agar Fir'aun dan pengikutnya diberi azab. Allah SWT
mengabulkan doa Musa. Kerajaan Fir'aun dilanda krisis keuangan. Selain itu
wilayah Mesir dilanda kemarau panjang. Banyak panen yang gagal, tanaman dan
pepohonan banyak yang mati, disusul badai topan yang merobohkan rumah-rumah mereka.
Jutaan belalang berdatangan menyerbu hewan dan perkebunan, juga kutu dan katak.
Setelah kemarau, muncul banjir besar. Akibat banjir itu kemudian juga muncul
wabah penyakit. Anak laki-laki bangsa Mesir mendadak mati, tak terkecuali
anak-anak Fir'aun sendiri, termasuk putra mahkota.
Pengikut Fir'aun mendatangi Nabi Musa AS untuk memohon agar azab itu dicabut
dari mereka dengan janji mereka akan beriman. Namun ketika Allah SWT
mengabulkan permintaan itu, mereka ingkar terhadap janjinya.
Riwayat ini terdapat dalam surat Al-Mu'minûn: 26, Az-Zukhruf: 51-54, Yûnus:
88-89, dan Al-A'râf: 130-135.
Peristiwa Laut Merah terbelah
Bani Israil yang makin menderita karena ulah Fir'aun dan pengikutnya meminta
Nabi Musa AS untuk membawa mereka keluar dari Mesir. Setelah mendapat wahyu
dari Allah agar mengajak kaumnya pergi meninggalkan Mesir, Musa lalu membawa
kaumnya ke Baitulmakdis. Mereka pergi secara diam-diam di malam hari. Ketika
sampai di tepi Laut Merah, mereka baru menyadari bahwa tentara Fir'aun mengejar
mereka. Para pengikut Musa sangat panik karena tidak bisa lari kemana pun. Saat
itulah turun wahyu agar Musa memukulkan tongkatnya ke laut. Laut pun membelah
hingga terbentang jalan bagi Musa dan pengikutnya untuk menyeberang. Fir'aun
dan tentaranya mengejar rombongan itu, namun ketika Musa dan pengikutnya telah
sampai di tepi sementara Fir'aun dan tentaranya masih di tengah laut, atas
perintah Allah laut pun kembali menutup hingga Fir'aun dan pasukannya
tenggelam.
Di saat-saat terakhir menjelang kematiannya, Fir'aun sempat bertaubat dan
menyatakan diri beriman kepada Allah. Namun taubat menjelang ajal yang
dilakukan oleh Fir'aun itu sudah terlambat dan tidak lagi diterima oleh Allah,
sehingga matilah ia dalam keadaan tetap kafir.
Kisah tentang ini terdapat dalam surat Tâhâ: 77-79, Asy-Syu'arâ: 60-68, dan
Yûnus: 90-92.
Ternyata, mayat Fir'aun tetap utuh sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an
surat Yûnus: 92, sebagai tanda bagi umat yang kemudian. Ini telah terbukti
dengan diketemukannya mummi Fir'aun (Pharaoh) di Mesir pada abad ke-20 M.
Karunia bagi Bani Israil
Dalam perjalanan ke Mesir, Bani Israil sangat manja. Saat mereka haus, Musa
memukulkan tongkatnya ke batu. Dari batu tsb, memancarlah 12 mata air, sesuai
dengan jumlah suku (sibith) Bani Israil, sehingga masing-masing suku memiliki
mata air sendiri.
Di Gurun Sinai yang panas terik, tak ada rumah untuk dihuni, tak ada pohon
untuk berteduh, maka Allah menaungi mereka dengan awan.
Ketika bekal makanan dan minuman mereka habis, mereka pun meminta Musa memohon
pada Allah SWT agar diberikan makanan dan minuman, maka Allah menurunkan kepada
mereka Manna dan Salwa. Manna adalah makanan yang turun dari udara seperti
turunnya embun, turun di atas batu dan daun pohon. Rasanya manis seperti madu.
Sedang Salwa adalah sejenis burung puyuh yang datang berbondong-bondong silih
berganti sampai-sampai hampir menutupi bumi lantaran banyaknya.
Mendapat karunia dan rezki yang demikian melimpahnya dari Allah, Bani Israil
bukannya bersyukur, malah mereka meminta makanan dari jenis yang lain lagi.
Disinilah mulai terlihat betapa Bani Israil itu sangat kufur terhadap nikmat
Allah.
Berbagai tuntutan dan permintaan dari Bani Israil ini diceritakan dalam
surat Al-A'râf: 160 dan Al-Baqarah: 61.
Turunnya kitab Taurat
Setelah persoalan dengan Fir'aun selesai, Nabi Musa AS memohon untuk diberikan
kitab suci sebagai pedoman. Allah SWT lalu memerintahkan Nabi Musa AS untuk
berpuasa selama 30 hari dan pergi berkhalwat ke Bukit Thur Al-Aiman atau
Thursina. Sebelum pergi, Musa meminta Harun menjadi wakilnya untuk mengurus
kaumnya.
Setelah berpuasa selama 30 hari, Allah memerintahkannya berpuasa 10 hari
lagi untuk menggenapkan ibadahnya menjadi 40 hari. Setelah itu Allah berbicara
kepadanya dengan Kalam-Nya yang Azali, sehingga Musa pun memiliki keistimewaan
yang tidak dimiliki oleh manusia lain.
Dalam kesempatan bermunajat di Bukit Thursina ini, timbul kerinduan Musa
untuk bertemu Allah SWT. Ia pun meminta agar Allah SWT mengizinkan dirinya
untuk melihat Zat-Nya. Allah SWT mengatakan bahwa ia telah meminta sesuatu yang
diluar kesanggupannya. Allah SWT kemudian menyuruh Musa untuk melihat ke sebuah
bukit. Allah akan menampakkan wujudnya kepada bukit itu. Jika bukit itu tetap
tegak berdiri, maka Musa dapat melihat-Nya, namun jika bukit yang lebih besar
darinya itu tak mampu bertahan, maka lebih-lebih lagi dirinya. Ketika Musa
mengarahkan pandangan ke bukit tsb, seketika itu juga bukit itu hancur luluh.
Melihat itu Musa merasa terkejut dan ngeri, ia pun jatuh pingsan.
Setelah sadar, ia bertasbih dan bertahmid seraya memohon ampun kepada Allah
SWT atas kelancangannya. Selanjutnya, Allah SWT memberikan kitab Taurat sebagai
kitab suci yang berupa kepingan-kepingan batu. Di dalamnya tertulis pedoman
hidup dan penuntun beribadah kepada Allah SWT.
Kisah munajat Nabi Musa AS di Bukit Thursina ini diceritakan dalam surat
Al-A'râf: 142-145.
Patung anak sapi
Sepeninggal Nabi Musa AS, Bani Israil dihasut oleh seorang munafik bernama
Samiri. Karena keyakinan tauhid mereka yang memang belum terlalu tebal, dengan
mudah mereka termakan hasutan Samiri. Bani Israil membuat patung anak sapi yang
disembah sebagai tuhan mereka.
Sebelum pergi ke bukit Thursina, Musa berkata kepada kaumnya bahwa ia akan
meninggalkan mereka tidak lebih dari 30 hari. Ketika Allah memerintahkannya
untuk menambah ibadahnya 10 hari lagi sehingga bertambah lama kepergiannya,
maka mereka menganggapnya telah melupakannya. Samiri mengatakan kepada Bani
Israil bahwa keterlambatan Musa ini disebabkan karena mereka telah membuat
marah Tuhan dengan mengambil perhiasan-perhiasan dari kuburan orang-orang
Mesir. Maka untuk meminta ampun kepada Tuhan dan agar Musa mau kembali pada
mereka, mereka harus melemparkan perhiasan-perhiasan tsb ke dalam api.
Mereka pun percaya dengan hasutan Samiri. Para wanita-wanita Bani Israil
lalu melemparkan perhiasan-perhiasan emas mereka ke dalam api. Dari emas yang
terkumpul itu Samiri lalu membuat patung anak sapi. Dengan teknik khusus, ia
membuat angin bisa masuk dan menimbulkan suara dari mulut patung itu sehingga
seolah-olah patung itu dapat berbicara. Kemudian Samiri menyuruh Bani Israil
untuk menyembahnya.
Nabi Harun AS tidak berdaya menghadapi kaumnya yang kembali murtad itu.
Ketika Nabi Musa AS kembali, ia sangat marah dan bersedih hati melihat perilaku
kaumnya. Mula-mula ia pun marah kepada Harun yang dianggapnya tidak bisa
menjaga kaumnya dengan baik, namun setelah mendengar penjelasan dari Harun, ia
pun tenang kembali. Ia mengusir Samiri dan menjelaskan pada kaumnya tentang
perbuatan mereka yang salah. Sebagai hukuman, Samiri diberi kutukan oleh Allah,
jika ia disentuh atau menyentuh manusia, maka badannya akan menjadi panas
demam. Itulah azab Samiri di dunia, seumur hidupnya ia tidak bisa berhubungan
dengan siapa pun.
Setelah Samiri pergi, Musa membakar patung anak sapi sembahan Bani Israil
dan membuang abunya ke laut. Allah SWT kemudian memerintahkan Musa AS agar
membawa sekelompok kaumnya untuk memohon ampun atas dosa mereka menyembah
patung anak sapi. Musa mengajak 70 orang terpilih dari Bani Israil ke Bukit
Thursina. Setelah mereka berpuasa menyucikan diri, muncullah awan tebal di
bukit itu. Nabi Musa AS dan rombongannya memasuki awan gelap itu dan bersujud.
Ketika bersujud, 70 orang itu mendengar percakapan antara Nabi Musa AS dengan
Allah SWT. Timbul keinginan mereka untuk melihat Zat Allah. Bahkan mereka
menyatakan tidak akan beriman sebelum melihat-Nya. Seketika itu pula tubuh
mereka tersambar halilintar hingga mereka pun tewas.
Nabi Musa AS memohon agar kaumnya diampuni dan dihidupkan kembali. Maka
Allah SWT pun membangkitkan kembali 70 orang pengikut Musa itu. Musa lalu
menyuruh mereka bersumpah untuk berpegang teguh pada kitab Taurat sebagai
pedoman hidup, dan beriman kepada Allah SWT.
Cerita ini terdapat dalam Al Qur'an surat Al-A'râf: 149-155 dan Al-Baqarah: 55,
56, 63, 64.
Sapi Betina (Al Baqarah)
Suatu hari terjadi peristiwa pembunuhan di antara kaum Nabi Musa. Untuk
mengetahui siapa pembunuh orang tsb, atas petunjuk Allah SWT, Musa
memerintahkan kaumnya untuk mencari seekor sapi betina. Dengan lidah sapi itu
nantinya mayat yang terbunuh akan dipukul dan akan hidup lagi atas kehendak dan
izin dari Allah SWT.
Kaum Bani Israil sebenarnya enggan melaksanakan perintah ini, karenanya
mereka sangat cerewet dan banyak bertanya dengan harapan supaya Allah SWT
akhirnya membatalkannya, sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur'an surat
Al-Baqarah: 67-71.
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina. Mereka berkata: Apakah kamu
hendak menjadikan kami buah ejekan? Musa menjawab: Aku berlindung kepada Allah
agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil. (QS. 2:67)
Mereka menjawab: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami, agar dia menerangkan
kepada kami, sapi betina apakah itu? Musa menjawab: Sesungguhnya Allah
berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi yang tidak tua dan tidak muda,
pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. (QS.
2:68)
Mereka berkata: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami agar Dia menerangkan
kepada kami apa warnanya. Musa menjawab: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa
sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi
menyenangkan orang-orang yang memandangnya. (QS. 2:69)
Mereka berkata: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami agar Dia menerangkan
kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu
(masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat
petunjuk (untuk memperoleh sapi itu). (QS. 2:70)
Musa berkata: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi
betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk
mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya. Mereka berkata: Sekarang
barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya. Kemudian mereka
menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. (QS.
2:71)
Nama surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina diambil karena dalam surat ini
terdapat kisah penyembelihan sapi betina.
Dapat dilihat pada ayat-ayat tsb bahwa sikap Bani Israil yang cerewet justru
telah menyulitkan mereka sendiri. Seandainya ketika diperintahkan pertama kali
mereka langsung melaksanakannya, tentulah mereka tidak akan repot, tetapi
mereka malah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang rumit sehingga hampir saja
mereka tidak dapat menemukan sapi sesuai ciri-ciri yang diterangkan oleh Musa.
Begitu sapi sudah diperoleh, mereka lalu menyembelihnya dan lidah sapi itu
dipukulkan ke tubuh mayat orang yang terbunuh. Seketika itu ia menjadi hidup
kembali dan menceritakan bahwa ia telah dibunuh oleh sepupunya sendiri.
Allah mengharamkan tanah Palestina bagi Bani Israil
Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS membawa kaumnya ke Palestina, tempat suci
yang telah dijanjikan bagi Nabi Ibrahim AS sebagai tempat tinggal anak cucunya.
Bani Israil yang telah mendapat berbagai karunia dari Allah SWT adalah kaum
yang keras kepala dan tidak bersyukur.
Sebelum mengajak kaumnya berhijrah, Musa mengutus perintis jalan untuk
menyelidiki tentang penduduk penghuni Palestina. Ketika kembali, para perintis
jalan itu mengabarkan bahwa tanah suci tsb dihuni oleh suku Kana'an yang
kuat-kuat, dan kota-kotanya memiliki benteng yang kokoh. Mengetahui hal itu,
merasa gentarlah Bani Israil dan tidak mau mematuhi perintah Musa untuk menyerang.
Mereka hanya mau kesana jika suku itu telah disingkirkan terlebih dahulu.
Nabi Musa AS sangat marah terhadap sikap kaumnya itu, karena sikap tsb
mencerminkan bahwa mereka belum benar-benar beriman kepada Allah SWT, padahal
Allah SWT telah berjanji bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan mampu
mengalahkan suku Kana'an. Di antara Bani Israil itu, ada 2 orang bertakwa yang
menasihati mereka agar masuk dari pintu kota supaya mereka bisa menang. Akan
tetapi Bani Israil menolak nasihat itu dan melontarkan kepada Musa kalimat yang
menunjukkan pembangkangan dan sifat pengecut, "Pergilah engkau bersama
Tuhanmu dan berperanglah, sementara kami menunggu di sini."
Habislah kesabaran Musa. Ia lalu memanjatkan doa agar Allah SWT memberikan
putusan-Nya atas sikap kaumnya. Sebagai hukuman bagi Bani Israil yang menolak
perintah Allah SWT, Allah SWT mengharamkan wilayah Palestina selama 40 tahun
bagi mereka. Mereka akan tersesat, padahal tanah yang dijanjikan sudah ada di
depan mata. Selama itu mereka akan berkeliaran di muka bumi tanpa memiliki
tempat bermukim yang tetap.
Hal ini dikisahkan dalam surat Al-Maidah: 20-26.
Pertemuan Musa dengan orang saleh
Pada suatu kesempatan berkhutbah di hadapan kaumnya, Nabi Musa AS mengatakan
bahwa dirinyalah yang paling pandai dan berpengetahuan. Allah SWT menegur
sikapnya ini dan berfirman, "Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba di
tepi laut yang lebih pandai darimu."
Berkatalah Musa, "Wahai Tuhanku, apa yang harus kuperbuat untuk bertemu
dengannya?"
