Rabu, 28 Maret 2012

makalah PROBLEMATIKA LINGKUNGAN HIDUP


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
“Pedulikah saya pada lingkungan hidup kita?” adalah sebuah pertanyaan reflektif yang mengajak kita untuk sejenak merenungkan kehidupan di sekitar kita. Lingkungan hidup adalah “konteks” di mana kita hidup dan bertempat tinggal. Apabila lingkungan hidup tersebut terganggu dan mengalami kerusakan, maka kehidupan dan tempat tinggal kita pun akan terusik. Prinsip utliytarisme pada makalah ini akan menjelaskan mengenai bagaimana cara kita memanfaatkan lingkungan sekitar dengan tetap mengacu pada masalah etika lingkungan. Prinsip utlytarisme dan problematika lingkungan akan di bahas secara gamblang pada makalah ini sesuai dengan apa yang terdapat pada rumusan masalah. Namun sebelum kita mengacu pada pokok dari makalah ini kami akan membahas pertanyaan dasar mengenai lingkungan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Mengapa kita harus peduli terhadap lingkungan kita?
2.      Apakah yang dimaksud dengan etika lingkungan?
3.      Sejauh mana cakupan masalah lingkungan hidup dalam konteks kehidupan manusia dan interaksinya dengan lingkungan hidup di sekitarnya?
4.      Bagaimana hal tersebut terkait dengan masalah etika dan moral?
5.      Bagaimanakah menyelesaikan problem tersebut?

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Menjelaskan pentingnya kepedulian kita terhadap lingkungan
2.      Menjelaskan pengertian etika lingkungan
3.      Menjelaskan masalah lingkungan dalam konteks kehidupan manusia dan interaksinya dengan lingkungan hidup di sekitarnya
4.      Menjelaskan keterkaitan antara masalah lingkungan hidup dengan masalah etika dan moral
5.      Menjelaskan cara menyelesaikan problem yang ada di lingkungan

