BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG MASALAH
Dalam
menghadapi era persaingan global, pemerintah harus mampu menyiapkan SDM yang berkualias dan handal. Menurut mantan Menko
Kesra dan Taskin, Haryono Suyono, menyiapkan SDM yang berkualitas dan handal
bisa dilakukan melalui pelatihan keterampilan dan wirausaha. Wirausaha dirasa
sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Hal
ini sejalan dengan perkataan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Hatta Rajasa, bahwa “wirausaha adalah kunci bagi Indonesia untuk memajukan perekonomian”. Dalam rangka
menciptakan wirausaha-wirausaha tersebut, salah satu caranya adalah dengan
memberikan pendidikan kewirausahaan kepada peserta didik pada semua jenjang
pendidikan.
Pendidikan kewirausahaan sebenarnya sudah cukup lama diperhatikan. Sejumlah perguruan tinggi
telah membentuk dan menerapkan kuliah kewirausahaan sejak beberapa tahun silam.
Sejumlah sekolah menengah juga melakukan hal yang sama. Tetapi, kelahiran
wirausaha di Indonesia dirasakan masih jauh dari harapan. Menurut Kemendiknas (2010) pendidikan kewirausahaan di
Indonesia masih kurang memperoleh perhatian yang cukup memadai, baik oleh dunia
pendidikan maupun masyarakat sendiri. Strategi pembelajaran kewirausahaan di Indonesia belum bisa memungkinkan
lahirnya wirausaha baru sesuai harapan. Penyebabnya, karena strategi
pembelajaran Indonesia masih sangat
condong pada pembelajaran yang berpusat pada guru. Pembelajaran yang berpusat pada guru
adalah sistem pembelajaran yang
menjadikan guru sebagai pusat dan sumber utama yang memberikan ide-ide dan
contoh, di mana peserta didik diposisikan sebagai gelas kosong yang hanya dapat
diisi oleh sang guru. Pada sistem ini, hampir tidak mungkin dapat terlahir
peserta didik yang memiliki kreativitas tinggi, sebab mereka sepenuhnya
tergantung kepada guru. Itulah sebabnya, tak mengherankan jika spektrum pikir peserta
didik sepenuhnya merupakan pantulan dari pengajaran satu arah yang diterima di
sekolah.
Sistem
pembelajaran yang berpusat pada guru harus segera diubah, khususnya terkait
dengan mata diklat pendidikan kewirausahaan agar kedepannya bisa menciptakan
wirausaha-wirausaha yang handal. Apabila pemerintah Indonesia tidak mampu
membentuk wirausaha-wirausaha baru yang handal maka diperkirakan akan semakin
banyak jumlah pengangguran di Indonesia, dan hal ini tentu akan berimbas pada
penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Maka dari itu dirasa sangat
penting untuk mengembangkan kurikulum pendidikan kewirausahaan agar mampu mencetak
wirausaha-wirausaha baru yang handal. Hal ini tentu saja tidak menjadi tanggung
jawab pemerintah semata, atau guru semata namun manjadi tanggung jawab bagi
semua pihak yang terkait di dalamnya termasuk juga stakeholder/masyarakat.
1.2
PERUMUSAN
MASALAH
-
Bagaimana tentang kurikulum kewirausahaan yang mampu membentuk wirausaha-wirausaha baru bagi generasi muda dan
atau bagi para lulusan, baik SMA/MA/SMK/MAK/SMP/MTS?
-
Bagaimana tindak lanjut yang harus dilakukan agar semua
pihak terkait termasuk masyarakat/stakeholder memiliki komitmen tinggi
terhadap pengembangan kewirausahaan yang mampu menjadikan jiwa kewirausahaan
tinggi bagi generasi muda?
1.3
TUJUAN
PENULISAN
-
Untuk mendeskripsikan kurikulum kewirausahaan yang mampu
membentuk wirausaha-wirausaha baru
bagi generasi muda dan atau bagi para lulusan, baik
SMA/MA/SMK/MAK/SMP/MTS.
-
Untuk mendeskripsikan tindak lanjut yang harus dilakukan agar
semua pihak terkait termasuk masyarakat/stakeholder memiliki komitmen
tinggi terhadap pengembangan kewirausahaan yang mampu menjadikan jiwa
kewirausahaan tinggi bagi generasi muda.