Allah berfirman, "Ambillah seekor ikan kecil dan letakkan di dalam
keranjang. Dimanapun engkau kehilangan ikan itu, maka disitulah ia
berada."
Musa melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah kepadanya. Ia mengambil
seekor ikan kecil, kemudian ia pergi dengan ditemani seorang sahayanya. Saat
mereka tiba di pertemuan antara dua buah laut, mereka duduk sejenak untuk
beristirahat. Tertidurlah mereka, sementara saat itu turun hujan sehingga ikan
yang mereka bawa dapat melompat dan meluncur ke laut.
Sahaya Musa mengetahui hal ini, namun ia lupa memberitahukannya kepada Musa.
Mereka terus melanjutkan perjalanan. Ketika mereka merasa lapar dan hendak
makan, saat itulah sahaya Musa teringat akan ikan yang hilang itu, maka ia pun
memberitahu Musa. Mendengar itu Musa sangat gembira. "Inilah yang kita
cari. Mari kita kembali untuk mengikuti jejak dimana ikan itu hilang."
Belum sampai di tempat yang dituju, Musa telah bertemu dengan orang yang
dimaksud. Hamba Allah SWT yang saleh itu dikenal dengan nama Nabi Khidir AS.
Nabi Musa AS yang ingin belajar dari hamba-Nya yang saleh itu meminta agar
diizinkan mengikuti Nabi Khidir. Nabi Khidir menjawab bahwa ia tidak akan dapat
sabar atas keikutsertaannya, karena ia akan melihat tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan syariatnya. Namun Musa berkata bahwa ia akan bersabar dan
tidak akan menentang urusan Nabi Khidir. Akhirnya Nabi Khidir mengizinkan Musa
untuk mengikutinya, namun dengan syarat bahwa Musa tidak boleh mempertanyakan
tindakan-tindakan yang akan dilakukannya, karena pada akhirnya ia akan menceritakan
rahasia di balik tindakan-tindakannya itu.
Pergilah Musa bersama Nabi Khidir menyusuri tepi laut. Tiba-tiba lewat di
depan mereka sebuah kapal, maka keduanya meminta kepada penumpang-penumpangnya
untuk mengangkut mereka. Mereka diizinkan menumpang, lalu keduanya pun naik ke
kapal itu. Saat para penumpang lengah, Nabi Khidir melubangi dinding kapal yang
terbuat dari kayu itu sedemikian rupa sehingga kerusakannya akan mudah untuk
diperbaiki. Musa yang melihat kejadian ini merasa ngeri dan tanpa sadar ia lupa
dengan perjanjiannya untuk tidak mengajukan pertanyaan apa pun, maka ia pun
berkata, "Apakah engkau merusak kapal orang-orang yang telah menghormati
kita? Engkau telah melakukan sesuatu yang tercela."
Nabi Khidir mengingatkan kepada Musa akan perjanjian mereka, maka sadarlah
Musa, ia meminta supaya jangan dihukum atas kelupaannya ini. Keduanya lalu
meneruskan perjalanan dan bertemu dengan seorang anak yang sedang bermain
bersama kawan-kawannya. Nabi Khidir lalu membujuk anak itu ikut dengannya dan
membawanya ke tempat yang agak jauh dari teman-temannya, lalu ia membunuhnya.
Panas hati Musa melihat perbuatan yang keji ini sehingga dengan marah ia
berkata, "Apakah engkau membunuh jiwa yang suci bersih tanpa dosa? Engkau
telah berbuat sesuatu yang mungkar."
Nabi Khidir kembali mengingatkan Musa akan syarat yang berlaku antara keduanya.
Musa menyesal atas ketidaksabarannya. Ia pun berkata, "Jika setelah ini
aku bertanya lagi kepadamu, maka janganlah menemani aku, karena sudah cukup
alasan bagiku untuk berpisah denganmu."
Kemudian keduanya pun meneruskan perjalanan kembali. Saat merasa haus dan
lapar, masuklah mereka ke sebuah desa. Mereka meminta kepada penghuninya supaya
bersedia memberi mereka makan dan menjadikan mereka sebagai tamu, namun
permintaan mereka ini ditolak dengan kasar oleh penghuni desa tsb.
Dalam perjalanan pulang, mereka mendapati sebuah dinding yang hampir roboh.
Nabi Khidir lalu memperbaiki dinding yang roboh itu dan mendirikan bangunannya.
Melihat ini, Musa tidak tahan lalu bertanya, "Apakah engkau mau membalas
orang-orang yang telah mengusir kita dengan memperbaiki dinding rumah mereka?
Andaikata engkau kehendaki, engkau bisa meminta upah atas pekerjaanmu untuk
membeli makanan."
Dengan timbulnya pertanyaan Musa ini, maka berpisahlah ia dengan Nabi
Khidir. Namun sebelum berpisah, Nabi Khidir menjelaskan rahasia-rahasia
perbuatannya. Ia berkata, "Mengenai kapal yang aku lubangi dindingnya, itu
adalah kepunyaan beberapa orang miskin yang tidak punya harta selain itu, dan
aku mengetahui bahwa ada seorang raja yang suka merampas setiap kapal yang baik
dari pemiliknya. Sebab itu aku merusaknya sedikit supaya nantinya mudah
diperbaiki lagi, dan bila raja melihatnya ia pun menduga kapal itu adalah kapal
yang buruk sehingga ia akan membiarkannya pada pemiliknya dan selamatlah kapal
itu pada mereka.
Mengenai anak kecil yang aku bunuh, ia adalah seorang anak yang menampakkan
tanda-tanda kerusakan sejak kecil, sedang kedua orangtuanya adalah orang-orang
yang beriman dan saleh. Aku khawatir rasa kasih sayang orangtua terhadap
anaknya akan membuat mereka menyeleweng dari kesalehan mereka dan
menjerumuskannya ke dalam kekafiran dan kesombongan, maka aku pun membunuhnya
untuk menenangkan kedua orangtua yang beriman ini, dan anak yang jahat itu
semoga akan diberi gantinya oleh Allah SWT dengan anak yang lebih baik dan
lebih berbakti serta lebih sayang kepada kedua orangtuanya.
Adapun dinding rumah yang kudirikan, itu adalah milik dua anak yatim di kota
itu yang di bawahnya terdapat harta terpendam kepunyaan mereka, dan ayah mereka
adalah seorang yang saleh. Maka Tuhanmu yang Maha Pemurah ingin menjaga harta
itu bagi mereka sampai mereka dewasa dan mengeluarkannya.
Semua yang kuperbuat itu bukanlah atas usahaku, melainkan itu adalah wahyu dari
Allah SWT. Dan inilah penjelasan dari kejadian-kejadian yang mana engkau tidak
bisa bersabar."
Kisah pertemuan Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS ini terdapat dalam surat
Al-Kahfi: 60-82.
Kisah Qarun dan hartanya
Tersebutlah seorang pengikut Nabi Musa AS yang sangat kaya, yang bernama Qarun.
Meskipun sangat kaya, namun ia tidak mau menyedekahkan hartanya bagi fakir
miskin. Nasihat-nasihat Nabi Musa AS tidak dipedulikannya, bahkan ia mengejek
dan memfitnah Nabi Musa AS.
Guna memberi pelajaran pada Qarun dan memberi contoh pada kaumnya, Musa
memanjatkan doa agar Allah SWT menurunkan azabnya pada diri hartawan itu. Allah
SWT lalu memberi azab dengan menguburkan semua harta kekayaan beserta diri
Qarun melalui bencana tanah longsor yang dahsyat.
Kisah Qarun dan hartanya ini terdapat dalam surat Al-Qasas: 76-82.
Larangan hari sabath
Sesuai dengan syariat dalam Taurat, Nabi Musa menentukan hari Sabtu sebagai
hari untuk berkumpul dan beribadah. Pada hari itu kaum Bani Israil dilarang
untuk melakukan usaha apa pun, termasuk berniaga dan mencari ikan. Namun pada
hari Sabtu tsb justru ikan-ikan sangat banyak terlihat di laut.
Sesungguhnya ini merupakan kehendak Allah SWT untuk menguji keimanan dan
ketaatan Bani Israil. Ternyata mereka tidak tahan dengan ujian ini dan
melanggar larangan hari Sabath, oleh sebab itu Allah kemudian mengutuk sebagian
mereka menjadi kera.
Hal ini disebutkan dalam surat Al-Baqarah: 65 dan Al-A'râf: 166
16. Harun AS
Nabi Harus AS diutus oleh Allah SWT untuk membantu tugas kerasulan Nabi Musa
AS. Dalam berbicara, ia lebih cakap daripada Nabi Musa AS. Ketika Nabi Musa AS
pergi ke Bukit Sina untuk menerima wahyu, umatnya dititipkan kepada Nabi Harus
AS. Namun setelah Nabi Musa AS kembali, ia mendapati mereka telah menyembah
patung anak sapi. Melihat itu, Musa sangat marah dan bersedih hati. Dalam Al
Qur'an diceritakan:
Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati
berkatalah dia: Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah
kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Rabbmu? Dan Musa melemparkan
luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil
menariknya ke arahnya. Harun berkata: Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini
telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka mau membunuhku, sebab itu
janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu
masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim. (QS Al-A'râf: 150)
Akhirnya Musa pun sadar, ia lalu berdoa kepada Allah SWT seperti tersebut dalam
Al Qur'an:
Musa berdoa: Ya Rabbku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke
dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.
(QS Al-A'râf: 151)
Nabi Harun AS wafat sebelum Nabi Musa AS. Ia dikuburkan oleh Nabi Musa AS di
Bukit Hur di Gurun Sinai.
17. Daud AS
Nabi Daud AS adalah salah seorang nabi dari Bani Israil, yaitu dari sibith
Yahuda. Ia merupakan keturunan ke-13 dari Nabi Ibrahim AS.
Thalut Sang Raja
Sesudah Nabi Harun dan Nabi Musa wafat, kaum Bani Israil dipimpin oleh Nabi
Yusya' bin Nun, yang memang telah ditunjuk oleh Nabi Musa untuk menggantikan
beliau sesaat sebelum kewafatannya. Berkat kepemimpinan Yusya' bin Nun mereka
dapat menguasai tanah Palestina dan bertempat tinggal di istana. Namun setelah
Yusya bin Nun wafat, mereka terpecah belah. Isi kitab Taurat berani mereka
rubah dan ditambah-tambah. Mereka sering bersilang pendapat sesama mereka
sendiri, hingga akhirnya hilanglah kekuatan persatuan mereka. Tanah Palestina
diserbu dan dikuasai bangsa lain.
Bani Israil menjadi bangsa jajahan yang tertindas. Mereka merindukan
datangnya seorang pemimpin yang tegas dan gagah berani untuk melawan penjajah.
Pada suatu hari, mereka pergi menemui Nabi Samuel untuk meminta petunjuk.
"Wahai Samuel, angkatlah salah seorang di antara kami sebagai Raja yang
akan memimpin kita berperang melawan penjajah."
Tetapi Nabi Samuel menjawab, "Aku khawatir bila sudah mendapat pemimpin
yang dipilih Allah, kalian justru tidak mau berangkat perang."
"Kita sudah lama menjadi bangsa tertindas," kata mereka. "Kita
tidak mau menderita lebih lama lagi."
Karena didesak oleh kaumnya, Nabi Samuel kemudian berdoa kepada Allah SWT
agar menetapkan satu di antara mereka menjadi pemimpin. Doa Nabi Samuel
dikabulkan, Allah memilih Thalut sebagai Raja yang memimpin mereka. Tapi
ternyata begitu mendengar nama Thalut diucapkan oleh Nabi Samuel, mereka justru
menolak dengan alasan bahwa Thalut tidak begitu dikenal, ia hanya seorang
petani biasa yang sangat miskin.
Nabi Samuel kemudian menjelaskan bahwa walaupun Thalut itu petani biasa, namun
ia pandai strategi perang, tubuhnya kekar dan kuat, dan pandai tentang ilmu
tata negara. Baru akhirnya mereka mau menerima Thalut sebagai Raja mereka.
Kisah Jalut dan Daud
Thalut mengajak orang-orang yang tak punya ikatan rumah tangga dan perdagangan
ke medan perang. Dengan memilih orang-orang terbaik itu, ia berharap mereka
dapat memusatkan diri pada pertempuran dan tak terganggu dengan urusan rumah
tangga dan perdagangan.
Salah seorang anak muda yang ikut dalam barisan Thalut adalah seorang remaja
bernama Daud. Ia diperintah oleh ayahnya untuk menyertai kedua kakaknya yang
maju ke medan perang. Daud tidak diperkenankan maju ke garis depan, ia hanya
ditugaskan untuk melayani kedua kakaknya. Tempatnya di garis belakang. Jika
kakaknya lapar atau haus, dialah yang melayani dan menyiapkan makanan dan
minuman bagi mereka.
Tentara Thalut sebenarnya tidak seberapa banyak. Jauh lebih banyak dan lebih
besar tentara Jalut Sang Penindas (Goliath). Jalut sendiri adalah seorang
panglima perang yang bertubuh besar seperti raksasa. Setiap orang yang
berhadapan dengannya selalu binasa. Tentara Thalut gemetar saat melihat
keperkasaan musuh-musuhnya itu. Demi melihat tentaranya ketakutan, Thalut
berdoa kepada Allah, "Ya Tuhan kami, curahkanlah kesabaran atas diri kami,
dan kokohkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang
kafir."
Maka dengan kekuatan doa itu mereka menyerbu tentara Jalut. Tak mengira
lawan yang berjumlah sedikit itu mempunyai keberanian bagaikan singa terluka,
akhirnya pasukan Jalut dapat diporak-porandakan dan lari tercerai berai.
Tinggallah Jalut Sang Panglima dan beberapa pengawalnya yang masih tersisa.
Thalut dan pengikutnya tak berani berhadapan dengan raksasa itu. Lalu Thalut
mengumumkan, siapa yang dapat membunuh Jalut maka ia akan diangkatnya sebagai
menantu. Tak disangka dan diduga, Daud yang masih berusia remaja tampil ke
depan, minta izin kepada Thalut untuk menghadapi Jalut. Mula-mula Thalut ragu,
mampukah Daud yang masih sangat belia itu mengalahkan Jalut? Namun setelah
didesak oleh Daud, akhirnya ia mengizinkan anak muda itu maju ke medan perang.
Dari kejauhan Thalut mengawasi sepak terjang Daud yang menantang Jalut.
Jalut memang sombong. Ia telah berteriak berkali-kali, menantang orang-orang
Israil untuk berperang tanding. Ia juga mengejek bangsa Israil sebagai bangsa
pengecut dan hinaan-hinaan lainnya yang menyakitkan hati.
Tiba-tiba Daud muncul di hadapan Jalut. Jalut tertawa terbahak-bahak melihat
anak muda itu menantangnya duel. Daud tidak membawa senjata tajam. Senjatanya
hanya ketapel. Berkali-kali Jalut melayangkan pedangnya untuk membunuh Daud,
namun Daud dapat menghindar dengan gesitnya. Pada suatu kesempatan, Daud
berhasil melayangkan peluru ketapelnya tepat di antara kedua mata Jalut.
Jalut berteriak keras, roboh dengan dahi pecah, dan tewaslah ia. Dengan
demikian menanglah pasukan Thalut melawan Jalut. Sesuai janji, Daud lalu
diangkat sebagai menantu Raja Thalut. Ia dinikahkan dengan putri Thalut yang
bernama Mikyai.
