Manajemen Berbasis Sekolah : Model Strategi
Mengembangkan Keunggulan Berbasis Kolaborasi
Latar Belakang
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah
satu strategi wajib yang Indonesia tetapkan sebagai standar dalam
mengembangkan keunggulan pengelolaan sekolah. Penegasan ini dituangkan
dalam USPN Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 51 ayat 1 bahwa pengelolaan satuan
pendidikan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan
minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
MBS merupakan model aplikasi manajemen institusional
yang mengintegrasikan seluruh sumber internal dan eksternal
dengan lebih menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui
perluasan otonomi sekolah. Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan.
Spesifikasinya berkenaan dengan visi, misi, dan tujuan yang dikemas dalam
pengembangan kebijakan dan perencanaan (Wikipedia, 2009)
MBS juga merupakan salah satu model manajemen
strategik. Hal ini berarti meningkatkan pencapaian tujuan melalui
pengerahan sumber daya internal dan eksternal. Menurut Thomas Wheelen dan J.
David Hunger (1995), empat langkah utama dalam menerapkan perencanaan strategik
yaitu (1) memindai lingkungan internal dan eksternal (2) merumuskan
strategi yang meliputi perumusan visi-misi, tujuan organisasi, strategi,
dan kebijakan (3) implementasi strategi meliputi penyusunan progaram,
penyusunan anggaran, dan penetapan prosedur (4) mengontrol dan mengevaluasi
kinerja.
MBS merupakan salah satu strategik meningkatkan
keunggulan sekolah dalam mencapai tujuan melalui usaha mengintegrasikan seluruh
kekuatan internal dan eksternal. Pengintegrasian sumber daya dilakukan sejak
tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi atau kontrol. Strategi
penerapannya dikembangkan dengan didasari asas keterbukaan informasi atau
transparansi, meningkatkan partisipasi, kolaborasi, dan akuntabilitas.
Tantangan praktisnya adalah bagaimana sekolah
meningkatkan efektivitas kinerja secara kolaboratif melalui pembagian
tugas yang jelas antara sekolah dan orang tua siswa yang didukung dengan sistem
distribusi informasi, menghimpun informasi dan memilih banyak alternatif
gagasan dari banyak pihak untuk mengembangkan mutu kebijakan melalui keputusan
bersama. Pelaksanaannya selalu berlandaskan usaha meningkatkan
partisipasi dan kolaborasi pada perencanaan, pelaksanaan kegiatan sehari-hari,
meningkatkan penjaminan mutu sehingga pelayanan sekolah dapat memenuhi kepuasan
konsumen.
Dalam menunjang keberhasilannya, MBS memerlukan banyak
waktu dan tenaga yang diperlukan pihak eksternal untuk terlibat dalam banyak
aktivitas sekolah. Hal ini menjadi salah satu kendala. Tingkat pemahaman
orang tua tentang bagaimana seharusnya berperan juga menjadi kendala lain
sehingga partisipasi dan kolaborasi orang tua sulit diwujudkan. Karena itu,
pada tahap awal penerapan MBS di Indonesia lebih berkonsentrasi pada bagaimana
orang tua berpartisipasi secara finansial dibandingkan pada aspek eduktif.
Tujuan
Penerapan MBS
MBS
bertujuan untuk meningkatkan keunggulan sekolah melalui pengambilan keputusan
bersama. Fokus kajiannya adalah bagaimana memberikan pelayanan belajar yang
sesuai dengan kebutuhan siswa, memenuhi kriteria yang sesuai dengan
harapan orang tua siswa serta harapan sekolah dalam membangun keunggulan
kompetitif dengan sekolah sejenis.
Tujuan SMA
adalah melayani siswa agar dapat melanjutkan ke perguruan tinggi dan dapat
memenuhi syarat kompetensi untuk dapat hidup mandiri. Siswa memiliki kompetensi
sehingga dapat hidup dengan mangandalkan potensi dirinya secara kompetitif.
Mutu sekolah ditentukan oleh seberapa besar daya sekolah untuk mewujudkan mutu
lulusan sesuai dengan syarat yang ditentukan bersama. Hal ini sejalan dengan
konsep yang dikemukakan oleh Edward Sallis bahwa mutu adalah memenuhi kriteria
yang dipersyaratkan.