1.4
MANFAAT
PENULISAN
Diharapkan makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk mengembangkan kurikulum pendidikan kewirausahaan agar
mampu mencetak wirausaha-wirausaha baru yang handal.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Kewirausahaan
Kewirausahaan berasal dari istilah
entrepreneurship, sedangkan wirausaha berasal dari kata entrepreneur. Kata
entrepreneur, secara tertulis digunakan pertama kali oleh Savary pada tahun
1723 dalam bukunya "Kamus Dagang'. Entrepreneur adalah orang yang membeli
barang dengan harga pasti, meskipun orang itu belum mengetahui berapa harga
barang (atau guna ekonomi) itu akan dijual.
Wirausaha
adalah seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem ekonomi
perusahaan yang bebas. Sebagaian besar pendorong perubahan, inovasi, dan
kemajuan di perkonomian kita akan datang dari para wirausaha; orang-orang yang
memiliki kemampuan untuk mengambil reasiko dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Pengertian kewirausahaan
relatif berbeda-beda antar para ahli/sumber acuan dengan titik berat perhatian
atau penekanan yang berbeda-beda, diantaranya adalah penciptaan organisasi baru
(Gartner, 1988), menjalankan kombinasi (kegiatan) yang baru (Schumpeter, 1934),
ekplorasi berbagai peluang (Kirzner, 1973), menghadapi ketidakpastian (Knight,
1921), dan mendapatkan secara bersama faktor-faktor produksi (Say, 1803).
Beberapa definisi tentang kewirausahaan tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut:
Ø Richard Cantillon (1775)
Kewirausahaan didefinisikan
sebagai bekerja sendiri (self-employment). Seorang wirausahawan membeli
barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya pada masa yang akan datang
dengan harga tidak menentu. Jadi definisi ini lebih menekankan pada bagaimana
seseorang menghadapi resiko atau ketidakpastian.
Ø Jean Baptista Say (1816)
Seorang wirausahawan adalah
agen yang menyatukan berbagai alat-alat produksi dan menemukan nilai dari
produksinya.
Ø Frank Knight (1921)
Wirausahawan mencoba untuk
memprediksi dan menyikapi perubahan pasar. Definisi ini menekankan pada peranan
wirausahawan dalam menghadapi ketidakpastian pada dinamika pasar. Seorang
worausahawan disyaratkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajerial mendasar
seperti pengarahan dan pengawasan
Ø Joseph Schumpeter (1934)
Wirausahawan adalah seorang
inovator yang mengimplementasikan perubahanperubahan di dalam pasar melalui
kombinasi-kombinasi baru.
Kombinasi baru tersebut bisa dalam bentuk
(1) memperkenalkan produk baru atau dengan kualitas baru,
(2) memperkenalkan metoda produksi baru,
(3) membuka pasar yang baru (new market),
(4) Memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen baru,
atau
(5) menjalankan organisasi baru pada suatu industri. Schumpeter
mengkaitkan wirausaha dengan konsep inovasi yang diterapkan dalam konteks
bisnis serta mengkaitkannya dengan kombinasi sumber daya.
Ø Penrose (1963)
Kegiatan kewirausahaan
mencakup indentifikasi peluang-peluang di dalam system ekonomi. Kapasitas atau
kemampuan manajerial berbeda dengan kapasitas kewirausahaan.
Ø Harvey Leibenstein (1968, 1979)
Kewirausahaan mencakup
kegiatan-kegiatann yang dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan
perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum teridentifikasi
dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya.
Ø Israel Kirzner (1979)
Wirausahawan mengenali dan
bertindak terhadap peluang pasar. Entrepreneurship Center at Miami
University of Ohio Kewirausahaan sebagai proses mengidentifikasi,
mengembangkaan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa
ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasila
akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada
kondisi resiko atau ketidakpastian.
Ø Peter F. Drucker
Kewirausahaan merupakan
kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Pengertian ini
mengandung maksud bahwa seorang wirausahan adalah orang yang memiliki kemampuan
untuk menciptakan sesuatu yang baru, berbeda dari yang lain. Atau mampu
menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya.
Ø Zimmerer
Kewirausahaan sebagai suatu
proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan
peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha).