Daud menjadi Raja
Disamping menjadi menantu Raja, Daud juga diangkat sebagai penasihatnya. Ia
dihormati semua orang, bahkan rakyatnya seolah lebih menghormati Daud daripada
Thalut. Hal ini membuat Thalut iri hati. Karenanya ia berusaha mencelakakan
Daud ke medan perang yang sulit. Daud ditugaskan membasmi musuh yang jauh lebih
kuat dan lebih besar jumlahnya. Namun Daud justru memenangkan pertempuran itu
dan kembali ke istana dengan disambut luapan kegembiraan rakyatnya.
Thalut makin merasa iri dan tersaingi atas kepopuleran Daud di mata
rakyatnya. Ia terus mencoba membunuh dan menyingkirkan Daud dengan berbagai
cara, namun selalu menemui kegagalan. Daud seolah selalu dilindungi Allah.
Akhirnya terjadilah perang Jalbu' antara Thalut dan Daud serta pendukung
mereka. Dalam peperangan itu Thalut tewas. Setelah kematian Thalut dan putra
mahkotanya yang juga mati dalam pertempuran tsb, maka rakyat langsung
mengangkat Daud sebagai Raja Israil.
Mukjizat Nabi Daud AS
Allah SWT menurunkan kitab Zabur bagi Nabi Daud AS. Selain Zabur, keistimewaan
Nabi Daud AS lainnya adalah setiap pagi dan senja gunung-gunung bertasbih atas
perintah Allah SWT mengikuti tasbihnya. Nabi Daud AS juga memahami bahasa
burung-burung. Binatang juga mengikuti tasbih Nabi Daud AS.
Keistimewaannya dalam beribadah ini diterangkan dalam surat Shâd: 17-19 dan
Saba': 10.
Selain itu kerajaannya yang kuat belum pernah sekalipun dapat terkalahkan.
Sebaliknya, Nabi Daud AS selalu mendapat kemenangan dari semua lawannya. Ia
menduduki takhta kerajaan selama 40 tahun.
Diantaranya mukjizatnya adalah Nabi Daud dapat melunakkan besi seperti
lilin, kemudian ia dapat merubah-rubah bentuk besi itu tanpa memerlukan api
atau peralatan apapun. Dari besi itu, ia dapat membuat baju besi yang dikokohkan
dengan tenunan dari bulatan-bulatan rantai yang saling menjalin secara
berkesinambungan. Jenis baju ini membuat pemakainya lebih bebas bergerak,
karena tidak kaku seperti baju besi biasa yang dibuat dari besi lembaran.
Tentang mukjizatnya ini disebutkan dalam surat Saba': 10 dan Al-Anbiyâ': 80.
Nabi Daud juga dikaruniai suara yang sangat merdu sekali. Kitab Zabur yang
diturunkan kepadanya selain berisi pelajaran dan peringatan, juga berisi
nyanyian puji-pujian kepada Tuhan. Nyanyian ini sering juga disebut dengan
Mazmur.
Nabi Daud membagi hari-harinya menjadi 4 bagian. Sehari untuk beribadah,
sehari ia menjadi hakim, sehari untuk memberikan pengajaran, dan sehari lagi
untuk kepentingan pribadi. Ia juga suka berpuasa. Ia melakukan puasa dua hari
sekali, sehari berpuasa, sehari lagi tidak.
Peringatan Allah pada Nabi Daud AS
Para nabi adalah manusia yang menjadi contoh teladan umat. Jika ia melakukan
kesalahan, maka Allah segera memperingatkannya untuk meluruskan kesalahannya
itu. Demikian pula halnya dengan Nabi Daud. Ia memiliki istri 99 orang. Ketika
itu memang tidak ada pembatasan jumlah istri yang boleh dimiliki oleh seorang
lelaki. Seorang lelaki biasa untuk memiliki banyak istri, terlebih lagi bagi
seorang raja. Nabi Daud ingin menggenapkan istrinya menjadi 100 orang.
Pada suatu hari, datanglah dua orang lelaki mengadu kepada Nabi Daud.
Seorang di antara mereka berkata, "Saudaraku ini memiliki kambing 99 ekor,
sedang aku hanya memiliki seekor, tetapi ia menuntut dan mendesakku agar
menyerahkan kambingku yang seekor itu kepadanya, supaya jumlah kambingnya
menjadi genap 100 ekor. Ia membawa berbagai alasan yang tak bisa kubantah
karena aku tak pandai berdebat."
Daud lalu bertanya pada lelaki yang satu lagi, "Benarkah ucapan saudaramu
itu?"
"Benar," jawab lelaki itu.
Berkatalah Daud dengan marah, "Jika demikian halnya, maka saudaramu telah
berbuat zalim. Aku tidak akan membiarkanmu meneruskan perbuatanmu yang
semena-mena itu atau engkau akan mendapat hukuman pukulan pada wajah dan
hidungmu!"
"Hai Daud!" kata lelaki itu, "Sebenarnya engkaulah yang pantas
mendapat hukuman yang kau ancamkan kepadaku itu. Bukankah engkau telah
mempunyai 99 istri? Tetapi mengapa kau masih menyunting lagi seorang gadis yang
sudah bertunangan dengan pemuda yang menjadi tentaramu sendiri? Padahal pemuda
itu sangat setia dan berbakti kepadamu."
Nabi Daud tercengang mendengar ucapan yang tegas dan berani dari lelaki itu.
Ia berpikir keras, siapakah sesungguhnya kedua orang ini? Tetapi tiba-tiba
kedua pria itu sudah hilang lenyap dari pandangannya. Tahulah Nabi Daud bahwa
ia telah diperingatkan Allah melalui malaikat-Nya. Ia segera bertaubat memohon
ampun kepada Allah, dan Allah menerima taubatnya.
Pelanggaran terhadap Hari Sabath
Suatu ketika rakyat Nabi Daud AS bersepakat untuk melanggar ketentuan yang
menyatakan hari Sabtu (Sabath) sebagai hari besar untuk Bani Israil,
sebagaimana yang telah diajarkan oleh Nabi Musa AS. Hari Sabat dikhususkan
untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT, menyucikan hati dan pikiran dengan
berzikir dan bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya, serta
memperbanyak amal dan diharamkan melakukan kesibukan-kesibukan yang bersifat
duniawi.
Penduduk desa Ailat di tepi Laut Merah juga mematuhi perintah itu. Pada hari
Sabtu mereka tidak menangkap ikan, tetapi pada hari Sabtu itu justru ikan-ikan
di laut banyak menampakkan diri. Akhirnya penduduk Ailat tidak dapat menahan
diri untuk melanggar larangan hari Sabtu itu. Hari Sabtu mereka gunakan untuk
mengumpulkan ikan.
Azab Allah SWT pun turun kepada mereka. Wajah mereka diubah menjadi wajah
yang amat buruk, kemudian terjadi gempa bumi yang dahsyat. Kisah ini
diriwayatkan dalam surat Al-A'râf: 163-166.
Asal-usul Baitul Maqdis
Pada suatu hari, berjangkitlah penyakit kolera di wilayah kerajaan yang dikuasai
Nabi Daud AS. Banyak rakyat yang mati karena penyakit ini. Nabi Daud kemudian
berdoa kepada Allah agar menghilangkan wabah ini, maka hilanglah penyakit itu.
Untuk menunjukkan rasa syukurnya kepada Allah, maka Nabi Daud mengajak
putranya, Sulaiman, untuk membangun tempat suci, yaitu Baitul Maqdis, yang
sekarang kita kenal sebagai Masjidil Aqsha di Yerusalem, Palestina. Tempat
inilah yang menjadi kiblat pertama umat Islam sebelum beralih ke Ka'bah.
18. Sulaiman AS
Nabi Sulaiman AS adalah putra Nabi Daud AS. Setelah Nabi Daud AS wafat, Nabi
Sulaiman AS menggantikannya sebagai Raja. Mukjizatnya yang paling terkenal
adalah ia diberi keistimewaan oleh Allah SWT dapat memerintah bukan hanya
kepada manusia, melainkan juga kepada hewan, angin, dan jin. Nabi Sulaiman
dapat menjadikan angin bertiup atas perintahnya ke tempat yang ia kehendaki.
Allah pun menundukkan syaitan-syaitan untuk melayani Sulaiman. Di antara mereka
ada yang bisa membangun istana dan benteng-benteng, ada yang bertugas menyelam
di laut untuk mengeluarkan mutiara dan batu-batu mulia, sebagaimana Allah
memberi kekuasaan pada Sulaiman atas syaitan-syaitan yang kafir sehingga ia
mampu mengikat mereka untuk mencegah kejahatan mereka. Allah SWT juga
memberinya mukjizat berupa kemampuan mengerti bahasa binatang.
Kearifan Nabi Sulaiman AS sebagai hakim
Pada suatu malam, sekelompok kambing memasuki kebun seseorang tanpa
sepengetahuan penggembalanya, hingga rusaklah tanaman di kebun itu. Maka
pemilik kebun kemudian datang mengadu kepada hakim Daud AS. "Wahai Nabi
Allah, sesungguhnya kami telah membajak tanah kami dan menanaminya serta
memeliharanya. Tapi ketika tiba waktu panen, datanglah kambing orang-orang ini
pada suatu malam dan memakan tanaman di kebun kami hingga habis
seluruhnya."
"Benarkah apa yang dikatakan oleh mereka ini?" tanya Daud.
"Ya," jawab mereka.
Kemudian Daud bertanya tentang harga tanaman dari orang yang satu dan harga
kambing dari orang yang lain. Ketika mengetahui harga keduanya hampir sama,
maka ia pun berkata kepada pemilik kambing, "Berikanlah kambingmu kepada
pemilik tanaman sebagai ganti rugi bagi mereka atas binasanya tanaman
mereka."
Namun putranya Sulaiman yang hadir menyaksikan pengadilan ini memberikan
usul lain, "Saya mempunyai pendapat yang berbeda dalam perkara ini. Menurut
saya, pemilik kambing sebaiknya memberikan kambing mereka kepada pemilik
tanaman, dan mengambil manfaatnya berupa bulu wol, susu, dan anak-anak kambing
tsb. Sedangkan ia sendiri mengambil alih tanaman yang telah rusak itu,
menanaminya kembali dan mengairi serta memeliharanya hingga tumbuh tanamannya.
Apabila telah tiba waktu panen, mereka harus menyerahkan hasil tanaman itu
kepada pemiliknya, dan menerima kembali kambing mereka. Dengan demikian semua
pihak akan mendapatkan keuntungan dan manfaat."
Luar biasa bijaksana dan arifnya Nabi Sulaiman ini dalam memberikan
keputusan. Semua pihak pun langsung menyetujui usulnya yang hebat itu.
Berkatalah Daud pada putranya, "Engkau telah memutuskan hukum dengan
tepat, anakku." Dan ia pun berfatwa seperti apa yang diputuskan oleh
Sulaiman.
Kisah ini diceritakan dalam Al-Qur'an surat Al-Anbiyâ': 78-79.
Kisah Nabi Sulaiman AS dan Ratu Bilqis
Pada suatu hari, Nabi Sulaiman mengadakan apel besar bagi seluruh bala
tentaranya, baik dari golongan manusia, jin, syetan, dan binatang, semua
diperintahkan untuk berkumpul menghadap Nabi Sulaiman AS. Semua sudah hadir
kecuali seekor burung bernama Hudhud.
"Mengapa burung Hudhud belum datang?" tanya Nabi Sulaiman.
"Sesungguhnya jika ia tidak bisa memberi alasan yang jelas atas keterlambatannya,
sebagai hukuman aku akan menyembelihnya."
Tak berapa lama kemudian burung itu datang dan bersujud di hadapan nabi
Sulaiman. Hampir saja burung itu terkena hukuman kalau tidak segera mengajukan
alasa kenapa ia terlambat datang.
"Ampunilah hamba Tuanku, hamba memang telah terlambat. Tetapi hamba
membawa kabar yang sangat penting. Di negeri Saba hiduplah seorang Ratu yang
bernama Ratu Bilqis. Ia mempunyai singgasana yang agung. Kerajaannya luas dan
rakyatnya hidup dengan makmur. Namun sayang mereka tidak menyembah Allah.
Mereka disesatkan oleh iblis sehingga menyembah matahari."
Menjawablah Nabi Sulaiman, "Aku percaya dengan berita yang kaubawa itu.
Tetapi aku akan menyelidiki dulu kebenaran beritamu. Bawalah suratku untuk Ratu
Bilqis. Kalau sudah diterimanya nanti, sembunyilah kau di celah-celah jendela,
dan dengarkanlah apa yang akan dilakukannya."
Maka terbanglah burung Hudhud ke negeri Saba yang terletak di kota Yaman. Ia
menyerahkan surat Nabi Sulaiman kepada Ratu Bilqis. Kemudian sesuai perintah,
ia bersembunyi di balik celah jendela. Ratu Bilqis membaca surat itu, isinya
kurang lebih seperti ini:
Surat ini datang dari Sulaiman. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang. Janganlah kamu berlaku sombong terhadapku dan datanglah
kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri."
Setelah membaca surat itu, Ratu Bilqis memanggil seluruh abdi dan penasihatnya
untuk bermusyawarah. Ratu Bilqis tidak ingin terjadi peperangan yang hanya
merusak keindahan istana dan merugikan rakyat. Maka sebagai hasil dari
musyawarah itu, diputuskan bahwa ia hanya akan mengirimkan hadian kepada
Sulaiman melalui utusannya. Jika Sulaiman menerima hadiahnya, tahulah ia bahwa
Sulaiman hanyalah seorang raja yang senang menerima hadiah. Tetapi jika ia seorang
nabi, ia hanya ingin agar mereka mengikuti agamanya.
Berangkatlah utusan Ratu Bilqis ke Palestina dengan membawa berbagai hadiah
yang indah-indah dan mahal-mahal. Ketika mereka sampai di istana Nabi Sulaiman,
mereka sangat tercengang. Kerajaan Saba tidak ada apa-apanya dibandingkan
dengan keindahan dan kemegahan kerajaan Sulaiman.
Ketika para utusan itu hendak menyerahkan hadiah mereka, dengan tegas Nabi
Sulaiman menolak hadiah-hadiah itu karena ia memiliki harta benda yang jauh
lebih baik daripada hadiah yang diberikan oleh Ratu Bilqis. Kepada para utusan
tsb, ia meminta kedatangan Ratu Bilqis agar Ratu itu memeluk agama Islam dan
meninggalkan penyembahan terhadap matahari. Jika menurut, maka kerajaan Saba
akan selamat, jika membangkang maka Nabi Sulaiman akan mengerahkan bala
tentaranya yang tidak mungkin akan dilawan oleh Ratu Bilqis.
Para utusan itu segera kembali ke Negeri Saba. Mereka melaporkan segala apa
yang dilihatnya tentang Sulaiman dan kerajaannya yang jauh lebih besar, megah,
dan kuat dibanding negeri Saba. Akhirnya diputuskanlah bahwa Ratu Bilqis akan
datang memenuhi permintaan Nabi Sulaiman AS.
Sulaiman mengetahui perjalanan Bilqis menuju ke negerinya, maka ia pun
bermaksud menunjukkan suatu mukjizat kepadanya sebagai bukti atas kenabiannya.
Sulaiman bertanya kepada jin yang ada di dekatnya, "Siapakah yang sanggup
mendatangkan singgasana Bilqis kepadaku untuk melihat kekuasan Allah
berlangsung di hadapan mereka?"