D. Problematika Lingkungan Hidup
Dalam problematika lingkungan ada dua masalah terbesar yaitu masalah pemanfaatan atau pendayagunaan dan perusakan lingkungan. Masalah pemanfaatan dan perusakan ini dibatasi oleh masalah etika dan masalah moral. Masalah pemanfaatan setiap manusia pasti memahami cara memanfaatkan lingkungan. Namun, mereka tidak memperhatikan batasan-batasan alam pendayagunaan lingkungan sehingga tanpa sadar ataupun sadar mereka melakukan perusakan terhadap lingkungan hidup. Masalah kerusakan lingkungan hidup  mengurai lebih lanjut, kita perlu memperjelas lebih dahulu apa pengertian dari etika dan moral. Etika dapat dipahami sebagai filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika memberikan peninjauan untuk menentukan sikap pada manusia agar manusia tidak hidup dengan cara mengekor saja terhadap berbagai pihak yang mau menetapkan bagaimna kita harus hidup, melainkan agar  membantu, agar kita lebih mampu untuk mempertanggungjawabkan kehidupan kita. Sedangkan moral adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, kotbah-kotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia.
1.      Etika
Masalah lingkungan hidup menjadi msalah etika karena manuia seringkali lupa dan kehilangan orientasi dalam memperlakukan alam. Karena lupa dan kehilangan orientasi itulah, manusia lantas memperlakukan alam secara tidak bertanggungjawab. Dalam keadaan seperti itu , mereka juga tidak menjai kritis. Oleh karena itulah pendekatan etis dalam menyikapi masalah lingkungan hidup sungguh sangat diperlukan. Pendekatan tersebut pertama-tama dimaksudkan untuk menentukan sikap, tindakan dan perspektif etis serta manajemen perawatan lingkungan hidup dan seluruh anggota ekosistem di dalamnya dengan tepat. Maka, sewajarnyalah jika saat ini dikembangkan etika lingkungan hidup dengan opsi ramah terhadap lingkungan hidup.
Teori etika lingkungan hidup sendiri secara singkat dapat diartikan sebagai usaha untuk membangun dasar-dasar rasional bagi sebuah system prinsip-prinsip moral yang dapat dipakai sebagai panduan bagi upaya manusia untuk memperlakukan ekosistem alam dan lingkungan sekitarnya. Paling tidak pendekatan etika lingkungan hidup dapat dikategorikan dalam dua tipe yaitu tipe pendekatan human-centered (berpusat pada manusia atau antroposentris) dan tipe pendekatan life-centered (berpusat pada kehidupan atau biosentris). Teori etika human-centered mendukung  kewajiban moral manusia untuk menghargai  sesame sebagai manusia. Sedangkan teori etka life-contered adalah teori etika yang berpendapat bahwa kewajiban manusia terhadap manusia. Dengn kata lain, etika lingkungan hidup bukanlah subdivisi dari etika human-contered. Pada umumnya, paling tidak semenjak jaman modern, orang lebih suka menggunakan pendekatan etika human-contered dalam memperlakukan lingkungan hidup. Melalui pendekatan etika ini, terjadilah ketidakseimbangan relasi antara manusia dan lingkungan hidup.
Dalam kegiatan praktis, alam kemudian dijadikan “objek” yang dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan kebutuhan manusia. Sangat disayangkan bahwa pendekatan etika tersebut tidak diimbangi dengan usaha-usaha yang memadai untuk mengembalikan fungsi lingkungan hidup dan makhluk-makhluk lain yang ada didalamnya. Dengan latar belakang seperti itulah kerusakan lingkungan hidup terus-menerus terjadi hingga saat ini. Pertanyaanya sekarang adalah apakah pendekatan etika human-centered tersebut  tetap masih relevan diterapkan untuk jaman ini? Menghadapi centered tidak lagi memadai untuk terus dipraktekan. Artinya, kita perlu menentukan pendekatan etis lain yang lebih sesuai dan lebih “ramah” terhadap lingkungan hidup. Jenis pendekatan etika yang kiranya memungkinkan adalah pendekatan etika life-contered yang tadi sudah kita sebutkan. Pendekatan etika ini dianggap lebih memadai sebab dalam praksisnya tidak menjadikan lingkungan hidup dan makhluk-makhluk yang terdapat di dalamnya sebagai objek yang begitu saja dieksploitasi. Sebaliknya, pendekatan etika ini justru sungguh menghargai mereka sebagai “subjek” yang memiliki nilai pada dirinya. Mereka memiliki nilai tersendiri sebagai anggota komunitas kehidupan di bumi. Nilai mereka tidak ditentukan dari sejauh mana mereka memiliki kegunaan bagi manusia. Mereka memiliki nilai kebaikan tersendiri seperti manusia juga memilikinya, oleh karena itu mereka juga layak diperlakukan dengan respect seperti kita melakukannya terhadap manusia.
2.      Moral
Dalam kehidupan sehari-hari tindakan moral adalah tindakan yang paling menentukan kualitas baik buruknya hidup seseorang. Agar tindakan moral seseorang memenuhi kriteria moral yang baik, ia perlu mendasarkn tindakannya pada prinsip-prinsip  moral secara tepat. Prinsip-prinsip moral yang dimaksud disini adalah prinsip sikap baik, keadilan dan hormat terhadap diri sendiri. Prinsip-prinsip moral tersebut disebutkan rasanya juga perlu untuk dikembangkan labih jauh. Artinya, prinsip moral semacam itu diandaikan hanyalah berlaku bagi sesama manusia. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak hanya berjumpa dan berinteraksi dengan sesamanya. Bisa saja terjadi bahwa seseorang lebih sering berinteraksi dan berhubungan dengan makhluk non-human atau lingkungan hidup di mana ia tinggal, bekerja dan hidup. Maka rasanya kurang memadai jika dalam konteks tersebut tidak terdapat prinsip-prinsip moral yang jelas seperti ketika seseorang menghadapi sesamanya. Dengan kata lain, rasanya akan lebih baik jika terdapat prinsip-prinsip moral yang menjadi penentu baik buruknya tindakan seseorang dengan lingkungan hidup dan unsur-unsur kehidupn lain didalamnya.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya jika kita kembali pada pemahaman tentang teori etika life-contered. Kita kembali pada konsep etika tersebut karena melalui pendekatan etika tersebut, kita dapat menemukan konsep moral yang lebih memadai bagi manusia dalam menentukan sikap, tindakan dan perspektifnya terhadap lingkungan hidup dan makhluk non-human. Life-contered atau biosentris posisi mungkin kelihatan sebagai sebuah pendirian yang aneh. Bagi beberapa orang, hal itu mungkin dianggap keliru, khususnya ketika semua binatang dan tumbuhan dimsukkan sebagai golongan subjek moral. Bagaimana mungkin kita sebagai manusia punya kewajibanndan tanggung jawab terhadap nyamuk, cacing, semut dan lebah? Alasan apa yang dapat membenarkan pandangan semacam itu? Apakah ada artinya membicarakan tentang bagaimana memperlakukan tanaman atau jamur dengan benar atau salah? Pertanyaan-pertanyaan tersebut rasanya perlu lebih dahulu dijawab untuk menentukan apakah mereka yang kita bicarakan layak disebut sebagai agen moral.
Sebelum kita menjawab pertanyaan di atas, rasanya terlebih dahulu perlu kita ketahui apa saja yang menjadi kriteria “sesuatu” dapat disebut sebagai agen moral. Yang dapat disebut sebagai agen moral adalah sebenarnya apa saja yang hidup, yang memiliki kapasitas kebaikan atau kabajikan sehingga dapat bertindak secara moral, memiliki kewajiban dan tanggungjawab, dan dapat dituntut untuk mempertanggungjawabkan tindakannya. Yang lebih penting lagi, adalah agen moral dapat memberikan penilaian yang benar dan salah, dapat diajak dalam proses delibrasi moral, dan dapat menetukan keputusan berdasarkan semua alasan yang telah disebutkan. Dengan melihat definisi tersebut, mungkin kita akan berpendapat bahwa semua itu adalah kapasitas yang hanya dimiliki oleh manusia. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah pendapat semacam itu benar seluruhnya.
Dugaan bahwa seluruh kapasitas sebagai agen moral diatas hanya dimiliki oleh manusia tidaklah seluruhnya benar. Dalam kenyataan ada juga pengeculian-pengecualian yang dapat menjadi halangan bagi manusia untuk menjadi agen-agen moral, contohnya adalah anak-anak yang masih berada dibawah umur dan mereka yang mengalami cacat mental. Anak-anak dan mereka yang mengalami cacat mental jelas-jelas adalah manusia. Akan tetapi, mereka tidak dapat disebut sebagai agen moral sebab mereka memiliki keterbatasan baik yang tidak permanen maupun yang permanen. Oleh karena itu, apabila mereka melakukan tindakan yang melanggar nilai-nilai moral tidak dapat dikenakan sanksi.
Apabila kita kembali melihat kriteria agen moral, dapat disimpulkan bahwa ada makhluk hidup lain bukan manusia yang memiliki kapasitas sebagai agen moral. Bukan tidak mungkin bahwa makhluk non-human memiliki kapasitas-kapasitas yang telah disebutkan diatas sebagai kriteria untuk menjadi agen moral. Semut dan lebah pekerja yang bekerja dengan giat dengan penuh rasa tanggungjawab untuk mengumpulkan makanan dan madu demi kebaikan bersama komunitas mereka tidak dapat diabaikan sebagai agen moral jika kita diukur dengan menggunakan kepemilikan kapasitas dapat berbuat baik dan bertanggungjawab. Begitu juga halnya dengan tanaman, pohon pisang yang rela menghasilkan buah bukan demi untuk dirinya sendiri tetapi demi kebaikan entah bagi manusia atau makhluk yang lain pun juga tidak dapat diingkari keberadaannya sebagai agen moral. Dengan kata lain, pohon pisang juga memiliki kapasitas kebaikan yang layak menjadikan dirinya sebagai agen moral.
Jika dilihat dari prinsip utlilytarisme kebanyakan teorinya menghasilkan jumlah kebaikan dari jumlah orang. Utlilytarisme negative mengharuskan kita untuk mempromosikan diri untuk mencegah penderitaan yang terbanyak. Pendukung Karl Popper dalam argument epistomologinya menyebutkan bahwa “hal ini menambahkan kejelasan di bidang etika, jika kita merumuskan tuntutan negatif kami, yaitu jika kita menuntut penghapusan peneritaan dari kebahagiaan.” Dalam implementasi praktis dari gagasan tersebut dapat dibedakan sebagai berikut.
RNSmart, advokat dari prinsip utilitarian, dengan cepat menunjukan bahwa tujuan akhir dari negatif utlytarisme akan dapat menimbulkan metode tercepat dan paling menyakitkan membunuh keseluruhan umat manusia, karena hal ini akhirnya secara efektif akan meminimalisir jenis penderitaan. Dalam versi moderen negatif utlytarisme tidak meminimalisir semua jenis penderitaan tetapi hanya meminimalisir jenis penderitaan yang sesuai dengan keinginannya.Sebagian pendukung negatif utlytarisme preferensi modern mereka bertahan hidup agar dapat dibebaskan dari penderitaan, sehingga mereka menolak gagasan tentang kehancuran cepat dan tidak sakit kehidupan. beberapa dari mereka percaya bahwa, dalam waktu tertentu kasus-kasus terburuk penderitaan dapat dikalahkan dan dunia penderitaan dapat direalisasikan.                


0 komentar:

Posting Komentar