Kejelasan
tujuan merupakan prasyarat efektifnya sekolah. Kriteria mutu yang
digambarkan dengan sejumlah kriteria pencapaian tujuan dengan indikator yang
jelas menjadi bagian penting yang perlu sekolah rumuskan.
Keuntungan
dengan memperjelas indikator dan kriteria mutu pada pencaian tujuan akan
memandu sekolah memformulasikan strategi, mengimplementasikan strategi dan
mengukur pencapaian kinerja.
Tujuan MBS
adalah meningkatkan mutu keputusan untuk mencapai tujuan. Oleh karena, dalam
pelaksanaan MBS memerlukan tujuan yang hendak dicapai secara jelas, jelas
indikatornya, jelas kriteria pencapaiannya agar keputusan lebih terarah.
Lebih dari
itu dengan proses pengambilan keputusan bersama harus sesuai dengan kepentingan
siswa belajar. Dilihat dari sisi standardisasi, maka penerapan MBS
berarti meningkatkan standar kinerja belajar siswa melalu pengambilan
keputusan bersama, meningkatkan partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, dan
meningkatkan kontrol dan evaluasi agar lebih akuntabel. Menyepakati
profil hasil belajar yang diharapkan bersama merupakan dasar penting dalam
melaksanakan MBS.
Partisipasi
seluruh pemangku kepentingan berarti meningkatkan daya dukung bersama untuk
meningkatkan mutu lulusan melalui peningkatan mutu pelayanan belajar dengan
standar yang sesuai dengan harapan orang tua siswa yang ditetapkan menjadi
target sekolah.
Manfaat
Memiliki Tujuan Yang Jelas
Keuntungan
dengan memperjelas indikator dan kriteria mutu pada pencapaian tujuan akan
memandu sekolah memformulasikan strategi, mengimplementasikan strategi dan
mengukur pencapaian kinerja.
Tujuan MBS adalah mengambil keputusan bersama untuk
memperjelas tujuan, indikator, dan kriteria mutu yang ditetapkan sehingga
memiliki keunggulan yang kompetitif karena keputusan akan sesuai dengan
kebutuhan pengembangan potensi dan prestasi siswa pada tingkat satuan
pendidikan.
Dengan demikian partisipasi orang tua siswa dalam
bentuk biaya merupakan bagian dari peningkatan standar mutu pengelolaan
sekolah, yang lebih penting dari itu ialah bagaimana orang tua berperan dalam
meningkatkan potensi peserta didik agar menjadi lulusan yang memiliki
kompetensi yang sesuai dengan harapan bersama.
Peta Keunggulan dan Pencitraan Sekolah
Thomas Sergiovanni dan Martin Burlingame (1997)
mengembangkan model keunggulan sekolah dalam peta yang memiliki empat dimensi,
yaitu dimensi pemerataan dan kunggulan dan efisensi dengan kebebasan. Peta
persilangannya menghasilkan karater keungulan yang berbeda seperti di bawah
ini.
Keunggulan
|
|||
Efisiensi
|
|
|
Kebebasan
|
|
|
||
Pemerataan Akses
|
Keumggulan
sekolah memiliki empat arah pengembangan yang berbeda. Sekolah sebagai
bagian dari instrumen pemerintah wajib membantu meningkatkan pemerataan akses
sehingga tiap warga negara dapat bersekolah. Menyediakan akses merupakan bentuk
kecukupan minimal pemenuhan kewajiban pemerintah. Wajib mengikuti pendidikan
dasar contoh yang tepat. Pada dimensi lain sekolah dapat mengembangkan
mutu atau keunggulan sebagai tambahan atau nilai pembeda yang membuat
sekolah memberikan tingkat kepuasan lebih.
Pengembangan
sekolah yang memiliki potensi besar adalah mendapatkan kebebasan untuk
berkreasi. Sebaliknya semakin terbatas sumber daya di sekolah semakin
ketat menerapkan efisiensi. Sekali pun begitu efektivitas dan akuntabilitas
sumber daya menjadi bahan pertimbangan lain yang menyebabkan kebebasan itu
menjadi bukan tanpa batas.