Jin Ifrit berkata, "Aku sanggup membawanya kepadamu sebelum engkau berdiri
dari tempat dudukmu."
Akan tetapi ada seorang anak buah Sulaiman lainnya yang bernama Ashif bin
Barkiya yang memiliki ilmu dari kitab-kitab Samawi berkata, "Aku sanggup
mendatangkannya lebih cepat dari kejapan mata."
Maka tiba-tiba saja singgasana itu pun telah ada di hadapan Nabi Sulaiman AS.
Sementara itu dengan diiringi ribuan prajurit, Ratu Bilqis penguasa Saba
datang menemui Nabi Sulaiman di Palestina. Ia benar-benar tercengang
menyaksikan keindahan dan kemegahan kerajaan Nabi Sulaiman. Ratu Bilqis merasa
malu mengingat betapa dulu ia telah mengirimkan hadiah kepada Nabi Sulaiman
untuk melunakkan hatinya agar Nabi Sulaiman tidak menyerang Negeri Saba.
Ketika ia masuk ke istana Nabi Sulaiman, Nabi Sulaiman bertanya,
"Apakah singgasana ini serupa dengan singgasana kerajaanmu?".
"Ya, sepertinya memang milikku," kata Ratu Bilqis seraya memeriksa
singgasana itu. Setelah memeriksanya, akhirnya ia yakin bahwa itu memang
singgasananya. Maka berkatalah ia kepada Sulaiman, "Sesungguhnya aku telah
mengetahui kekuasaan Allah dan kebenaran kenabianmu sebelum ini, yaitu tatkala
datang burung Hudhud membawa surat darimu. Namun yang menghalangi-halangi kami
untuk menyatakan keimanan kami adalah karena kami hidup di tengah-tengah kaum
yang sudah mendalam kekufurannya. Itulah yang membuat kami menyembunyikan
keimanan kami hingga saat ini kami datang menghadapmu."
Nabi Sulaiman tersenyum lalu mempersilakan Ratu Bilqis memasuki istananya.
Lantai di istana itu terbuat dari kaca tipis yang di bawahnya dialiri air. Ratu
Bilqis mengira itu benar-benar aliran air sungai, karenanya ia menyingkapkan
sedikit kainnya hingga nampaklah betisnya. Nabi Sulaiman segera memberitahu
bahwa lantai itu terbuat dari kaca putih yang tipis. Ratu Bilqis tersipu malu.
Serta merta ia bersujud dan menyatakan keimanannya kepada Allah SWT.
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku, dan aku
berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan Semesta Alam."
Wafatnya Nabi Sulaiman AS
Hampir tak seorang pun mengetahui saat kematian Nabi Sulaiman, baik dari
golongan jin maupun manusia. Kematian Nabi Sulaiman AS baru diketahui setelah
tongkat yang digunakannya bersandar rapuh dimakan rayap dan beliau jatuh
tersungkur ke lantai.
Doa Nabi Sulaiman telah dikabulkan Allah, yaitu tidak ada seorang pun yang
memiliki kerajaan besar dan kaya raya seperti kerajaannya. Namun meskipun kaya
raya dan berkuasa, Nabi Sulaiman tetap patuh dan tunduk pada perintah Allah
SWT.
Kisah Nabi Sulaiman AS terdapat dalam Al-Quran surat An-Naml: 15-44, dan
Saba': 12-14.
19. Ilyas AS
Nabi Ilyas AS adalah keturunan ke-4 dari Nabi Harun AS. Ia diutus oleh Allah
SWT kepada kaumnya, Bani Israil, yang menyembah patung berhala bernama Ba'al.
Berulang kali Nabi Ilyas AS memperingatkan kaumnya, namun mereka tetap durhaka.
Karena itulah Allah SWT menurunkan musibah kekeringan selama bertahun-tahun,
sehingga mereka baru tersadar bahwa seruan Nabi Ilyas AS itu benar. Setelah
kaumnya tersadar, Nabi Ilyas AS berdoa kepada Allah SWT agar musibah kekeringan
itu dihentikan. Namun setelah musibah itu berhenti, dan perekonomian mereka
memulih, mereka kembali durhaka kepada Allah SWT. Akhirnya kaum Nabi Ilyas AS
kembali ditimpa musibah yang lebih berat daripada sebelumnya, yaitu gempa bumi
yang dahsyat sehingga mereka mati bergelimpangan.
20. Ilyasa AS
Setelah Nabi Ilyas AS meninggal dunia, ia digantikan oleh anak angkatnya yang
bernama Ilyasa. Nabi Ilyasa AS melanjutkan misi ayah angkatnya dan kaumnya
kembali taat kepadanya. Selama masa kepemimpinan Nabi Ilyasa ini kaum Bani
Israil hidup rukun, tentram, makmur, karena berbakti dan bertakwa kepada Allah.
Akan tetapi setelah ia wafat, kaumnya kembali durhaka. Akhirnya kaumnya dilanda
kesengsaraan, dan pada saat-saat seperti itu lahirlah Nabi Yunus AS.
21. Yunus AS
Nabi Yunus bin Mata diutus oleh Allah SWT untuk menghadapi penduduk Ninawa,
suatu kaum yang keras kepala, penyembah berhala, dan suka melakukan kejahatan.
Berulang kali Nabi Yunus AS memperingatkan mereka, tetapi mereka tidak mau
berubah, apalagi karena Nabi Yunus AS bukan dari kaum mereka. Hanya ada 2 orang
yang bersedia menjadi pengikutnya, yaitu Rubil dan Tanuh. Rubil adalah seorang
yang alim bijaksana, sedang Tanuh adalah seorang yang tenang dan sederhana.
Nabi Yunus AS meninggalkan kaumnya
Karena tak mendapat sambutan yang baik dari penduduk Ninawa, Nabi Yunus memberi
ultimatum pada kaumnya, jika dalam tempo 30 hari mereka tidak mau insyaf, tidak
bertaubat kepada Allah, maka akan diturunkan siksa. Akan tetapi Allah mencela
batas waktu yang ditetapkan Nabi Yunus, dan memerintahnya untuk menambahnya
menjadi 40 hari. Nabi Yunus pun menuruti perintah Allah, dan mengabarkan pada
kaumnya bahwa batas waktu mereka diubah menjadi 40 hari. Tetapi rupanya kaumnya
tidak menggubris tenggang waktu itu. Mereka malah menantang dan berani menunggu
datangnya siksa itu.
Karena kesal, Nabi Yunus lalu pergi meninggalkan penduduk Ninawa menuju
suatu tempat. Sepeninggal Nabi Yunus AS, setelah 40 hari tiba-tiba muncullah
awan gelap di pagi hari, semakin siang mereka melihat cahaya merah seperti api hendak
turun dari langit. Mereka sangat ketakutan. Berbondong-bondong mereka mencari
Nabi Yunus, tapi tak ada seorang pun yang tau dimana keberadaannya.
Mereka lalu bertobat dan berdoa dengan khusyu kepada Allah. Semua orang,
baik laki-laki maupun perempuan, tak ketinggalan juga anak-anak saling menangis
dan mengembalikan barang-barang rampasan kepada pemiliknya. Maka Allah SWT
menerima taubat mereka, dan mencabut kembali azab-Nya.
Nabi Yunus AS dalam perut ikan
Setelah meninggalkan kaum Ninawa, Nabi Yunus AS tiba di suatu tempat di pinggir
laut. Disana ia menjumpai sejumlah orang yang bergegas naik perahu. Nabi Yunus
meminta izin pada mereka agar diperbolehkan ikut, dan mereka mengizinkannya.
Namun ketika berada di tengah laut tiba-tiba badai menerjang. Sang Nahkoda
meminta salah satu dari penumpang untuk turun agar yang lain terselamatkan.
Setelah diundi berkali-kali, selalu nama Nabi Yunus AS yang keluar, sehingga ia
pun pasrah. Ia menganggap bahwa itu sudah kehendak Allah SWT, dan ia pun terjun
ke laut.
Begitu melompat ke laut, tiba-tiba seekor ikan besar menelannya dan
membawanya ke pantai. Di dalam perut ikan itu Nabi Yunus menyadari kesalahannya
telah meninggalkan kaumnya. Ia pun berdoa dan bertaubat kepada Allah memohon
ampunannya. Atas kesungguhan doanya, maka sesampainya di pantai, Nabi Yunus
dikeluarkan kembali dari perut ikan dalam keadaan sakit dan lemah. Setelah
Allah mengembalikan kesehatan dan kekuatannya, Nabi Yunus AS mendapat wahyu
agar kembali ke Ninawa untuk membina kaumnya yang sudah sadar itu.
Kisah Nabi Yunus AS terdapat di Al Qur'an dalam surat Yûnus: 98, As-Saffât:
139-148, dan Al-Anbiyâ: 87-88.
22. Zakaria AS
Nabi Zakaria AS mendambakan seorang anak
Nabi Zakaria AS adalah pemimpin Bani Israil. Ia sangat mendambakan seorang
anak, namun ia merasa pesimis karena usianya yang sudah sangat lanjut. Nabi
Zakaria AS lalu berdoa kepada Allah SWT agar diberi seorang anak. Akhirnya
doanya terkabul. Di usianya yang ke-90, ia dikaruniai anak laki-laki yang
diberi nama Yahya.
Ketika mendengar kabar yang dibawa oleh malaikat bahwa ia akan dikaruniai
anak dan istrinya akan segera mengandung, Zakaria sempat merasa tidak yakin,
lalu ia memohon kepada Allah SWT agar diberi tanda untuk mengetahui bilamana
istrinya telah hamil. Maka Allah memberitahukan kepadanya bahwa tandanya ialah
dia tidak akan dapat berbicara dengan manusia dan bertukar pikiran kecuali
dengan isyarat tangan, mata, menggoyangkan kepala atau semacam itu, dan hal itu
berlangsung selama 3 hari berturut-turut. Selama 3 hari itu, hendaklah ia memperbanyak
tasbih di waktu pagi dan petang, karena meskipun tidak dapat berbicara dengan
orang lain, namun ia tetap dapat beribadah dan bertasbih.
Kisah ini tedapat dalam surat Maryam: 7-11.
Kelahiran Maryam binti Imran
Zakaria adalah paman dan wali pemelihara Maryam binti Imran. Imran adalah salah
seorang penguasa dan Ulama Bani Israil yang meninggal dunia ketika Maryam masih
dalam kandungan ibunya. Maryam adalah gadis suci yang setiap hari selalu
beribadah kepada Allah SWT di mihrabnya di Baitulmakdis. Sesuai nazar yang
diucapkan ibunya sejak Maryam masih dalam kandungan, hak pemeliharaan Maryam
diperoleh Nabi Zakaria AS melalui undian karena begitu banyaknya ulama Bani
Israil yang ingin menjadi wali gadis suci itu.
Ketika memelihara Maryam, banyak keanehan yang dialami Nabi Zakaria AS yang
semakin meyakinkannya bahwa Maryam berada dalam pemeliharaan Allah SWT. Antara
lain Nabi Zakaria AS menyaksikan bahwa dalam mihrab Maryam terdapat buah-buahan
musim panas, padahal tidak seorang pun dapat masuk kesana, lagipula saat itu
adalah musim dingin. Maryam mengatakan bahwa buah-buahan itu datang dari Allah
SWT.
Kisah kelahiran Maryam dan pemeliharaan Nabi Zakaria AS terhadapnya terdapat
dalam surat Ãli-'Imrân: 35-37 dan 42-44.
Wafatnya Nabi Zakaria AS
Yahya putra Zakaria meninggal lebih dulu daripada ayahnya. Setelah kematian
Yahya, perhatian orang-orang yang beriman beralih kepada Nabi Zakaria AS yang
sudah tua. Mereka meminta pendapat tentang masalah pernikahan antara ayah dan
kemenakan yang ingin dilakukan oleh Raja Hirodus, namun sama seperti Nabi Yahya
AS, Nabi Zakaria AS juga tetap berpegang teguh pada syariat Taurat bahwa
pernikahan semacam itu diharamkan.
Akibat sikapnya ini, Raja Hirodus menjadi marah dan memerintahkan
prajuritnya untuk menangkap Nabi Zakaria AS. Namun rakyat melindungi nabi yang
sudah berusia lanjut itu. Sampai pada suatu hari, Nabi Zakaria AS bersembunyi
di sebuat hutan, mendadak hutan itu dikepung oleh bala tentara Hirodus yang
dibantu tentara Romawi. Nabi Zakaria AS melihat sebuah pohon besar yang bagian
tengahnya membelah. Masuklah ia ke dalam pohon itu, sehingga tentara Hirodus
tak dapat menemukannya.
Tetapi iblis yang menyerupai wujud manusia memberitahukan tempat
persembunyian Nabi Zakaria AS ini kepada tentara Hirodus. Para prajurit itu
sebenarnya tidak terlalu percaya, namun mereka menggergaji pula pohon yang
dimaksud. Mendadak dari pohon itu keluar darah. Dengan demikian mereka mengira
telah membunuh Nabi Zakaria AS.
Benarkah demikian?
Hanya Allah SWT yang Maha Tahu apa sebenarnya yang telah menimpa diri Nabi
Zakaria AS.
23. Yahya AS
Nabi Yahya AS adalah putra tunggal Nabi Zakaria AS. Meskipun ia dilahirkan oleh
pasangan yang sudah sangat tua, namun ia tetap tumbuh sebagai manusia yang
normal dan sehat. Kisah kelahiran Nabi Yahya AS terdapat dalam surat
Ali-'Imrân: 38-41.
Oleh kaumnya, Nabi Yahya AS dikenal sebagai orang alim, menguasai soal-soal
keagamaan, dan hapal kitab Taurat, dan menjadi hakim dalam hukum agama. Dalam
usahanya menegakkan kebenaran, Yahya dikenal sangat berani.
Pada masa itu, Hirodus, penguasa Palestina, merencanakan menikah dengan
kemenakannya sendiri, Hirodia. Hirodia sendiri merasa senang jika diperistri
oleh seorang raja. Ia adalah seorang gadis yang haus kekuasan dan harta.
Yahya melarang pernikahan ini karena bertentangan dengan syariat kitab
Taurat dan Zabur. Seluruh istana pun gempar, mereka setuju dengan pendapat
Yahya. Raja menjadi malu dan murka. Ia dan Hirodia berusaha mencari jalan untuk
membungkam mulut Yahya, bahkan bila perlu membunuhnya.
Maka suatu hari, dengan berdandan cantik Hirodia datang menemui Yahya di
rumahnya. Ia mencoba merayu Yahya untuk melakukan perbuatan mesum. Ia berharap
sesudah melakukan perbuatan nista itu Yahya akan menjadi penurut dan tidak lagi
menentang pernikahannya dengan Raja Hirodus. Tentu saja rayuan ini ditolak
dengan tegas oleh Yahya. Pemuda itu tidak tergoda sedikit pun, bahkan
sebaliknya ia merasa jijik dengan sikap Hirodia yang sangat tidak bermoral itu.
Ia mengusir Hirodia dengan suara sangat keras seolah menggelegar di telinga
Hirodia. Hirodia merasa malu dan terhina sekali, karenanya ia merasa dendam dan
sangat membenci Yahya.
Ia lalu memfitnah Yahya dengan mengadu kepada Hirodus bahwa Yahya telah
mencoba memperkosanya. Tentu saja fitnahan Hirodia ini membakar kemarahan Raja
Hirodus. Ia mengutus bala tentaranya untuk memenggal kepala Yahya. Para tentara
itu sebenarnya keberatan, namun jika menolak mereka diancam dengan hukuman yang
sangat berat. Maka dengan segala cara mereka berusaha menangkap Yahya,
membawanya ke penjara dan memenggal kepalanya disana.
