BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
“Pedulikah saya pada lingkungan hidup kita?”
adalah sebuah pertanyaan reflektif yang mengajak kita untuk sejenak merenungkan
kehidupan di sekitar kita. Lingkungan hidup adalah “konteks” di mana kita hidup
dan bertempat tinggal. Apabila lingkungan hidup tersebut terganggu dan
mengalami kerusakan, maka kehidupan dan tempat tinggal kita pun akan terusik.
Prinsip utliytarisme pada makalah ini akan menjelaskan mengenai bagaimana cara
kita memanfaatkan lingkungan sekitar dengan tetap mengacu pada masalah etika lingkungan.
Prinsip utlytarisme dan problematika lingkungan akan di bahas secara gamblang
pada makalah ini sesuai dengan apa yang terdapat pada rumusan masalah. Namun
sebelum kita mengacu pada pokok dari makalah ini kami akan membahas pertanyaan
dasar mengenai lingkungan.
B. Rumusan
Masalah
1. Mengapa
kita harus peduli terhadap lingkungan kita?
2. Apakah
yang dimaksud dengan etika lingkungan?
3. Sejauh
mana cakupan masalah lingkungan hidup dalam konteks kehidupan manusia dan
interaksinya dengan lingkungan hidup di sekitarnya?
4. Bagaimana
hal tersebut terkait dengan masalah etika dan moral?
5. Bagaimanakah
menyelesaikan problem tersebut?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan
pentingnya kepedulian kita terhadap lingkungan
2. Menjelaskan
pengertian etika lingkungan
3. Menjelaskan
masalah lingkungan dalam konteks kehidupan manusia dan interaksinya dengan
lingkungan hidup di sekitarnya
4. Menjelaskan
keterkaitan antara masalah lingkungan hidup dengan masalah etika dan moral
5. Menjelaskan
cara menyelesaikan problem yang ada di lingkungan
D. Problematika
Lingkungan Hidup
Dalam problematika
lingkungan ada dua masalah terbesar yaitu masalah pemanfaatan atau
pendayagunaan dan perusakan lingkungan. Masalah pemanfaatan dan perusakan ini
dibatasi oleh masalah etika dan masalah moral. Masalah pemanfaatan setiap
manusia pasti memahami cara memanfaatkan lingkungan. Namun, mereka tidak
memperhatikan batasan-batasan alam pendayagunaan lingkungan sehingga tanpa
sadar ataupun sadar mereka melakukan perusakan terhadap lingkungan hidup.
Masalah kerusakan lingkungan hidup
mengurai lebih lanjut, kita perlu memperjelas lebih dahulu apa
pengertian dari etika dan moral. Etika dapat dipahami sebagai filsafat atau
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan
moral. Etika memberikan peninjauan untuk menentukan sikap pada manusia agar
manusia tidak hidup dengan cara mengekor saja terhadap berbagai pihak yang mau
menetapkan bagaimna kita harus hidup, melainkan agar membantu, agar kita lebih mampu untuk
mempertanggungjawabkan kehidupan kita. Sedangkan moral adalah ajaran-ajaran,
wejangan-wejangan, kotbah-kotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan
baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak
agar ia menjadi manusia yang baik. Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya
manusia sebagai manusia.
1.
Etika
Masalah lingkungan
hidup menjadi msalah etika karena manuia seringkali lupa dan kehilangan
orientasi dalam memperlakukan alam. Karena lupa dan kehilangan orientasi
itulah, manusia lantas memperlakukan alam secara tidak bertanggungjawab. Dalam
keadaan seperti itu , mereka juga tidak menjai kritis. Oleh karena itulah
pendekatan etis dalam menyikapi masalah lingkungan hidup sungguh sangat
diperlukan. Pendekatan tersebut pertama-tama dimaksudkan untuk menentukan
sikap, tindakan dan perspektif etis serta manajemen perawatan lingkungan hidup
dan seluruh anggota ekosistem di dalamnya dengan tepat. Maka, sewajarnyalah
jika saat ini dikembangkan etika lingkungan hidup dengan opsi ramah terhadap
lingkungan hidup.
Teori etika lingkungan
hidup sendiri secara singkat dapat diartikan sebagai usaha untuk membangun
dasar-dasar rasional bagi sebuah system prinsip-prinsip moral yang dapat
dipakai sebagai panduan bagi upaya manusia untuk memperlakukan ekosistem alam
dan lingkungan sekitarnya. Paling tidak pendekatan etika lingkungan hidup dapat
dikategorikan dalam dua tipe yaitu tipe pendekatan human-centered (berpusat pada manusia atau antroposentris) dan tipe
pendekatan life-centered (berpusat
pada kehidupan atau biosentris). Teori etika human-centered mendukung kewajiban
moral manusia untuk menghargai sesame
sebagai manusia. Sedangkan teori etka life-contered adalah teori etika yang
berpendapat bahwa kewajiban manusia terhadap manusia. Dengn kata lain, etika
lingkungan hidup bukanlah subdivisi dari etika human-contered. Pada umumnya,
paling tidak semenjak jaman modern, orang lebih suka menggunakan pendekatan
etika human-contered dalam memperlakukan lingkungan hidup. Melalui pendekatan
etika ini, terjadilah ketidakseimbangan relasi antara manusia dan lingkungan
hidup.