Memadukan keunggulan dan efisiensi melahirkan model
sekolah yang birokratis-elitis, perpaduan keunggulan dan kebebasan
melahirkan tipe desentralisasi elitis, kebebasan dengan pemerataan akses
melahirkan model sekolah yang medukung nilai persamaan-liberal, dan
efisiensi dengan pemerataan melahirkan birokratis-liberal.
Pada beberapa daerah pengembangan pendidikan
yang semakin dibatasi dalam memperoleh anggaran dari masyarakat menghasilkan
model pengelolaan yang bertipe birokratis liberal dengan sifat pengelolaan
sekolah harus tunduk pada kebebasan para pengambil kebijakan politis yang
mengejar citra populis.
Indikator
Mutu Lulusan
Mutu
pendidikan Indonesia menetapkan indikator utama beriman-bertaqwa dan
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab sebagai kompetensi utama manusia Indonesia. Potensi itu
diarahkan untuk mendukung daya saing siswa sehingga (1) lulus UN (2) memiliki
daya saing dalam memperebutkan daya saing masuk perguruan tinggi bermutu
internasional (2) memiliki daya saing dalam lomba akademik taraf nasional
maupun internasional (3) berkolaborasi pada taraf internasional.
Keunggulan
siswa juga ditentukan oleh prestasinya dalam menguasai kompetensi pada seluruh
mata pelajaran sesuai kurikulum, penguasaan bahasa Inggris dan teknologi
informasi dan komunikasi.
Bagaimana
Menerapkan MBS?
Penerapan
MBS sebagai salah satu model manajemen strategik dalam sistem pengelolaan
pendidikan dengan tujuan untuk mencapai peningkatan mutu pendidikan yang
berstandar maka terdapat beberapa langkah strategis yang perlu sekolah lakukan:
- Merumuskan dan menyepakati standar lulusan yang diharapkan bersama dengan indikator dan target yang jelas yang merujuk pada standar nasional pendidikan.
- Menetapkan strategi yang akan sekolah terapkan untuk menghasilkan lulusan yang diharapkan dan relevansinya dengan peningkatan kebutuhan kurikulum, kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dan pembiayaan.
- Meningkatan daya dukung informasi dengan cara memindai kekuatan, kelemahan lingkungan internal serta memindai peluang dan ancaman lingkungan eksternal. Penyediaan informasi yang tepat dan terpercaya merupakan bagian penting dalam menunjang sukses pengambilan keputusan.
- Meningkatkan efektivitas komunikasi pihak internal dan eksternal sekolah dalam upaya meningkatkan pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing, serta dalam membangun dan mengembangkan kerja sama memberikan pelayanan pendidikan secara optimal kepada siswa.
- Meningkatkan daya kolaborasi sekolah dalam menerapkan keputusan bersama ini sebagai bagian dari upaya melibatkan seluruh warga sekolah agar memiliki daya partisipasi yang kuat untuk mengubah kebijakan menjadi aksi.
Dalam upaya
peningkatan mutu MBS sekolah perlu meningkatkan standar pengelolaan untuk
mendapatkan (1) visi dan misi sekolah yang diputuskan bersama. (2) menetapkan
tujuan terutama merumuskan indikator dan target mutu lulusan (3) menetapkan
strategi yang melibatkan semua pihak untuk mewujudkan tujuan yang sekolah
harapkan yang berporos pada meningkatkan mutu lulusan (4) Menetapkan kebijakan
dan program peningkatan mutu lulusan dengan menerapkan delapan standar nasional
pendidikan sebagai rujukan mutu termasuk di dalamnya penetapan anggaran untuk
menyediakan akses dan kecukupan standar serta menetapkan keunggulan yang
mungkin sekolah wujudkan. Sekolah yang efektif memiliki dokumen program yang
telah disepakati bersama dan semua pihak yang terlibat memahami tugas
masing-masing.
- Melaksanakan kegiatan sesuai dengan program sesuai dengan standar, melaksanakan anggaran sesuai dengan yang disepakati, memanfaatkan seluruh sumber daya secara efektif dan efisien, dan memastikan bahwa seluruh tahap kegiatan yang dilaksanakan seusai dengan rencana.