Nabi Yahya AS dikenal sebagai seorang pembabtis, yaitu memandikan
orang-orang berdosa yang bertaubat di tepi sungai Yordan. Pemandian itu bukan
berarti mensucikan dosa, melainkan hanya sebagai tanda bahwa orang yang dimandikan
telah bertaubat. Jadi taubatnya inilah yang insya Allah akan mensucikan
dosanya.
24. Isa AS
Kelahiran Isa yang aneh
Di antara kekuasaan Allah adalah menciptakan Adam tanpa ayah dan ibu,
menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam, serta menciptakan Isa tanpa ayah.
Ya, Nabi Isa AS adalah putra Maryam binti Imran yang dilahirkan tanpa ayah,
karena Maryam hamil tanpa berhubungan dengan laki-laki.
Maryam adalah wanita salehah yang sehari-hari beribadah kepada Allah SWT di
mihrabnya di Baitulmakdis. Suatu ketika ia didatangi malaikat yang
memberitahukan bahwa ia mengandung atas seizin Allah SWT. Maryam merasa sangat
sedih dan cemas karena khawatir namanya akan tercemar. Menjelang kelahiran
bayinya, ia segera meninggalkan daerah tempat tinggalnya. Di bawah sebatang
pohon kurma, jauh dari tempat asalnya, Maryam melahirkan.
Peristiwa aneh ini akhirnya diketahui juga oleh penduduk. Mereka menuduh
Maryam berbuat zina, namun keajaiban terjadi, bayi yang baru dilahirkan itu
menyelamatkan ibunya dengan ucapan yang fasih bahwa ibunya tidak melakukan
kesalahan dan semua ini terjadi semata-mata kehendak Allah SWT. Bayi Maryam
inilah yang kelak menjadi Nabi Isa AS.
Kisah kelahiran Nabi Isa AS terdapat dalam surat Ãli-'Imrân: 45-48, dan 59,
surat Maryam: 16-35, Al-Anbiyâ: 91, dan At-Tahrîm: 12.
Mukjizat Nabi Isa AS
Sejak kecil, Isa telah menunjukkan perilaku yang berbeda dibanding anak-anak
sebayanya. Ia sangat haus ilmu pengetahuan. Sejak usia 12 tahun ia telah
menghabiskan seluruh waktunya untuk menuntut ilmu dan menghadiri pertemuan
serta diskusi para ulama di Baitulmakdis.
Nabi Isa AS, yang dalam agama Nasrani dikenal dengan nama Yesus Kristus,
menerima tugas kenabian pada usia 30 tahun di Bukit Zaitun. Ia segera
memproklamasikan kerasulannya pada Bani Israil. Saat itu kehidupan keagamaan
Bani Israil sudah jauh menyimpang dari ajaran Nabi Musa AS. Bahkan sebagian
dari mereka telah murtad.
Para pemuka Bani Israil menuntut Isa membuktikan kenabiannya. Allah SWT
memberikan banyak mukjizat bagi Isa, diantaranya ia dapat menghidupkan orang
mati, menyembuhkan sejumlah penyakit, menyembuhkan mata orang yang buta sejak
lahir, membuat burung hidup dari tanah liat, dan memberitahukan kepada
orang-orang tentang apa yang mereka makan dan mereka simpan di rumah-rumah
mereka.
Mukjizatnya ini ditunjukkan pada Bani Israil, dan dalam waktu relatif singkat,
Nabi Isa AS berhasil memperoleh banyak pengikut.
Selain mukjizat-mukjizat tsb, Allah SWT juga menganugerahi kitab Injil.
Sejumlah keistimewaan Nabi Isa AS dikisahkan dalam Al Qur'an surat Ãli-'Imrân:
49-50 dan Al-Mâ'idah: 110.
Kabar tentang akan datangnya Nabi Akhir Zaman
Di antara tugas Nabi Isa AS adalah memberitahukan tentang akan datangnya utusan
Allah di akhir zaman yang bernama Ahmad, sebagaimana diterangkan dalam
Al-Qur'an surat Ash-Shâf: 6.
Dan (ingatlah) ketika 'Isa putera Maryam berkata: Hai Bani Israil,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun)
sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang
Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad). Maka tatkala
Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka
berkata: Ini adalah sihir yang nyata. (QS. 61:6)
Isa menyebut nama Muhammad dengan perkataan Paraclet yang berasal dari kata
Piracletus dalam bahasa Yunani. Kata ini memang terdapat dalam Injil bahasa
Yunani. Dalam bahasa Yunani, Piracletus artinya yang terpuji. Arti ini sama
dengan kata bahasa Arab Ahmad (=terpuji) atau Muhammad (=orang yang terpuji).
Pengangkatan Isa ke sisi Allah SWT
Nabi Isa AS diutus oleh Allah kepada Bani Israil untuk meluruskan akhlak kaum
Bani Israil yang telah menyimpang dari ajaran Taurat dan Zabur yang dibawa oleh
Nabi Musa AS dan Nabi Daud AS. Dalam berdakwah, Nabi Isa AS didampingi para
sahabatnya yang disebut al-Hawâriyyûn, yang jumlahnya 12 orang, sesuai dengan
jumlah suku (sibith) Bani Israil, sehingga masing-masing hawari ini ditugaskan
untuk menyampaikan risalah Injil bagi masing-masing suku Bani Israil.
Nama-nama ke-12 hawari itu menurut Injil adalah sebagai berikut:
Simon bin Yunus (alias Petrus)
Andreas bin Yunus
Yakub bin Zabdi
Yahya bin Zabdi (alias Yohannes)
Pilipus
Natanael (alias Bartolomius)
Thomas
Matius bin Alpius (alias Lewi, pemungut cukai dari Kapernaum)
Yakub bin Alpius
Lebeus (alias Tadius)
Simon Zelotes (dari Kanani)
Yudas Iskariot
Kisah para sahabat Nabi Isa AS ini terdapat dalam surat Al-Mâ'idah: 111-115 dan
surat Ãli-'Imrân: 52. Dalam surat tsb diceritakan bahwa al-Hawâriyyûn meminta
Nabi Isa AS menurunkan makanan dari langit. Nama surat Al-Maidah yang berarti
makanan diambil karena mengandung kisah ini. Kejadian turunnya makanan dari
langit ini makin menambah ketebalan iman para pengikut Isa AS.
Karena makin lama pengikut Isa AS semakin banyak, para pemuka Yahudi makin
kehilangan pengaruh. Mereka lalu membuat sejumlah tuduhan palsu terhadap Isa
yang mengakibatkan pihak penguasa Romawi memutuskan untuk menangkap Isa. Allah
SWT yang melindungi rasul-Nya menyelamatkan Isa dengan mengangkatnya ke
sisi-Nya. Sementara itu, Yudas, murid Isa AS yang munafik dan berkhianat dengan
menunjukkan tempat persembunyian Nabi Isa AS kepada musuh yang mengejarnya,
wajahnya dibuat oleh Allah SWT menjadi serupa dengan Isa AS, sehingga dialah
yang kemudian diambil pasukan raja dan disalib di tiang kayu.
Kisah ini terdapat dalam surat Ãli-'Imrân: 55 dan An-Nisâ: 157-158.
Menurut riwayat, 6 tahun setelah pengangkatan Nabi Isa AS, Maryam wafat dan
dimakamkan di sebuah gereja di Baitulmakdis. Sementara itu para al-Hawâriyyûn
yang selamat dari pengejaran berdakwah menyebarkan ajaran Nabi Isa AS secara
sembunyi-sembunyi
25. Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW adalah nabi pembawa risalah Islam, rasul terakhir penutup
rangkaian nabi-nabi dan rasul-rasul Allah SWT di muka bumi. Ia adalah salah seorang
dari yang tertinggi di antara 5 rasul yang termasuk dalam golongan Ulul Azmi
atau mereka yang mempunyai keteguhan hati (QS. 46: 35). Keempat rasul lainnya
dalam Ulul Azmi tsb ialah Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS, dan Nuh AS.
Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Masa pengasuhan Haliman binti Abi Du'aib as-Sa'diyah
Tanda-tanda kenabian
Gelar al-Amin
Pernikahan dengan Khadijah
Wahyu pertama
Dakwah Nabi Muhammad SAW
Aksi-aksi menentang Dakwah Nabi Muhammad SAW
Peristiwa Isra Mi'raj
Hijrah
Terbentuknya Negara Madinah
Perang Badr
Perang Uhud
Perang Khandaq
Perjanjian Hudaibiyah
Penyebaran Islam ke negeri-negeri lain
Kembali ke Mekah
Ibadah haji terakhir
Kembali ke Madinah
Wafatnya Nabi SAW
Ummul Mukminin
Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim, sebuah kabilah yang paling mulia
dalam suku Quraisy yang mendominasi masyarakat Arab. Ayahnya bernama Abdullah
Muttalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya bernama
Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah. Baik dari garis ayah maupun garis ibu,
silsilah Nabi Muhammad SAW sampai kepada Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
Tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW dikenal dengan nama Tahun Gajah, karena
pada tahun itu terjadi peristiwa besar, yaitu datangnya pasukan gajah menyerbu
Mekah dengan tujuan menghancurkan Ka'bah. Pasukan itu dipimpin oleh Abrahah,
gubernur Kerajaan Habsyi di Yaman. Abrahah ingin mengambil alih kota Mekah dan
Ka'bahnya sebagai pusat perekonomian dan peribadatan bangsa Arab. Ini sejalan
dengan keingin Kaisar Negus dari Ethiopia untuk menguasai seluruh tanah Arab,
yang bersama-sama dengan Kaisar Byzantium menghadapi musuh dari timur, yaitu
Persia (Irak).
Dalam penyerangan Ka'bah itu, tentara Abrahah hancur karena terserang
penyakit yang mematikan yang dibawa oleh burung Ababil yang melempari tentara
gajah. Abrahah sendiri lari kembali ke Yaman dan tak lama kemudian meninggal
dunia.
Peristiwa ini dikisahkan dalam Al-Qur'an surat Al-Fîl: 1-5.
Beberapa bulan setelah penyerbuan tentara gajah, Aminah melahirkan seorang
bayi laki-laki, yang diberi nama Muhammad. Ia lahir pada malam menjelang dini
hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, bertepatan dengan 20 April 570 M. Saat
itu ayah Muhammad, Abdullah, telah meninggal dunia.
Nama Muhammad diberikan oleh kakeknya, Abdul Muttalib. Nama itu sedikit
ganjil di kalangan orang-orang Quraisy, karenanya mereka berkata kepada Abdul
Muttalib, "Sungguh di luar kebiasaan, keluarga Tuan begitu besar, tetapi
tak satu pun yang bernama demikian." Abdul Muttalib menjawab, "Saya
mengerti. Dia memang berbeda dari yang lain. Dengam nama ini saya ingin agar
seluruh dunia memujinya."
Masa pengasuhan Haliman binti Abi Du'aib as-Sa'diyah
Adalah suatu kebiasaan di Mekah, anak yang baru lahir diasuh dan disusui oleh
wanita desa dengan maksud supaya ia bisa tumbuh dalam pergaulan masyarakat yang
baik dan udara yang lebih bersih. Saat Muhammad lahir, ibu-ibu dari desa Sa'ad
datang ke Mekah menghubungi keluarga-keluarga yang ingin menyusui anaknya. Desa
Sa'ad terletak kira-kira 60 km dari Mekah, dekat kota Ta'if, suatu wilayah
pegunungan yang sangat baik udaranya.
di antara ibu-ibu tsb terdapat seorang wanita bernama Halimah binti Abu
Du'aib as Sa'diyah. Keluarga Halimah tergolong miskin, karenanya ia sempat ragu
untuk mengasuh Muhammad karena keluarga Aminah sendiri juga tidak terlalu kaya.
Akan tetapi entah mengapa bayi Muhammad sangat menawan hatinya, sehingga
akhirnya Halimah pun mengambil Muhammad SAW sebagai anak asuhnya.
Ternyata kehadiran Muhammad SAW sangat membawa berkah pada keluarga Halimah.
Dikisahkan bahwa kambing peliharaan Haris, suami Halimah, menjadi gemuk-gemuk
dan menghasilkan susu lebih banyak dari biasanya. Rumput tempat menggembala
kambing itu juga tumbuh subur. Kehidupan keluarga Halimah yang semula suram
berubah menjadi bahagia dan penuh kedamaian. Mereka yakin sekali bahwa bayi
dari Mekah yang mereka asuh itulah yang membawa berkah bagi kehidupan mereka.
Tanda-tanda kenabian
Sejak kecil Muhammad SAW telah memperlihatkan keistimewaan yang sangat luar
biasa.
Usia 5 bulan ia sudah pandai berjalan, usia 9 bulan ia sudah mampu berbicara.
Pada usia 2 tahun ia sudah bisa dilepas bersama anak-anak Halimah yang lain
untuk menggembala kambing. Saat itulah ia berhenti menyusu dan karenanya harus
dikembalikan lagi pada ibunya. Dengan berat hati Halimah terpaksa mengembalikan
anak asuhnya yang telah membawa berkah itu, sementara Aminah sangat senang
melihat anaknya kembali dalam keadaan sehat dan segar.
Namun tak lama setelah itu Muhammad SAW kembali diasuh oleh Halimah karena
terjadi wabah penyakit di kota Mekah. Dalam masa asuhannya kali ini, baik
Halimah maupun anak-anaknya sering menemukan keajaiban di sekitar diri Muhammad
SAW. Anak-anak Halimah sering mendengar suara yang memberi salam kepada
Muhammad SAW, "Assalamu 'Alaika ya Muhammad," padahal mereka tidak
melihat ada orang di situ.
Dalam kesempatan lain, Dimrah, anak Halimah, berlari-lari sambil menangis dan
mengadukan bahwa ada dua orang bertubuh besar-besar dan berpakaian putih
menangkap Muhammad SAW. Halimah bergegas menyusul Muhammad SAW. Saat ditanyai,
Muhammad SAW menjawab, "Ada 2 malaikat turun dari langit. Mereka
memberikan salam kepadaku, membaringkanku, membuka bajuku, membelah dadaku,
membasuhnya dengan air yang mereka bawa, lalu menutup kembali dadaku tanpa aku
merasa sakit."
Halimah sangat gembira melihat keajaiban-keajaiban pada diri Muhammad SAW,
namun karena kondisi ekonomi keluarganya yang semakin melemah, ia terpaksa
mengembalikan Muhammad SAW, yang saat itu berusia 4 tahun, kepada ibu
kandungnya di Mekah.
Dalam usia 6 tahun, Nabi Muhammad SAW telah menjadi yatim-piatu. Aminah
meninggal karena sakit sepulangnya ia mengajak Muhammad SAW berziarah ke makam
ayahnya. Setelah kematian Aminah, Abdul Muttalib mengambil alih tanggung jawab
merawat Muhammad SAW. Namun kemudian Abdul Muttalib pun meninggal, dan tanggung
jawab pemeliharaan Muhammad SAW beralih pada pamannya, Abi Thalib.
Ketika berusia 12 tahun, Abi Thalib mengabulkan permintaan Muhammad SAW
untuk ikut serta dalam kafilahnya ketika ia memimpin rombongan ke Syam
(Suriah). Usia 12 tahun sebenarnya masih terlalu muda untuk ikut dalam
perjalanan seperti itu, namun dalam perjalanan ini kembali terjadi keajaiban
yang merupakan tanda-tanda kenabian Muhammad SAW.