Dalam kegiatan praktis,
alam kemudian dijadikan “objek” yang dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk
menjamin pemenuhan kebutuhan manusia. Sangat disayangkan bahwa pendekatan etika
tersebut tidak diimbangi dengan usaha-usaha yang memadai untuk mengembalikan
fungsi lingkungan hidup dan makhluk-makhluk lain yang ada didalamnya. Dengan
latar belakang seperti itulah kerusakan lingkungan hidup terus-menerus terjadi
hingga saat ini. Pertanyaanya sekarang adalah apakah pendekatan etika
human-centered tersebut tetap masih
relevan diterapkan untuk jaman ini? Menghadapi centered tidak lagi memadai
untuk terus dipraktekan. Artinya, kita perlu menentukan pendekatan etis lain
yang lebih sesuai dan lebih “ramah” terhadap lingkungan hidup. Jenis pendekatan
etika yang kiranya memungkinkan adalah pendekatan etika life-contered yang tadi
sudah kita sebutkan. Pendekatan etika ini dianggap lebih memadai sebab dalam
praksisnya tidak menjadikan lingkungan hidup dan makhluk-makhluk yang terdapat
di dalamnya sebagai objek yang begitu saja dieksploitasi. Sebaliknya,
pendekatan etika ini justru sungguh menghargai mereka sebagai “subjek” yang
memiliki nilai pada dirinya. Mereka memiliki nilai tersendiri sebagai anggota
komunitas kehidupan di bumi. Nilai mereka tidak ditentukan dari sejauh mana
mereka memiliki kegunaan bagi manusia. Mereka memiliki nilai kebaikan
tersendiri seperti manusia juga memilikinya, oleh karena itu mereka juga layak
diperlakukan dengan respect seperti kita melakukannya terhadap manusia.
2.
Moral
Dalam kehidupan
sehari-hari tindakan moral adalah tindakan yang paling menentukan kualitas baik
buruknya hidup seseorang. Agar tindakan moral seseorang memenuhi kriteria moral
yang baik, ia perlu mendasarkn tindakannya pada prinsip-prinsip moral secara tepat. Prinsip-prinsip moral
yang dimaksud disini adalah prinsip sikap baik, keadilan dan hormat terhadap
diri sendiri. Prinsip-prinsip moral tersebut disebutkan rasanya juga perlu
untuk dikembangkan labih jauh. Artinya, prinsip moral semacam itu diandaikan
hanyalah berlaku bagi sesama manusia. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari
seseorang tidak hanya berjumpa dan berinteraksi dengan sesamanya. Bisa saja
terjadi bahwa seseorang lebih sering berinteraksi dan berhubungan dengan
makhluk non-human atau lingkungan hidup di mana ia tinggal, bekerja dan hidup.
Maka rasanya kurang memadai jika dalam konteks tersebut tidak terdapat prinsip-prinsip
moral yang jelas seperti ketika seseorang menghadapi sesamanya. Dengan kata
lain, rasanya akan lebih baik jika terdapat prinsip-prinsip moral yang menjadi
penentu baik buruknya tindakan seseorang dengan lingkungan hidup dan
unsur-unsur kehidupn lain didalamnya.
Untuk menjawab
pertanyaan di atas, ada baiknya jika kita kembali pada pemahaman tentang teori
etika life-contered. Kita kembali pada konsep etika tersebut karena melalui
pendekatan etika tersebut, kita dapat menemukan konsep moral yang lebih memadai
bagi manusia dalam menentukan sikap, tindakan dan perspektifnya terhadap
lingkungan hidup dan makhluk non-human. Life-contered atau biosentris posisi
mungkin kelihatan sebagai sebuah pendirian yang aneh. Bagi beberapa orang, hal
itu mungkin dianggap keliru, khususnya ketika semua binatang dan tumbuhan
dimsukkan sebagai golongan subjek moral. Bagaimana mungkin kita sebagai manusia
punya kewajibanndan tanggung jawab terhadap nyamuk, cacing, semut dan lebah?