- Sekolah memastikan bahwa proses penyelenggaraan sekolah mengarah pada tercapainya tujuan dengan indikator dan target yang telah ditetapkan bersama. Sekolah juga melakukan studi bersama yang melibatkan seluruh unsur yang bertanggung jawab untuk meningkatkan penjaminan bahwa penyelenggaraan sekolah mencapai target yang diharapkan. Fokus utama penjaminan mutu adalah terselenggaranya pembelajaran dan pengelolaan secara efektif.
- Melaksanakan kontrol sesuai dengan hasil kesepakatan bersama dan mengolah hasil evaluasi sebagai bahan perbaikan selanjutnya.
Untuk
mendukung efektifnya empat tahap kegiatan itu perlu memperhatikan dengan
sungguh-sungguh tentang beberapa hal berikut :
- Mendeskripsikan lulusan dengan indikator yang jelas yang diikuti dengan indentifikasi kebutuhan kurikulum, kompetensi pendidik, sarana, biaya, dan sistem pengelolaan.
- Meningkatkan keberdayaan sekolah dalam mengembangkan sistem informasi sebagai bahan pengambilan keputusan.
- Menyediakan infomasi yang perlu dipahami oleh seluruh anggota komunitas agar tiap orang dipastikan dapat melaksanakan tugasnya secara optimal.
- Meningkatkan kegiatan sosialisasi program sehingga semua pihak dipastikan mendapatkan informasi secara transparan dan akuntabel.
- Meningkatkan kekerapan dan kedalaman komunikasi baik secara langsung maupun komunikasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
- Mengembangkan tim pengembang mutu yang akan mengimplementasikan kegiatan yang melibatkan pihak internal dan eksternal.
- Mempersiapkan instrumen pengukuran pencapaian kinerja baik terhadap proses maupun hasil dengan indikator yang transparan sehingga semua pihak memahami betul ukuran keberhasilan yang disepakati.
- Melaksanakan pertemuan mengembangakan rencana kegiatan, evaluasi kegiatan, dan evaluasi hasil.
- Menyusun pertanggung jawaban program secara transparan dan akuntabel.
- Melakukan perbaikan berkelanjutan.
·
Manajemen Berbasis Sekolah
·
Manajemen berbasis sekolah
(MBS) adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih ke
sekolah-sekolah dan meningkatkan keterlibatan langsung dari komunitas sekolah
(kepala sekolah, guru, mahasiswa, staf, orang tua dan masyarakat) dalam
pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas sekolah di bawah
kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (Fadjar 2002). Konsep MBS telah
menarik ahli pendidikan di Indonesia pada akhir 1990-an, dan itu secara
resmi diadopsi sebagai model manajemen sekolah di Indonesia dengan disahkannya
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Konsep MBS dipilih
didasarkan pada paradigma desentralisasi pendidikan yang diterapkan untuk
memecahkan ketidakefektifan dari paradigma pendidikan sentralistik yang
sebelumnya diterapkan di Indonesia.
·
Manajemen pendidikan
sentralistik tidak mendidik manajemen sekolah untuk kreatif mengembangkan
organisasi sekolah, mengembangkan kurikulum, mengelola fasilitas dan belajar
sumber daya, maupun mengembangkan partisipasi masyarakat. MBS membuat
komunitas sekolah yang peserta aktif terlibat dalam membuat keputusan dalam
kaitannya dengan program-program sekolah termasuk kurikulum dan strategi
pembelajarannya.
·
Berbagai negara donor
melaksanakan proyek percontohan pada pengembangan manajemen sekolah dan
meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu dalam proses
desentralisasi pendidikan di beberapa daerah Indonesia. Sebagai contoh,
Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) telah
melakukan studi pada pelaksanaan pengembangan model MBS, melalui partisipasi
dalam sub-distrik masyarakat dalam Program Peningkatan Pendidikan Daerah (REDIP)
di lima kabupaten di dua provinsi, Jawa Tengah dan Sulawesi Utara pada tahun
1999-2004 dan kemudian diperpanjang sampai pada tahun 2008 di provinsi lain
(JICA 2008). Model REDIP juga diterapkan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)
dalam rangka untuk merekonstruksi pendidikan setelah Tsunami terjadi pada tahun
2005. Dalam contoh lain, Pemerintah AS melalui USAID mendukung Managing Basic
Education (MBE) Project di tahun-tahun 2003-2006 (The Mitchell Group Inc 2007)
untuk menjalankan manajemen berbasis sekolah dan berbasis masyarakat dengan
penekanan pada pelatihan untuk SD dan guru SMP untuk melaksanakan, kreatif
aktif, efektif, dan menyenangkan program pembelajaran (selanjutnya disebut
sebagai "PAKEM") di empat propinsi (Jawa Timur, Jawa Tengah, Nanggroe
Aceh Darussalam, dan Jakarta).