Segumpal awan terus menaungi Muhammad SAW sehingga panas terik yang membakar
kulit tidak dirasakan olehnya. Awan itu seolah mengikuti gerak kafilah
rombongan Muhammad SAW. Bila mereka berhenti, awan itu pun ikut berhenti.
Kejadian ini menarik perhatian seorang pendeta Kristen bernama Buhairah yang
memperhatikan dari atas biaranya di Busra. Ia menguasai betul isi kitab Taurat
dan Injil. Hatinya bergetar melihat dalam kafilah itu terdapat seorang anak
yang terang benderang sedang mengendarai unta. Anak itulah yang terlindung dari
sorotan sinar matahari oleh segumpal awan di atas kepalanya. "Inilah Roh
Kebenaran yang dijanjikan itu," pikirnya.
Pendeta itu pun berjalan menyongsong iring-iringan kafilah itu dan
mengundang mereka dalam suatu perjamuan makan. Setelah berbincang-bincang
dengan Abi Thalib dan Muhammad SAW sendiri, ia semakin yakin bahwa anak yang
bernama Muhammad adalah calon nabi yang ditunjuk oleh Allah SWT. Keyakinan ini
dipertegas lagi oleh kenyataan bahwa di belakang bahu Muhammad SAW terdapat
sebuah tanda kenabian.
Saat akan berpisah dengan para tamunya, pendeta Buhairah berpesan pada Abi
Thalib, "Saya berharap Tuan berhati-hati menjaganya. Saya yakin dialah
nabi akhir zaman yang telah ditunggu-tunggu oleh seluruh umat manusia. Usahakan
agar hal ini jangan diketahui oleh orang-orang Yahudi. Mereka telah membunuh
nabi-nabi sebelumnya. Saya tidak mengada-ada, apa yang saya terangkan itu
berdasarkan apa yang saya ketahui dari kitab Taurat dan Injil. Semoga tuan-tuan
selamat dalam perjalanan."
Apa yang dikatakan oleh pendeta Kristen itu membuat Abi Thalib segera
mempercepat urusannya di Suriah dan segera pulang ke Mekah.
Gelar al-Amin
Pada usia 20 tahun, Muhammad SAW mendirikan Hilful-Fudûl, suatu lembaga yang
bertujuan membantu orang-orang miskin dan teraniaya. Saat itu di Mekah memang
sedang kacau akibat perselisihan yang terjadi antara suku Quraisy dengan suku
Hawazin. Melalui Hilful-Fudûl inilah sifat-sifat kepemimpinan Muhammad SAW
mulai tampak. Karena aktivitasnya dalam lembaga ini, disamping ikut membantu
pamannya berdagang, namanya semakin terkenal sebagai orang yang terpercaya.
Relasi dagangnya semakin meluas karena berita kejujurannya segera tersiar dari
mulut ke mulut, sehingga ia mendapat gelar Al-Amîn, yang artinya orang yang
terpercaya.
Selain itu ia juga terkenal sebagai orang yang adil dan memiliki rasa
kemanusiaan yang tinggi. Suatu ketika bangunan Ka'bah rusak karena banjir.
Penduduk Mekah kemudian bergotong-royong memperbaiki Ka'bah. Saat pekerjaan
sampai pada pengangkatan dan peletakan Hajar Aswad ke tempatnya semula, terjadi
perselisihan. Masing-masing suku ingin mendapat kehormatan untuk melakukan
pekerjaan itu. Akhirnya salah satu dari mereka kemudian berkata, "Serahkan
putusan ini pada orang yang pertama memasuki pintu Shafa ini."
Mereka semua menunggu, kemudian tampaklah Muhammad SAW muncul dari sana. Semua
hadirin berseru, "Itu dia al-Amin, orang yang terpercaya. Kami rela
menerima semua keputusannya."
Setelah mengerti duduk perkaranya, Muhammad SAW lalu membentangkan sorbannya
di atas tanah, dan meletakkan Hajar Aswad di tengah-tengah, lalu meminta semua
kepala suku memegang tepi sorban itu dan mengangkatnya secara bersama-sama.
Setelah sampai pada ketinggian yang diharapkan, Muhammad SAW meletakkan batu
itu pada tempatnya semula. Dengan demikian selesailah perselisihan di antara suku-suku
tsb dan mereka pun puas dengan cara penyelesaian yang sangat bijak itu.
Pernikahan dengan Khadijah
Pada usia 25 tahun, atas permintaan Khadijah binti Khuwailid, seorang saudagar
kaya raya, Muhammad SAW berangkat ke Suriah membawa barang dagangan saudagar
wanita yang telah lama menjanda itu. Ia dibantu oleh Maisaroh, seorang pembantu
lelaki yang telah lama bekerja pada Khadijah. Sejak pertemuan pertama dengan
Muhammad SAW, Khadijah telah menaruh simpati melihat penampilan Muhammad SAW
yang sopan itu. Kekagumannya semakin bertambah mengetahui hasil penjualan yang
dicapai Muhammad SAW di Suriah melebihi perkiraannya.
Akhirnya Khadijah mengutus Maisaroh dan teman karibnya, Nufasah untuk
menyampaikan isi hatinya kepada Muhammad SAW. Khadijah yang berusia 40 tahun,
melamar Muhammad SAW untuk menjadi suaminya.
Setelah bermusyawarah dengan keluarganya, lamaran itu akhirnya diterima dan
dalam waktu dekat segera diadakan upacara pernikahan dengan sederhana. yang
hadir dalam acara itu antara lain Abi Thalib, Waraqah bin Nawfal dan Abu Bakar
as-Siddiq.
Pernikahan bahagia itu dikaruniai 6 orang anak, terdiri dari 2 anak lelaki bernama
Al-Qasim dan Abdullah, dan 4 anak perempuan bernama Zainab, Ruqayyah, Ummu
Kalsum, dan Fatimah. Kedua anak lelakinya meninggal selagi masih kecil. Nabi
Muhammad SAW tidak menikah lagi sampai Khadijah meninggal, saat Muhammad SAW
berusia 50 tahun.
Dalam kehidupan rumah-tangganya dengan Khadijah, Muhammad SAW tidak pernah
menyakiti hati istrinya. Sebaliknya istrinya pun ikhlas menyerahkan segalanya
pada suaminya. Kekayaan istrinya digunakan oleh Muhammad SAW untuk membantu
orang-orang miskin dan tertindas. Budak-budak yang telah dimiliki Khadijah
sebelum pernikahan mereka, semuanya ia bebaskan, salah satunya adalah Zaid bin
Haritsah yang kemudian menjadi anak angkatnya.
Wahyu pertama
Menjelang usianya yang ke-40, Nabi Muhammad SAW sering berkhalwat (menyendiri)
ke Gua Hira, sekitar 6 km sebelah timur kota Mekah. Ia bisa berhari-hari
bertafakur dan beribadah disana. Suatu ketika, pada tanggal 17 Ramadhan/6
Agustus 611, ia melihat cahaya terang benderang memenuhi ruangan gua itu.
Tiba-tiba Malaikat Jibril muncul di hadapannya sambil berkata, "Iqra'
(bacalah)." Lalu Muhammad SAW menjawab, "Mâ anâ bi qâri' (saya tidak
dapat membaca)." Mendengar jawaban Muhammad SAW, Jibril lalu memeluk tubuh
Muhammad SAW dengan sangat erat, lalu melepaskannya dan kembali menyuruh
Muhammad SAW membaca. Namun setelah dilakukan sampai 3 kali dan Muhammad SAW
tetap memberikan jawaban yang sama, Malaikat Jibril kemudian menyampaikan wahyu
Allah SWT pertama, yang artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Menciptakan. Ia menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah yang Paling Pemurah. yang
mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya." (QS. 96: 1-5)
Saat itu Muhammad SAW berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun
kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut
perhitungan tahun syamsiah (penanggalan berdasarkan matahari). Dengan turunnya
5 ayat pertama ini, berarti Muhammad SAW telah dipilih oleh Allah SWT sebagai
rasul.
Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tsb, dengan rasa ketakutan dan
cemas Nabi Muhammad SAW pulang ke rumah dan berseru pada Khadijah,
"Selimuti aku, selimuti aku." Sekujur tubuhnya terasa panas dan
dingin berganti-ganti. Setelah lebih tenang, barulah ia bercerita kepada
istrinya. Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Nabi
Muhammad SAW datang pada saudara sepupunya, Waraqah bin Naufal, yang banyak
mengetahui kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami
Nabi Muhammad SAW, Waraqah pun berkata, "Aku telah bersumpah dengan nama
Tuhan, yang dalam tangan-Nya terletak hidup Waraqah, Tuhan telah memilihmu
menjadi nabi kaum ini. An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang
kepadamu. Kaummu akan mengatakan bahwa engkau penipu, mereka akan memusuhimu,
dan mereka akan melawanmu. Sungguh, sekiranya aku dapat hidup pada hari itu,
aku akan berjuang membelamu."
Dakwah Nabi Muhammad SAW
Wahyu berikutnya adalah surat Al-Muddatsir: 1-7, yang artinya:
Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan!
dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa
(menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud)
memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu,
bersabarlah. (QS. 74: 1-7)
Dengan turunnya surat Al-Muddatsir ini, mulailah Rasulullah SAW berdakwah.
Mula-mula ia melakukannya secara sembunyi-sembunyi di lingkungan keluarga dan
rekan-rekannya. Orang pertama yang menyambut dakwahnya adalah Khadijah,
istrinya. Dialah yang pertama kali masuk Islam. Menyusul setelah itu adalah Ali
bin Abi Thalib, saudara sepupunya yang kala itu baru berumur 10 tahun, sehingga
Ali menjadi lelaki pertama yang masuk Islam. Kemudian Abu Bakar, sahabat
karibnya sejak masa kanak-kanak. Baru kemudian diikuti oleh Zaid bin Haritsah,
bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya, dan Ummu Aiman, pengasuh Nabi
SAW sejak ibunya masih hidup.
Abu Bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan beberapa orang teman
dekatnya, seperti, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa'd
bin Abi Waqqas, dan Talhah bin Ubaidillah. Dari dakwah yang masih rahasia ini,
belasan orang telah masuk Islam.
Setelah beberapa lama Nabi SAW menjalankan dakwah secara diam-diam, turunlah
perintah agar Nabi SAW menjalankan dakwah secara terang-terangan. Mula-mula ia
mengundang kerabat karibnya dalam sebuah jamuan. Pada kesempatan itu ia
menyampaikan ajarannya. Namun ternyata hanya sedikit yang menerimanya. Sebagian
menolak dengan halus, sebagian menolak dengan kasar, salah satunya adalah Abu
Lahab.
Langkah dakwah seterusnya diambil Nabi Muhammad SAW dalam pertemuan yang
lebih besar. Ia pergi ke Bukit Shafa, sambil berdiri di sana ia berteriak
memanggil orang banyak. Karena Muhammad SAW adalah orang yang terpercaya,
penduduk yakin bahwa pastilah terjadi sesuatu yang sangat penting, sehingga
mereka pun berkumpul di sekitar Nabi SAW.
Untuk menarik perhatian, mula-mula Nabi SAW berkata,
"Saudara-saudaraku, jika aku berkata, di belakang bukit ini ada pasukan
musuh yang siap menyerang kalian, percayakah kalian?"
Dengan serentak mereka menjawab, "Percaya, kami tahu saudara belum pernah
berbohong. Kejujuran saudara tidak ada duanya. Saudara yang mendapat gelar
al-Amin."
Kemudian Nabi SAW meneruskan, "Kalau demikian, dengarkanlah. Aku ini
adalah seorang nazir (pemberi peringatan). Allah telah memerintahkanku agar aku
memperingatkan saudara-saudara. Hendaknya kamu hanya menyembah Allah saja.
Tidak ada Tuhan selain Allah. Bila saudara ingkar, saudara akan terkena azabnya
dan saudara nanti akan menyesal. Penyesalan kemudian tidak ada gunanya."
Tapi khotbah ini ternyata membuat orang-orang yang berkumpul itu marah,
bahkan sebagian dari mereka ada yang mengejeknya gila. Pada saat itu, Abu Lahab
berteriak, "Celakalah engkau hai Muhammad. Untuk inikah engkau
mengumpulkan kami?"
Sebagai balasan terhadap ucapan Abu Lahab tsb turunlah ayat Al-Qur'an yang
artinya:
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah
berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan
masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu
bakar. yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS. 111: 1-5)
Aksi-aksi menentang Dakwah Nabi Muhammad SAW
Reaksi-reaksi keras menentang dakwah Nabi SAW bermunculan, namun tanpa kenal
lelah Nabi Muhammad SAW terus melanjutkan dakwahnya, sehingga hasilnya mulai
nyata. Hampir setiap hari ada yang menggabungkan diri dalam barisan pemeluk
agama Islam. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja, dan
orang-orang miskin serta lemah. Meskipun sebagian dari mereka adalah
orang-orang yang lemah, namun semangat yang mendorong mereka beriman sangat
membaja.
Tantangan dakwah terberat datang dari para penguasa Mekah, kaum feodal, dan
para pemilik budak. Mereka ingin mempertahankan tradisi lama disamping juga
khawatir jika struktur masyarakat dan kepentingan-kepentingan dagang mereka
akan tergoyahkan oleh ajaran Nabi Muhammad SAW yang menekankan pada keadilan
sosial dan persamaan derajat. Mereka menyusun siasat untuk melepaskan hubungan
keluarga antara Abi Thalib dan Nabi Muhammad SAW dengen cara meminta pada Abu
Thalib memilih satu di antara dua: memerintahkan Muhammad SAW agar berhenti
berdakwah, atau menyerahkannya kepada mereka. Abi Thalib terpengaruh oleh
ancaman itu, ia meminta agar Muhammad SAW menghentikan dakwahnya. Tetapi
Muhammad SAW menolak permintaannya dan berkata, "Demi Allah saya tidak
akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota
keluarga dan sanak saudara mengucilkan saya."
Mendengar jawaban ini, Abi Thalib pun berkata, "Teruskanlah, demi Allah
aku akan terus membelamu".
Gagal dengan cara pertama, kaum Quraisy lalu mengutus Walid bin Mugirah
menemui Abi Thalib dengan membawa seorang pemuda untuk dipertukarkan dengan
Muhammad SAW. Pemuda itu bernama Umarah bin Walid, seorang pemuda yang gagah
dan tampan. Walid bin Mugirah berkata, "Ambillah dia menjadi anak saudara,
tetapi serahkan kepada kami Muhammad untuk kami bunuh, karena dia telah
menentang kami dan memecah belah kita".
Usul Quraisy itu ditolak mentah-mentah oleh Abi Thalib dengan berkata,
"Sungguh jahat pikiran kalian. Kalian serahkan anak kalian untuk saya asuh
dan beri makan, dan saya serahkan kemenakan saya untuk kalian bunuh. Sungguh
suatu penawaran yang tak mungkin saya terima."