Alasan apa yang dapat membenarkan pandangan semacam itu? Apakah ada artinya
membicarakan tentang bagaimana memperlakukan tanaman atau jamur dengan benar
atau salah? Pertanyaan-pertanyaan tersebut rasanya perlu lebih dahulu dijawab
untuk menentukan apakah mereka yang kita bicarakan layak disebut sebagai agen
moral.
Sebelum kita menjawab
pertanyaan di atas, rasanya terlebih dahulu perlu kita ketahui apa saja yang
menjadi kriteria “sesuatu” dapat disebut sebagai agen moral. Yang dapat disebut
sebagai agen moral adalah sebenarnya apa saja yang hidup, yang memiliki
kapasitas kebaikan atau kabajikan sehingga dapat bertindak secara moral,
memiliki kewajiban dan tanggungjawab, dan dapat dituntut untuk
mempertanggungjawabkan tindakannya. Yang lebih penting lagi, adalah agen moral
dapat memberikan penilaian yang benar dan salah, dapat diajak dalam proses
delibrasi moral, dan dapat menetukan keputusan berdasarkan semua alasan yang
telah disebutkan. Dengan melihat definisi tersebut, mungkin kita akan
berpendapat bahwa semua itu adalah kapasitas yang hanya dimiliki oleh manusia.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah pendapat semacam itu benar
seluruhnya.
Dugaan bahwa seluruh
kapasitas sebagai agen moral diatas hanya dimiliki oleh manusia tidaklah
seluruhnya benar. Dalam kenyataan ada juga pengeculian-pengecualian yang dapat
menjadi halangan bagi manusia untuk menjadi agen-agen moral, contohnya adalah
anak-anak yang masih berada dibawah umur dan mereka yang mengalami cacat
mental. Anak-anak dan mereka yang mengalami cacat mental jelas-jelas adalah
manusia. Akan tetapi, mereka tidak dapat disebut sebagai agen moral sebab
mereka memiliki keterbatasan baik yang tidak permanen maupun yang permanen.
Oleh karena itu, apabila mereka melakukan tindakan yang melanggar nilai-nilai
moral tidak dapat dikenakan sanksi.
Apabila kita kembali
melihat kriteria agen moral, dapat disimpulkan bahwa ada makhluk hidup lain
bukan manusia yang memiliki kapasitas sebagai agen moral. Bukan tidak mungkin
bahwa makhluk non-human memiliki kapasitas-kapasitas yang telah disebutkan
diatas sebagai kriteria untuk menjadi agen moral. Semut dan lebah pekerja yang
bekerja dengan giat dengan penuh rasa tanggungjawab untuk mengumpulkan makanan
dan madu demi kebaikan bersama komunitas mereka tidak dapat diabaikan sebagai
agen moral jika kita diukur dengan menggunakan kepemilikan kapasitas dapat
berbuat baik dan bertanggungjawab. Begitu juga halnya dengan tanaman, pohon
pisang yang rela menghasilkan buah bukan demi untuk dirinya sendiri tetapi demi
kebaikan entah bagi manusia atau makhluk yang lain pun juga tidak dapat
diingkari keberadaannya sebagai agen moral. Dengan kata lain, pohon pisang juga
memiliki kapasitas kebaikan yang layak menjadikan dirinya sebagai agen moral.
Jika dilihat dari
prinsip utlilytarisme kebanyakan teorinya menghasilkan jumlah kebaikan dari
jumlah orang. Utlilytarisme negative mengharuskan kita untuk mempromosikan diri
untuk mencegah penderitaan yang terbanyak. Pendukung Karl Popper dalam argument
epistomologinya menyebutkan bahwa “hal
ini menambahkan kejelasan di bidang etika, jika kita merumuskan tuntutan
negatif kami, yaitu jika kita menuntut penghapusan peneritaan dari
kebahagiaan.” Dalam implementasi praktis dari gagasan tersebut dapat
dibedakan sebagai berikut.
RNSmart, advokat dari
prinsip utilitarian, dengan cepat menunjukan bahwa tujuan akhir dari negatif
utlytarisme akan dapat menimbulkan metode tercepat dan paling menyakitkan
membunuh keseluruhan umat manusia, karena hal ini akhirnya secara efektif akan
meminimalisir jenis penderitaan. Dalam versi moderen negatif utlytarisme tidak
meminimalisir semua jenis penderitaan tetapi hanya meminimalisir jenis
penderitaan yang sesuai dengan keinginannya.Sebagian pendukung negatif
utlytarisme preferensi modern mereka bertahan hidup agar dapat dibebaskan dari
penderitaan, sehingga mereka menolak gagasan tentang kehancuran cepat dan tidak
sakit kehidupan. beberapa dari mereka percaya bahwa, dalam waktu tertentu
kasus-kasus terburuk penderitaan dapat dikalahkan dan dunia penderitaan dapat
direalisasikan.
0 komentar:
Posting Komentar