·
Dalam era desentralisasi,
perluasan pendidikan akan sangat tergantung pada kepemimpinan politik di daerah
otonom (kabupaten / kota). Selanjutnya upaya untuk mempertahankan dan
memperluas inovasi MBS dan partisipasi masyarakat yang diprakarsai oleh
Pemerintah pusat dan bantuan luar negeri yang kemudian tergantung pada kemauan
pemerintah daerah dan ketersediaan anggaran untuk mendukung program. Sementara
itu, pelaksanaan MBS di tingkat sekolah akan tergantung pada kepemimpinan kepala
sekolah. Pada saat ini ada perbedaan antar daerah dan sekolah di pelaksanaan
MBS. Upaya jangka panjang yang dibutuhkan oleh pemerintah pusat dan daerah
untuk mendukung sekolah-sekolah untuk menerapkan MBS secara efektif. Namun
diyakini bahwa pelaksanaan MBS merupakan faktor penting dalam reformasi sekolah
di Indonesia terhadap mendirikan sekolah-sekolah yang mampu bekerja secara
independen dan mendapatkan dukungan dari para stakeholder serta masyarakat
setempat.
·
Kritik & Saran
·
Dalam sebuah
artikel yang berjudul “Masa Depan Sekolah di Indonesia” yang ditulis oleh Harry Firman “Universitas Pendidikan Indonesia” dan Burhanuddin Tola “Pusat Nasional untuk Pendidikan Penilaian, Indonesia”, penulis menyinggung tentang MBS yang
ada di Indonesia. Di dalamnya mereka menjelaskan secara rinci tentang
pendahuluan MBS serta peran aktif yang kuat masyarakat terhadap pengelolaan
sekolah. Mereka juga memaparkan proyek-proyek percontohan model MBS yang
dilaksanakan oleh negara-negara donor seperti Jepang dan Amerika. dan sampai
sekarang terus dikembangkan dan diterapkan dalam sekolah.
·
Dalam
tulisannya mereka mengemukakan saat ini di Indonesia ada perbedaan antar daerah
dan sekolah dalam pelaksanaan MBS. Akan tetapi mereka tidak menjelaskan secara
rinci perbedaan-perbedaan yang terjadi antar daerah dan sekolah dalam
pelakasanaan MBS. serta mereka juga tidak memaparkan secara komprehensif
upaya-upaya jangka panjang yang dibutuhkan pemerintah agar MBS berjalan secara
efektif. Penulis juga minim dalam memberikan contoh proyek – proyek apa saja
yang telah dilakukan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
dalam pengembangan yang dilakukan disetiap wilayah yang ada di Indonesia.
Sehingga nantinya dapat membandingkan dimana letak kelebihan dan kekurangan
yang ada pada pengembangan MBS.
·
·
Kesimpulan
·
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi
pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu,
efisiensi, dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan
masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah,
masyarakat, dan pemerintah. Dengan adanya implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang ada saat ini. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan
faktor penting dalam reformasi sekolah di Indonesia terhadap mendirikan
sekolah-sekolah yang mampu bekerja secara independen dan mendapatkan dukungan
dari para stakeholder serta masyarakat setempat.
·
Dengan
adanya desentralisasi dalam kependidikan di Indonesia pemerintah haruslah
mempertahankan serta memperluas inovasi MBS ke seluruh pelosok daerah agar
adanya keadilan anak bangsa dalam mengenyam pendidikan. Disini terlihat jelas
harus adanya kemauan pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta masyarakat
untuk memaksimalkan dana yang ada untuk digunakan seefektif mungkin dalam
mengelola pendidikan. Dengan ada banyaknya negara donor yang melakukan riset
dan percontohan tentang MBS di Negara kita, angin yang baik untuk sistem pendidikan
kita untuk mengimplementasikannya sebaik mungkin.
0 komentar:
Posting Komentar