Kembali mengalami kegagalan, berikutnya mereka menghadapi Nabi Muhammad SAW
secara langsung. Mereka mengutus Utbah bin Rabi'ah, seorang ahli retorika,
untuk membujuk Nabi SAW. Mereka menawarkan takhta, wanita, dan harta yang
mereka kira diinginkan oleh Nabi SAW, asal Nabi SAW bersedia menghentikan
dakwahannya. Namun semua tawaran itu ditolak oleh Nabi Muhammad SAW dengan
mengatakan, "Demi Allah, biarpun mereka meletakkan matahari di tangan kananku,
dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan menghentikan dakwah agama Allah ini,
hingga agama ini memang atau aku binasa karenanya."
Setelah gagal dengan cara-cara diplomatik dan bujuk rayu, kaum Quraisy mulai
melakukan tindak kekerasan. Budak-budak mereka yang telah masuk Islam mereka
siksa dengan sangat kejam. Mereka dipukul, dicambuk, dan tidak diberi makan dan
minum. Salah seorang budak bernama Bilal, mendapat siksaan ditelentangkan di
atas pasir yang panas dan di atas dadanya diletakkan batu yang besar dan berat.
Setiap suku diminta menghukum anggota keluarganya yang masuk Islam sampai ia
murtad kembali. Usman bin Affan misalnya, dikurung dalam kamar gelap dan
dipukul hingga babak belur oleh anggota keluarganya sendiri. Secara
keseluruhan, sejak saat itu umat Islam mendapat siksaan yang pedih dari kaum
Quraisy Mekah. Mereka dilempari kotoran, dihalangi untuk melakukan ibadah di
Ka'bah, dan lain sebagainya.
Kekejaman terhadap kaum Muslimin mendorong Nabi Muhammad SAW untuk
mengungsikan sahabat-sahabatnya keluar dari Mekah. Dengan pertimbangan yang
mendalam, pada tahun ke-5 kerasulannya, Nabi SAW menetapkan Abessinia atau
Habasyah (Ethiopia sekarang) sebagai negeri tempat pengungsian, karena raja
negeri itu adalah seorang yang adil, lapang hati, dan suka menerima tamu. Nabi
SAW merasa pasti rombongannya akan diterima dengan tangan terbuka.
Rombongan pertama terdiri dari 10 orang pria dan 5 orang wanita. di antara
rombongan tsb adalah Usman bin Affan beserta istrinya Ruqayah (putri Rasulullah
SAW), Zubair bin Awwam, dan Abdur Rahman bin Auf. Kemudian menyusul rombongan
kedua yang dipimpin oleh Ja'far bin Abi Thalib. Beberapa sumber menyatakan
jumlah rombongan ini lebih dari 80 orang.
Berbagai usaha dilakukan oleh kaum Quraisy untuk menghalangi hijrah ke
Habasyah ini, termasuk membujuk raja negeri tsb agar menolak kehadiran umat
Islam disana. Namun berbagai usaha itu pun gagal. Semakin kejam mereka
memperlakukan umat Islam, justru semakin bertambah jumlah yang memeluk Islam.
Bahkan di tengah meningkatnya kekejaman tsb, dua orang kuat Quraisy masuk
Islam, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab. Dengan masuk
Islamnya dua orang yang dijuluki "Singa Arab" itu, semakin kuatlah
posisi umat Islam dan dakwah Muhammad SAW pada waktu itu.
Hal ini membuat reaksi kaum Quraisy semakin keras. Mereka berpendapat bahwa
kekuatan Nabi Muhammad SAW terletak pada perlindungan Bani Hasyim, maka mereka
pun berusaha melumpuhkan Bani Hasyim dengan melaksanakan blokade. Mereka
memutuskan segala macam hubungan dengan suku ini. Tidak seorang pun penduduk
Mekah boleh melakukan hubungan dengan Bani Hasyim, termasuk hubungan jual-beli
dan pernikahan. Persetujuan yang mereka buat dalam bentuk piagam itu mereka
tanda-tangani bersama dan mereka gantungkan di dalam Ka'bah. Akibatnya, Bani
Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan. Untuk meringankan
penderitaan itu, Bani Hasyim akhirnya mengungsi ke suatu lembah di luar kota
Mekah.
Tindakan pemboikotan yang dimulai pada tahun ke-7 kenabian Muhammad SAW dan
berlangsung selama 3 tahun itu merupakan tindakan yang paling menyiksa.
Pemboikotan itu berhenti karena terdapat beberapa pemimpin Quraisy yang
menyadari bahwa tindakan pemboikotan itu sungguh keterlaluan. Kesadaran itulah
yang mendorong mereka melanggar perjanjian yang mereka buat sendiri. Dengan
demikian Bani Hasyim akhirnya dapat kembali pulang ke rumah masing-masing.
Setelah Bani Hasyim kembali ke rumah mereka, Abi Thalib, paman Nabi SAW yang
merupakan pelindung utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari
kemudian, Khadijah, istrinya, juga meninggal dunia. Tahun ke-10 kenabian ini
benar-benar merupakan Tahun Kesedihan ('Âm al-Huzn) bagi Nabi Muhammad SAW.
Telebih sepeninggal dua pendukungnya itu, kaum Quraisy tidak segan-segan
melampiaskan kebencian kepada Nabi SAW. Hingga kemudian Nabi SAW berusaha
menyebarkan dakwah ke luar kota, yaitu ke Ta'if. Namun reaksi yang diterima
Nabi SAW dari Bani Saqif (penduduk Ta'if), tidak jauh berbeda dengan penduduk
Mekah. Nabi SAW diejek, disoraki, dilempari batu sampai ia luka-luka di bagian
kepala dan badannya.
Peristiwa Isra Mi'raj
Pada tahun ke-10 kenabian, Nabi Muhammad SAW mengalami peristiwa Isra Mi'raj.
Isra, yaitu perjalanan malam hari dari Masjidilharam di Mekah ke Masjidilaksa
di Yerusalem.
Mi'raj, yaitu kenaikan Nabi Muhammad SAW dari Masjidilaksa ke langit melalui
beberapa tingkatan, terus menuju Baitulmakmur, sidratulmuntaha, arsy (takhta
Tuhan), dan kursi (singgasana Tuhan), hingga menerima wahyu di hadirat Allah
SWT.
Dalam kesempatannnya berhadapan langsung dengan Allah SWT inilah Nabi
Muhammad SAW menerima perintah untuk mendirikan sholat 5 waktu sehari semalam.
Peristiwa Isra Mi'raj ini terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-Isrâ' ayat 1.
Hijrah
Harapan baru bagi perkembangan Islam muncul dengan datangnya jemaah haji ke
Mekah yang berasal dari Yatsrib (Madinah). Nabi Muhammad SAW memanfaatkan
kesempatan itu untuk menyebarkan agama Allah SWT dengan mendatangi kemah-kemah
mereka. Namun usaha ini selalu diikuti oleh Abu Lahab dan kawan-kawannya dengan
mendustakan Nabi SAW.
Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan 6 orang dari suku Aus dan Khazraj yang
berasal dari Yatsrib. Setelah Nabi SAW menyampaikan pokok-pokok ajaran Islam,
mereka menyatakan diri masuk Islam di hadapan Nabi SAW. Mereka berkata,
"Bangsa kami sudah lama terlibat dalam permusuhan, yaitu antara suku
Khazraj dan Aus. Mereka benar-benar merindukan perdamaian. Kiranya kini Tuhan
mempersatukan mereka kembali dengan perantaramu dan ajaran-ajaran yang kamu
bawa. Oleh karena itu kami akan berdakwah agar mereka mengetahui agama yang
kami terima dari kamu ini."
Pada musim haji tahun berikutnya, datanglah delegasi Yatsrib yang terdiri
dari 12 orang suku Khazraj dan Aus. Mereka menemui Nabi SAW di suatu tempat
bernama Aqabah. Di hadapan Nabi SAW, mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Karena
ikrar ini dilakukan di Aqabah, maka dinamakan Bai'at Aqabah. Rombongan 12 orang
tsb kemudian kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus'ab
bin Umair yang sengaja diutus oleh Nabi SAW atas permintaan mereka.
Pada musim haji berikutnya, jemaah haji yang datang dari Yatsrib berjumlah
75 orang, termasuk 12 orang yang sebelumnya telah menemui Nabi SAW di Aqabah.
Mereka meminta agar Nabi SAW bersedia pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan
membela Nabi SAW dari segala ancaman. Nabi SAW menyetujui usul yang mereka
ajukan.
Mengetahui adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dengan orang-orang
Yatsrib, kaum Quraisy menjadi semakin kejam terhadap kaum muslimin. Hal ini
membuat Nabi SAW memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib. Secara
diam-diam, berangkatlah rombongan-rombongan muslimin, sedikit demi sedikit, ke
Yatsrib. Dalam waktu 2 bulan, kurang lebih 150 kaum muslimin telah berada di
Yatsrib. Sementara itu Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar as-Sidiq tetap tinggal
di Mekah bersama Nabi SAW, membelanya sampai Nabi SAW mendapat wahyu untuk
hijrah ke Yatsrib.
Kaum Quraisy merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW sebelum ia sempat
menyusul umatnya ke Yatsrib. Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku.
Setiap suku diwakili oleh seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan
itu terdengar oleh Nabi SAW, sehingga ia merencanakan hijrah bersama
sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan segala hal yang
diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib
diminta untuk menggantikan Nabi SAW menempati tempat tidurnya agar kaum Quraisy
mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW keluar dari
rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi
SAW menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah
menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan Kota Mekah. Mereka
bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman. Pada malam
ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira Nabi SAW sudah
sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari persembunyiannya. Pada
waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba
dengan membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan sebelumnya.
Berangkatlah Nabi SAW bersama Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut
Merah, suatu jalan yang tidak pernah ditempuh orang.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa
yang jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama
beberapa hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini
Nabi SAW membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba.
Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu
penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka,
berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah
tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi,
memandang ke arah Quba, menantikan dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan
rombongan. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan
bahagia, mereka mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di
sepanjang jalan dan menyanyikan lagu Thala' al-Badru, yang isinya:
Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ'i (celah-celah bukit).
Kami wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi,
Wahai orang yang diutus kepada kami,
engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati.
Setiap orang ingin agar Nabi SAW singgah dan menginap di rumahnya. Tetapi Nabi
SAW hanya berkata, "Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah
dia berjalan sekehendak hatinya."
Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan
Suhail, di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW
memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya
Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong
membangun rumah untuknya.
Sejak itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madînah an-Nabî (kota nabi).
Orang sering pula menyebutnya Madînah al-Munawwarah (kota yang bercahaya),
karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.
Terbentuknya Negara Madinah
Setelah Nabi SAW tiba di Madinah dan diterima penduduk Madinah, Nabi SAW
menjadi pemimpin penduduk kota itu. Ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan
yang kokoh bagi pembentukan suatu masyarakat baru.
Dasar pertama yang ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di
dalam Islam), yaitu antara kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah
ke Madinah) dan Anshar (penduduk Madinah yang masuk Islam dan ikut membantu
kaum Muhajirin). Nabi SAW mempersaudarakan individu-individu dari golongan
Muhajirin dengan individu-individu dari golongan Anshar. Misalnya, Nabi SAW
mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib
dengan Mu'az bin Jabal. Dengan demikian diharapkan masing-masing orang akan
terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang
semacam ini pula, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu
persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan
keturunan.
Dasar kedua adalah sarana terpenting untuk mewujudkan rasa persaudaraan tsb,
yaitu tempat pertemuan. Sarana yang dimaksud adalah masjid, tempat untuk
melakukan ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah, yang juga dapat digunakan
sebagai pusat kegiatan untuk berbagai hal, seperti belajar-mengajar, mengadili
perkara-perkara yang muncul dalam masyarakat, musyawarah, dan transaksi dagang.
Nabi SAW merencanakan pembangunan masjid itu dan langsung ikut membangun
bersama-sama kaum muslimin. Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal sebagai
Masjid Nabawi. Ukurannya cukup besar, dibangun di atas sebidang tanah dekat
rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah liat, sedangkan
atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di dekat masjid itu dibangun pula
tempat tinggal Nabi SAW dan keluarganya.
Dasar ketiga adalah hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak
beragama Islam. Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat
golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek
moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW
mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Perjanjian tsb diwujudkan melalui
sebuah piagam yang disebut dengan Mîsâq Madînah atau Piagam Madinah. Isi piagam
itu antara lain mengenai kebebasan beragama, hak dan kewajiban masyarakat dalam
menjaga keamanan dan ketertiban negerinya, kehidupan sosial, persamaan derajat,
dan disebutkan bahwa Rasulullah SAW menjadi kepala pemerintahan di Madinah.
Masyarakat yang dibentuk oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah setelah hijrah
itu sudah dapat dikatakan sebagai sebuah negara, dengan Nabi Muhammad SAW
sebagai kepala negaranya. Dengan terbentuknya Negara Madinah, Islam makin
bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Mekah
menjadi resah. Mereka takut kalau-kalau umat Islam memukul mereka dan membalas
kekejaman yang pernah mereka lakukan. Mereka juga khawatir kafilah dagang
mereka ke Suriah akan diganggu atau dikuasai oleh kaum muslimin.
Untuk memperkokoh dan mempertahankan keberadaan negara yang baru didirikan
itu, Nabi SAW mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota, baik langsung di
bawah pimpinannya maupun tidak. Hamzah bin Abdul Muttalib membawa 30 orang
berpatroli ke pesisir L. Merah. Ubaidah bin Haris membawa 60 orang menuju Wadi
Rabiah. Sa'ad bin Abi Waqqas ke Hedzjaz dengan 8 orang Muhajirin. Nabi SAW
sendiri membawa pasukan ke Abwa dan disana berhasil mengikat perjanjian dengan
Bani Damra, kemudian ke Buwat dengan membawa 200 orang Muhajirin dan Anshar,
dan ke Usyairiah. Di sini Nabi SAW mengadakan perjanjian dengan Bani Mudij.
Ekspedisi-ekspedisi tsb sengaja digerakkan Nabi SAW sebagai aksi-aksi siaga
dan melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk
melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk. Perjanjian perdamaian
dengan kabilah dimaksudkan sebagai usaha memperkuat kedudukan Madinah.
Perang Badr
Perang Badr yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaun
musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak
dari serangkaian pertikaian yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan
kaum musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang
dilaksanakan Nabi Muhammad SAW gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata
sederhana yang terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi
Muhammad SAW dan semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai
pemenang. Abu Jahal, panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi
Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak
Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14
yang gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah
SWT (QS. 3: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin.
Mereka memang tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara
mereka dan Nabi Muhammad SAW dalam Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW
memutuskan untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan
masing-masing. Tawanan yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia
mengajari orang-orang Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak
memiliki kekayaan dan kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang Badr, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian
dengan suku Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW
karenan melihat kekuatan Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja
kekuatan semata.
Sesudah perang Badr, Nabi SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi
Madinah yang berkomplot dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum
Yahudi itu ke Suriah.
Perang Uhud
Perang yang terjadi di Bukit Uhud ini berlangsung pada tahun 3 H. Perang ini
disebabkan karena keinginan balas dendam orang-orang Quraisy Mekah yang kalah
dalam perang Badr.
Pasukan Quraisy, dengan dibantu oleh kabilah Tihama dan Kinanah, membawa 3.000
ekor unta dan 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Tujuh
ratus orang di antara mereka memakai baju besi.
Adapun jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah 700 orang.
Perang pun berkobar. Prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur pasukan
musuh yang jauh lebih besar itu. Tentara Quraisy mulai mundur dan kocar-kacir
meninggalkan harta mereka.