Salah satu
kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai pengertian tersebut adalah bahwa
kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluangpeluang
yang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar berhubungan dengan
pengarahan dan atau kombinasi input yang produktif. Seorang wirausahawan selalu
diharuskan menghadapi resiko atau peluang yang muncul, serta sering dikaitkan
dengan tindakan yang kreatif dan innovatif. Wirausahawan adalah orang
yang merubah nilai sumber daya, tenaga kerja, bahan dan faktor produksi lainnya
menjadi lebih besar daripada sebelumnya dan juga orang yang melakukan
perubahan, inovasi dan cara-cara baru. Selain itu, seorang wirausahawan
menjalankan peranan manajerial dalam kegiatannya, tetapi manajemen rutin pada
operasi yang sedang berjalan tidak digolongkan sebagai kewirausahaan. Seorang
individu mungkin menunjukkan fungsi kewirausahaan ketika membentuk sebuah
organisasi, tetapi selanjutnya menjalankan fungsi manajerial tanpa menjalankan
fungsi kewirausahaannya. Jadi kewirausahaan bias bersifat sementara atau
kondisional.
Kesimpulan lain dari
kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan
menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial,
psikologi dan sosial yang menyertainya, serta menerima balas jasa moneter dan
kepuasan pribadi.
Istilah wirausaha muncul
kemudian setelah dan sebagai padanan wiraswasta yang sejak awal sebagian orang
masih kurang sreg dengan kata swasta. Persepsi tentang wirausaha sama dengan
wiraswasta sebagai padanan entrepreneur. Perbedaannya adalah pada penekanan
pada kemandirian (swasta) pada wiraswasta dan pada usaha (bisnis) pada
wirausaha. Istilah wirausaha kini makin banyak digunakan orang terutama karena
memang penekanan pada segi bisnisnya. Walaupun demikian mengingat tantangan
yang dihadapi oleh generasi muda pada saat ini banyak pada bidang lapangan
kerja, maka pendidikan wiraswasta mengarah untuk survival dan kemandirian
seharusnya lebih ditonjolkan.
Sedikit perbedaan persepsi
wirausaha dan wiraswasta harus dipahami, terutama oleh para pengajar agar arah
dan tujuan pendidikan yang diberikan tidak salah. Jika yang diharapkan dari
pendidikan yang diberikan adalah sosok atau individu yang lebih bermental baja
atau dengan kata lain lebih memiliki kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasarn
advirsity (AQ) yang berperan untuk hidup (menghadapi tantangan hidup dan
kehidupan) maka pendidikan wiraswasta yang lebih tepat. Sebaliknya jika arah dan
tujuan pendidikan adalah untuk menghasilkan sosok individu yang lebih lihai
dalam bisnis atau uang, atau agar lebih memiliki kecerdasan finansial (FQ) maka
yang lebih tepat adalah pendidikan wirausaha. Karena kedua aspek itu sama
pentingnya, maka pendidikan yang diberikan sekarang lebih cenderung kedua aspek
itu dengan menggunakan kata wirausaha. Persepsi wirausaha kini mencakup baik
aspek financial maupun personal, sosial, dan profesional (Soesarsono, 2002 :
48)
2.2
Manfaat Kewirausahaan
Dari beerapa penelitian
mengedintifikasi bahwa pemilik bisnis mikro, kecil, atau percaya bahwa mereka
cenderung bekerja lebih keras, menghasilkan lebih banyak uang, dan lebih
membanggakan daripada bekerja di suatu perusahaan besar. Sebelum mendirikan
usaha, setiap calon wirausaha sebaiknya mempertimbangkan manfaatkepemilikikan
bisnis mikro, kecil atau menengah.
Thomas W Zimmerer et al. (2005)
merumuskan manfaat kewirausahaan adalah sebagai berikut:
1. Memberi peluang dan
kebebasan untuk mengendalikan nasib sendiri memiliki usaha sendiri akan
memberikan kebebasan dan peluang bagi pebisnis untuk mencapai tujuan hidupnya.
Pebisnis akan mencoba memenangkan hidup mereka dan memungkinkan mereka untuk
memanfaatkan bisnisnya guna untuk untuk mewujudkan cita-citanya.
2. Memberi
peluang melakukan perubahan
Semakin banyak bisnis yang memulai
usahanya karena mereka dapat menagkap peluang untuk melakukan berbagai
perubahan yang menurut mereka sangat penting. Mungkin berupa penyediaan
perumahan sederhana yang sehat dan layak pakai, dan mendirikan daur ulang
limbah untuk melestarikan sumber daya alam yang terbatas, pebisnis kini
menemukan cara untuk mengombinasikan wujud kepedulian mereka terhadap berbagai
masalah ekonomi dengan sosial dengan harapan untuk menjalani hidup yang lebih
baik.
