Pengertian Menejemen Peningkatan
Mutu Pendidikan
Ialah sistem/
cara yang dipakai untuk memejukan mutu pendidikan yang bersistematik ataupun
terencana yang dapat berpengaruh terhadap pendidikan yang lebih baik. Manajemen Mutu adalah
aspek-aspek dari fungsi manajemen keseluruhan yang menetapkan dan menjalankan
kebijakan mutu suatu perusahaan/organisasi. Manajemen mutu memiliki 3 komponen
utama, yakni : pengendalian mutu, jaminan mutu, dan perbaikan mutu. Manajemen
mutu berfokus tidak hanya pada mutu produk, namun juga cara untuk
mencapainya. Manajemen mutu menggunakan jaminan mutu dan pengendalian terhadap
proses dan produk untuk mencapai mutu secara lebih konsisten.
3.2 Cara
Yang Harus Dipakai Dalam Menejemen Peningkatan Mutu Pendidikan
Untuk meningkatkan
mutu pendidikan kita perlu melihat dari banyak sisi. Telah banyak pakar
pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang faktor penyebab dan solusi
mengatasi kemerosotan mutu pendidikan di lndonesia. Dengan masukan ilmiah ahli
itu, pemerintah tak berdiam diri sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai.
Masukan ilmiah yang disampaikan para ahli dari negara-negara
yang berhasil menerapkannya, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada,
Selandia Baru dan Singapura selalu memunculkan konsep yang tidak selalu bisa
diadopsi dan diadaptasi. Karena berbagai macam latar yang berbeda. Situasi,
kondisi, latar budaya dan pola pikir bangsa kita tentunya tidak homogen dengan
negara-negara yang diteladani. Malahan, konsep yang di impor itu terkesan
dijadikan sebagai “proyek” yang bertendensi pada kepentingan pribadi atau
kelompok tertentu. Artinya, proyek bukan sebagai alat melainkan sebagai tujuan.
Beberapa penerapan pola peningkatan mutu di Indonesia telah
banyak dilakukan, namun masih belum dapat secara langsung memberikan efek
perbaikan mutu. Di antaranya adalah usaha peningkatan mutu dengan perubahan
kurikulum dan proyek peningkatan lain; Proyek Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah (MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan Meningkatkan
Manajemen Mutu (BOMM), Proyek Bantuan lmbal Swadaya (BIS), Proyek Pengadaan
Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan Langsung (DBL), Bantuan
Operasioanal Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). Dengan memperhatikan
sejumlah proyek itu, dapatlah kita simpulkan bahwa pemerintah telah banyak
menghabiskan anggaran dana untuk membiayai proyek itu sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Upaya pemerintah yang begitu mahal
belum menunjukkan hasil menggembirakan. Ada yang berpendapat mungkin
manajemennya yang kurang tepat dan ada pula yang mengatakan bahwa pemerintah
kurang konsisten dengan upaya yang dijalankan. Karena itu, kembali pada apa
yang kita sebut sebagai kekayaan lokal, bahwa tidak sepenuhnya apa yang dapat
dipraktikkan dengan baik di luar negeri bisa seratus persen juga berhasil di
Indonesia, semua itu membutuhkan tahapan, namun dengan kerangka yang jelas dan
tidak dibebani oleh proyek yang demi kepentingan sesaat atau golongan. Hal-hal
berikut adalah elemen dasar bagaimana kita dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
3.3 Prinsip
Manajemen Mutu
1. Organisasi yang berfokus pada
pelanggan (Customer Focus)
Organisasi tergantung pada
pelanggannya. Oleh karena itu, organisasi harus mengerti keinginan pelanggan
baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang, memenuhi permintaan
pelanggan dan bahkan berusaha keras untuk melampauinya.
2. Kepemimpinan (Leadership)
Pemimpin
menetapkan satu tujuan dan arah organisasi. Mereka harus menciptakan dan
memelihara lingkungan internal di mana karyawan dapat terlibat secara penuh
dalam mencapai tujuan organisasi.
3. Keterlibatan karyawan (Involvement
of People)
Karyawan
pada semua tingkat adalah unsur dari suatu organisasi dan keterlibatan mereka
senantiasa memberikan sumbangsih bagi kepentingan perusahaan.
4. Pendekatan Proses (Procces
Orientation)
Suatu
hasil yang diinginkan akan dicapai secara lebih efisien jika sumber daya dan
aktivitas yang saling berkaitan diatur sebagai satu proses.
5. Pendekatan sistem pada manajemen
(System Approach to Management)
Jika
proses-proses yang saling berkaitan dapat diidentifikasikan dan diatur sebagai
suatu sistem, maka tujuan dan sasarannya dapat dicapai dengan lebih efektif dan
efisien.
6. Peningkatan yang berkesinambungan
(Continuous Improvement)
Peningkatan
yang berkesinambungan harus menjadi suatu tujuan permanen dari organisasi.
7. Pendekatan faktual untuk pengambilan
keputusan (Factual Approach to Decision Making)
Keputusan
efektif berasal dari data dan informasi yang dianalisis dengan baik.
8. Hubungan pelanggan yang bermanfaat
bagi kedua pihak (Mutually Beneficial Supplier Relationship)
3.4 Konsep
Manajemen Mutu
1. Konsep Absolut
Konsep ini memungkinkan kepala
sekolah dapat merumuskan standar maksimal, yang dalam kenyataannya sulit untuk
dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, kepala sekolah akan berpikir menjadikan
sekolah yang ia pimpin harus selalu menjadi sekolah unggulan baik dalam taraf
nasional maupun internasional.