Melihat kemenangan yang sudah di ambang pintu, pasukan pemanah yang ditempatkan
oleh Rasulullah di puncak bukit meninggalkan pos mereka dan turun untuk
mengambil harta peninggalan musuh. Mereka lupa akan pesan Rasulullah untuk
tidak meninggalkan pos mereka dalam keadaan bagaimana pun sebelum
diperintahkan. Mereka tidak lagi menghiraukan gerakan musuh. Situasi ini
dimanfaatkan musuh untuk segera melancarkan serangan balik. Tanpa konsentrasi
penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan. Mereka terjepit, dan satu
per satu pahlawan Islam berguguran.
Nabi SAW sendiri terkena serangan musuh. Sisa-sisa pasukan Islam diselamatkan
oleh berita tidak benar yang diterima musuh bahwa Nabi SAW sudah meninggal.
Berita ini membuat mereka mengendurkan serangan untuk kemudian mengakhiri
pertempuran itu.
Perang Uhuh ini menyebabkan 70 orang pejuang Islam gugur sebagai syuhada.
Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin
Madinah melawan masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang
bersekutu dengan masyarakat Mekah. Karena itu perang ini juga disebut sebagai
Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi,
sahabat Rasulullah SAW, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan
di bagian-bagian kota yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai
Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tsb mengepung Madinah dengan
mendirikan perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini
cukup membuat masyarakat Madinah menderita karena hubungan mereka dengan dunia
luar menjadi terputus. Suasana kritis itu diperparah pula oleh pengkhianatan
orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin
Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah
sebulan mengadakan pengepungan, persediaan makanan pihak sekutu berkurang.
Sementara itu pada malam hari angin dan badai turun dengan amat kencang,
menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara
sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri
masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin
untuk mengunjungi Mekah sangat bergelora. Nabi SAW memimpin langsung sekitar
1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada bulan suci Ramadhan, bulan yang
dilarang adanya perang. Untuk itu mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa
senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa
kilometer dari Mekah.
Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan
menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang
isinya antara lain:
Kedua belah pihak setuju untuk melakukan gencatan senjata selama 10 tahun.
Bila ada pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak Muhammad, ia harus
dikembalikan. Tetapi bila ada pengikut Muhammad SAW yang menyeberang ke pihak
Quraisy, pihak Quraisy tidak harus mengembalikannya ke pihak Muhammad SAW.
Tiap kabilah bebas melakukan perjanjian baik dengan pihak Muhammad SAW maupun
dengan pihak Quraisy.
Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah pada tahun tsb, tetapi
ditangguhkan sampai tahun berikutnya.
Jika tahun depan kaum muslimin memasuki kota Mekah, orang Quraisy harus keluar
lebih dulu.
Kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan tidak diizinkan membawa senjata,
kecuali pedang di dalam sarungnya, dan tidak boleh tinggal di Mekah lebih dari
3 hari 3 malam.
Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tsb sebenarnya adalah berusaha merebut dan
menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah
lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini:
Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga dengan melalui
konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang
besar, karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar
di kalangan bangsa Arab.
Setahun kemudian ibadah haji ditunaikan sesuai perjanjian. Banyak orang Quraisy
yang masuk Islam setelah menyaksikan ibadah haji yang dilakukan kaum muslimin,
disamping juga melihat kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Islam Madinah.
Penyebaran Islam ke negeri-negeri lain
Gencatan senjata dengan penduduk Mekah memberi kesempatan kepada Nabi SAW untuk
mengalihkan perhatian ke berbagai negeri-negeri lain sambil memikirkan
bagaimana cara mengislamkan mereka. Salah satu cara yang ditempuh oleh Nabi SAW
kemudian adalah dengan mengirim utusan dan surat ke berbagai kepala negara dan
pemerintahan.
di antara raja-raja yang dikirimi surat oleh Nabi SAW adalah raja Gassan
dari Iran, raja Mesir, Abessinia, Persia, dan Romawi. Memang dengan cara itu
tidak ada raja-raja yang masuk Islam, namun setidaknya risalah Islam sudah
sampai kepada mereka. Reaksi para raja itu pun ada yang menolak dengan baik dan
simpatik sambil memberikan hadiah, ada pula yang menolak dengan kasar.
Raja Gassan termasuk yang menolak dengan kasar. Utusan yang dikirim Nabi SAW
dibunuhnya dengan kejam. Sebagai jawaban, Nabi SAW kemudian mengirim pasukan
perang sebanyak 3.000 orang dibawah pimpinan Zaid bin Haritsah. Peperangan
terjadi di Mu'tah, sebelah utara Semenanjung Arab.
Pasukan Islam mendapat kesulitan menghadapi tentara Gassan yang mendapat
bantuan langsung dari Romawi. Beberapa syuhada gugur dalam pertempuran melawan
pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu. di antara mereka yang gugur adalah
Zaid bin Haritsah sendiri, Ja'far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Abi Rawahah.
Melihat kekuatan yang tidak seimbang itu, Khalid bin Walid, bekas panglima
Quraisy yang sudah masuk Islam, mengambil alih komando dan memerintahkan
pasukan Islam menarik diri dan kembali ke Madinah.
Perang melawan tentara Gassan dan pasukan Romawi ini disebut dengan Perang
Mu'tah.
Kembali ke Mekah
Selama 2 tahun Perjanjian Hudaibiyah, dakwah Islam sudah menjangkau Semenanjung
Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh Semenanjung Arab,
termasuk suku-suku yang paling selatan, telah menggabungkan diri ke dalam
Islam. Hal ini membuat orang-orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah
ternyata telah menjadi senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh
karena itu secara sepihak orang-orang Quraisy membatalkan perjanjian tsb.
Mereka menyerang Bani Khuza'ah yang berada di bawah perlindungan Islam hanya
karena kabilah ini berselisih dengan Bani Bakar yang menjadi sekutu Quraisy.
Sejumlah orang Kuza'ah mereka bunuh dan sebagian lainnya dicerai-beraikan. Bani
Khuza'ah segera mengadu pada Nabi Muhammad SAW dan meminta keadilan.
Rasulullah SAW segera bertolak dengan 10.000 orang tentara untuk melawan
kaum musyrik Mekah itu. Kecuali perlawanan kecil dari kaum Ikrimah dan Safwan,
Nabi Muhammad SAW tidak mengalami kesukaran memasuki kota Mekah. Nabi SAW memasuki
kota itu sebagai pemenang. Pasukan Islam memasuki kota Mekah tanpa kekerasan.
Mereka kemudian menghancurkan patung-patung berhala di seluruh negeri. Allah
SWT berfirman:
"...Kebenaran sudah datang dan yang bathil telah lenyap. Sesungguhnya
yang bathil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap."(QS. 17: 81)
Setelah melenyapkan berhala-berhala itu, Nabi SAW berkhotbah menjanjikan
ampunan bagi orang-orang Quraisy. Setelah khotbah tsb, berbondong-bondong
mereka datang dan masuk Islam. Ka'bah bersih dari berhala dan tradisi-tradisi
serta kebiasaan-kebiasaan musyrik.
Sejak itu, Mekah kembali berada di bawah kekuasaan Nabi SAW.
Setelah Mekah dapat dikalahkan, masih terdapat suku-suku Arab yang
menentang, yaitu Bani Saqif, Bani Hawazin, Bani Nasr, dan Bani Jusyam. Suku-suku
ini berkomplot membentuk satu pasukan untuk memerangi Islam karena ingin
menuntut bela atas berhala-berhala mereka yang diruntuhkan Nabi SAW dan umat
Islam di Ka'bah. Pasukan mereka dipimpin oleh Malik bin Auf (dari Bani Nasr).
Dalam perjalanan mereka ke Mekah, mereka berkemah di Lembah Hunain yang sangat
strategis.
Kurang lebih 2 minggu kemudian, Nabi SAW memimpin sekitar 12.000 tentara
menuju Hunain. Saat melihat banyak pasukan Islam yang gugur, sebagian pasukan
yang masih hidup menjadi goyah dan kacau balau, sehingga Nabi SAW kemudian
memberi semangat dan memimpin langsung peperangan tsb. Akhirnya umat Islam
berhasil menang. Pasukan musuh yang melarikan diri ke Ta'if terus diburu selama
beberap minggu sampai akhirnya mereka menyerah. Pemimpin mereka, Malik bin Auf,
menyatakan diri masuk Islam.
Dengan ditaklukannya Bani Saqif dan Bani Hawazin, kini seluruh Semenanjung
Arab berada di bawah satu kepemimpinan, yaitu kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
Melihat kenyataan itu, Heraclius, pemimpin Romawi, menyusun pasukan besar di
Suriah, kawasan utara Semenanjung Arab yang merupakan daerah pendudukan Romawi.
Dalam pasukan besar itu bergabung Bani Gassan dan Bani Lachmides.
Dalam masa panen dan pada musim yang sangat panas, banyak pahlawan Islam
yang menyediakan diri untuk berperang bersama Nabi SAW. Pasukan Romawi kemudian
menarik diri setelah melihat betapa besarnya pasukan yang dipimpin Nabi SAW.
Nabi SAW sendiri tidak melakukan pengejaran, melainkan ia berkemah di Tabuk.
Disini Nabi SAW membuat beberapa perjanjian dengan penduduk setempat. Dengan
demikian daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam.
Perang yang terjadi di Tabuk ini merupakan perang terakhir yang diikuti
Rasulullah SAW.
Pada tahun 9 dan 10 H banyak suku dari seluruh pelosok Arab yang mengutus
delegasinya kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyatakan tunduk kepada Nabi SAW.
Masuknya orang Mekah ke dalam agama Islam mempunyai pengaruh yang amat besar
pada penduduk Arab. Oleh karena itu, tahun ini disebut dengan Tahun Perutusan atau
'Âm al-Bi'sah. Mereka yang datang ke Mekah, rombongan demi rombongan,
mempelajari ajaran-ajaran Islam dan setelah itu kembali ke negeri masing-masing
untuk mengajarkan kepada kaumnya. Dengan cara ini, persatuan Arab terbentuk.
Peperangan antar suku yang berlangsung selama ini berubah menjadi persaudaraan
agama. Pada saat itu turunlah firman Allah SWT:
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan
memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penerima taubat. (QS. 110: 1-3)
Kini apa yang ditugaskan kepada Nabi Muhammad SAW sudah tercapai.
Di tengah-tengah suatu bangsa yang tenggelam dalam kebiadaban, telah lahir
seorang nabi.
Ia telah berhasil membacakan ayat-ayat Allah SWT kepada mereka dan
mensucikannya serta mengajarkan kitab dan hikmah kepada mereka, padahal
sebelumnya mereka berada dalam kegelapan yang pekat.
Pada awalnya Nabi Muhammad SAW mendapati mereka bergelimang dalam ketakhyulan
yang merendahkan derajat manusia, lalu ia mengilhami mereka dengan kepercayaan
kepada satu-satunya Tuhan yang Maha Besar dan Maha Kasih Sayang.
Saat mereka bercerai-berai dan terlibat dalam peperangan yang seolah tak ada
habisnya, dipersatukannya mereka dalam ikatan persaudaraan.
Kalau sebelumnya Semenanjung Arab berada dalam kegelapan rohani, maka ia datang
membawa cahaya terang-benderang untuk menyinari rohani mereka.
Pekerjaannya selesai sudah, dan seluruhnya dikerjakan dengan baik semasa
hidupnya.
Disinilah letak keunggulan Nabi Muhammad SAW dibanding dengan nabi-nabi yang
lain.
Ibadah haji terakhir
Pada tahun 10 H, Nabi SAW mengerjakan ibadah haji yang terakhir, yang disebut
juga dengan haji wada'.
Pada tanggal 25 Zulkaidah 10/23 Februari 632 Rasulullah SAW meninggalkan
Madinah. Sekitar seratus ribu jemaah turut menunaikan ibadah haji bersamanya.
Pada waktu wukuf di Arafah, Nabi Muhammad SAW menyampaikan khotbahnya yang
sangat bersejarah. Isi khotbah itu antara lain:
larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq (benar) dan mengambil harta
orang lain dengan bathil (salah), karena nyawa dan harta benda adalah suci.
larangan riba dan larangan menganiaya
perintah untuk memperlakukan para istri dengan baik serta lemah lembut
perintah menjauhi dosa
semua pertengkaran di antara mereka di zaman Jahiliah harus dimaafkan
pembalasan dengan tebusan darah sebagaimana yang berlaku di zaman Jahiliyah
tidak lagi dibenarkan
persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan
hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, yaitu mereka memakan apa yang
dimakan majikannya dan memakai apa yang dipakai majikannya
dan yang terpenting, bahwa umat Islam harus selalu berpegang teguh pada dua
sumber yang tak akan pernah usang, yaitu Al-Qur'an dan Sunah Nabi SAW.
Setelah itu Nabi SAW bertanya kepada seluruh jemaah, "Sudahkan aku
menyampaikan amanat Allah, kewajibanku, kepada kamu sekalian?"
Jemaah yang ada di hadapannya segera menjawab, "Ya, memang demikian
adanya."
Nabi Muhammad SAW kemudian menengadah ke langit sambil mengucapkan, "Ya
Allah, Engkaulah menjadi saksiku."
Dengan kata-kata seperti itu Rasulullah SAW mengakhiri khotbahnya.
Kembali ke Madinah
Setelah upacara haji yang lain disempurnakan, Nabi Muhammad SAW kembali ke
Madinah. Disinilah ia menghabiskan sisa hidupnya. Ia mengatur organisasi
masyarakat di kabilah-kabilah yang telah memeluk Islam dan menjadi bagian dari
persekutuan Islam. Petugas keamanan dan para da'i dikirimnya ke berbagai daerah
untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan Islam, dan memungut
zakat. Salah seorang di antara petugas itu adalah Mu'az bin Jabal yang dikirim
oleh Nabi SAW ke Yaman. Ketika itulah hadist Mu'az yang terkenal muncul, yaitu
perintah Nabi SAW agar Mu'az menggunakan pertimbangan akalnya dalam mengatur
persoalan-persoalan agama apabila ia tidak menemukan petunjuk dalam Al-Qur'an
dan hadist Nabi SAW.
Pada saat-saat itu pula wahyu Allah SWT yang terakhir turun:
"... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nimat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu
..." (QS. 5: 3)
Mendengar ayat ini, banyak orang yang bergembira karena telah sempurna agama
mereka, tetapi ada pula yang menangis, seperti Abu Bakar, karena mengetahui
bahwa ayat itu jelas merupakan pertanda berakhirnya tugas Rasulullah SAW.
Wafatnya Nabi SAW
Dua bulan setelah menunaikan ibadah haji wada' di Madinah, Nabi SAW sakit
demam. Meskipun badannya mulai lemah, ia tetap memimpin shalat berjamaah. Baru
setelah kondisinya tidak memungkinkan lagi, yaitu 3 hari menjelang wafatnya, ia
tidak mengimami shalat berjamaah. Sebagai gantinya ia menunjuk Abu Bakar
sebagai imam shalat. Tenaganya dengan cepat semakin berkurang.
Pada tanggal 13 Rabiulawal 11/8 Juni 632, Nabi Muhammad SAW menghembuskan
nafasnya yang terakhir di rumah istrinya, Aisyah binti Abu Bakar, dengan wasiat
terakhir, "Ingatlah shalat, dan taubatlah...".
Sabtu, 17 November 2012
KISAH PARA NABI
17.53
No comments
0 komentar:
Posting Komentar