2. Konsep Relatif
Konsep ini mengikuti keinginan
pelanggan. Apa yang dikatan bermutu saat ini, belum tentu dapat dikatakan
bermmutu juga di masa depan. Mutu ditentukan oleh spesifikasi standar yang
telah ditetapkan dan selalu disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan dan kondisi
saat ini. Konsep mutu tergantung pada perkembangan, dengan munculnya pendekatan
ilmu pengetahuan dan teori yang di mulai dengan TQM, ISO, Balanced Score Card (BSC), dan
Six Sigma. Perkembangan teori tersebut menuntut kepala sekolah untuk lebih
kreatif agar dapat menyesuaikan dan mengaplikasikan secara tepat guna dan
berhasil.
3. Konsep TQM (Total Quality Management)
Dengan adanya otonommi daerah saat
ini, maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2010 tentang
penyelenggaraan pendidikan, maka konsekuensi untuk manajemen pendidikan di
Indonesia adalah menyesuaikan diri dengan pola manajemen yang sentralistik
untuk menuju pola manajamen yang desentalistik dengan nuansa otonomi dan lebih
demokratis.
4. Manajemen pendidikan dalam era otonomi
Dalam menyesuaikan diri dari pola
manajemen pendidikan sentralistik menuju manajemen pendidikan desentralistik
diperlukan konsep pokok pemikiran dalam perubahan pengelolaan pendidikan di era
otonomi sekolah seperti berikut :
Sentralistik
|
Menuju
|
Desentralistik
|
Subordinasi
|
ke
|
Otonomi
|
Pengambilan keputusan terpusat
|
Pengambilan keputusan partisipatif
|
|
Ruang gerak kaku
|
Ruang gerak luwes
|
|
Pendekatan birokratik
|
Pendekatan profesional
|
|
Sentralistik
|
Desentralistik
|
|
Diatur
|
Motivasi diri
|
|
Overregulasi
|
Deregulasi
|
|
Mengontrol
|
Mempengaruhi
|
|
Mengarahkan
|
Memfasilitasi
|
|
Menghindari resiko
|
Mengelola resiko
|
|
Gunakan uang semuanya
|
Gunakan yang se-efisien mungkin
|
|
Individu yang cerdas
|
Teamwork yang cerdas
|
|
Informasi terpribadi
|
Informasi terbagi
|
|
Pendelegasian
|
Pemberdayaan
|
|
Organisasi hirarkis
|
Organisasi dasar
|
Dari penggambaran tabel tersebut
dapat terlihat bahwa sekolah memiliki kewenangan lebih besar dalam pengelolaan
pendidikan di sekolah dan pengambilan keputusan dapat dilakukan secara
partisipatif. Jika partisipasi dari masyarakat besar, maka sekolah mempunyai
kewenangan lebih luas dan bersifat desentralistik, dan perubahan sekolah akan
lebih didorong oleh motivasi dari diri sekolah sendiri dari pada diatur dari
luar sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah memiliki peranan besar dalam
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan melakukan pengawasan atas
pengembangan sekolah sesuai standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu
Badan Standar Naisonal Pendidikan (BSNP).
5. Pengembangan sekolah
Pengembangan
sekolah merupakan suatu proses dalam menentukan arah tindakan yang harus
dilakukan oleh sekolah di masa depan. Pengembangan sekolah menggambarkan
kegiatan sekolah di masa depan dalam rangka menuju perubahan mutu sekolah yang
lebih baik lagi.
Untuk mwujudkan pengembangan sekolah, kepala sekolah harus
mampu menyusun visi dan misi yang menggambarkan sekolah di masa yang akan
datang. Agar dapat terlaksana maka kepala sekolah diharapkan dapat melakukan :
a. Komunikasi yang lebih terbuka,
komunikasi antar stakeholder (kepala sekolah, guru, sisiwa, para orang tua, dan
tokoh masyarakat sekitar) meningkat dari yang sebelumnya.
- Pengambilan keputusan bersama, stakeholder memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
- Mempertahankan kebutuhan guru, perhatian dan kemampuan sekolah dalam memperhatikan kebutuhan guru dapat memberikan berbagai motivasi pada guru.
- Memperhatikan kebutuhan peserta didik, sekolah harus memperhatikan kebutuhan peserta didik dalam pelaksanaan kegiatannya.
- Keterpaduan sekolah dan masayrakat, sekolah memiliki peran sosial dalam masyarakat.
- Sekolah efektif
Sekolah efektif merupakan sekolah
dengan sistem yang mencakup banyak aspek di dalamnya, baik input, proses,
output, maupun outcome serta aturan atau kebijakan dalam sekolah. Dalam
pengembangnnya, sekolah memiliki 5 komponen yang mendukung, yaitu : konteks,
input, proses, output, dan outcome.
Sekolah dikatakan efektif jika
sekolah mampu merumuskan tujuan yang akan dicapai, tetapi jika stakeholder sekolah
merasa tujuan yang dibuat kurang bermanfaat dan tidak dapat dilaksanakan
maka tujuan sekolah menjadi tidak efektif.
- Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
Manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2002) adalah model manajemen
yang memberikan otonomi yang lebih kepada sekolah dan mendukung sekolah dalam
pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan seluruh stakeholder sekolah
(kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. MPMBS
merupakan paradigma baru pengembangan pendidikan yang berorientasi pada
kebutuhan masyarakat sekitar dengan menekankan peningkatan mutu terpadu (TQM). Tujuan
MPMBS adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui otonomi
kepada sekolah dan mendukung sekolah dalam pengambilan keputusan partisipatif.
0 komentar:
Posting Komentar