3. Memberi peluang untuk
mencapai potensi diri sepenuhnya
Banyak orang menyadari bahwa bekerja di
suatu perusahaan seringkali membosanka, kurang menantang dan tidak ada daya
tarik. Hal ini tentu tidak berlaku bagi seorang wirausahawan, bagi mereka tidak
banyak perbedaan antara bekerja atau menyalurkan hobi atau bermain, keduanya
sama saja. Bisnis-bisnis yang dimiliki oleh wirausahawan merupakan alat untuk
menyatakan aktualisasidiri. Keberhasilan mereka adalah suatu hal yang
ditentukan oleh kreativitas, antusias, inovasi, dan visi mereka sendiri.
Memiliki usaha atau perusahaan sendiri memberikan kekuasaan kepada mereka,
kebangkitan spiritual dan mampu mengikuti minat atau hobinya sendiri.
4. Memiliki peluang untruk
meraih keuntungan
Walaupun pada tahap awal uang bukan
daya tarik utama bagi wirausahawan, keuntungan berwirausahawan merupakan faktor
motivasi yang penting untuk mendirikan usaha sendiri, kebanyakan pebisnis tidak
ingin menjadi kaya raya, tetapi kebanyakan diantara mereka yang menang menjadi
berkecukupan. Hampir 75% yang termasuk dalam daftar orang terkaya (Majalah Forbes)
merupakan wirausahawan generasi pertama. Menurut hasil penelitian, Thomas
stanley dan William Danko, pemilik perusahaan sendiri mencapai 2/3dari jutawan Amerika
serika. “Orang-orang yang bekerja memiliki perusahaan sendiri empat kali lebih
besar untuk menjadi jutawan daripada orang-orang yang bekerja untuk orang lain
(karyawan perusahaan lain).
5. Memiliki peluang untuk
berperan aktif dalam masyarakan dan mendapatkan pengakuan atas usahanya
Pengusaha atau pemilik usaha kecil
seringkali merupakan warga masyarakat yang paling dihormati dan dipercaya.
Kesepakatan bisnis berdasarkan kepercayaan dan saling merhormati adalah ciri
pengusaha kecil.Pemilik menyukai kepercayaan dan pengakuan yang diterima dari
pelanggan yang telah dilayani dengan setia selam bertahun-tahun. Peran penting
yang dimainkan dalam sistem bisnis dilingkungan setempat serta kesadaran bahwa
kerja memilki dampak nyata dalam melancarkan fungsi sosial dan ekonomi nasional
adalah merupakan imbalan bagi manajer perusaan kecil.
6. Memiliki peluang untuk
melakukan sesuatu yang disukai dan menumbuhkan rasa senang dalam mengerjakan
Hal yang didasarkan oleh pengusaha
kecil atau pemilik perusahaan kecil adalah bahwa kegiatan usaha mereka
sesungguhnya bukan kerja. Kebanyakan kewierausahawan yang berhasil memilih
masuk dalam bisnis tertententu, sebab mereka tertarik dan mrenyukai pekerjaan
tersebut. Mereka menyalurkan hobi atau kegemaran mereka menjadi pekerjaan
mereka dan mereka senang bahwa mereka melakukannya. Wirausahawan harus
mengikutu nasihat Harvey McKey. Menurut McKey: “Carilah dan dirikan usaha
yang anda sukai dan anda tidak akan penrnah terpaksa harus bekerja sehari pun
dalam hidup anda” Hal ini yang menjadi penghargaan terbesar bagi
pebisnis/wirausahawan bukan tujuannya, melainkan lebih kepada proses atau
perjalanannya.
Dengan beberapa manfaat berkewirausahaan
tersebut diatas jelas bahwa menjadi usahawan lebih memiliki berbagai kebebasan
yang tidak mungkin diperoleh jika seseorang menjadi karyawan atau menjadi orang
gajian atau menjadi pekerja bagi para pemilik perusahaan.
2.3 Aspek-aspek Program Pendidikan
Kewirausahaan Disekolah
1. Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi Dalam
Seluruh Mata Pelajaran
Yang dimaksud dengan pendidikan
kewirausahaan terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah
penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran sehingga
hasilnya diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, terbentuknya karakter
wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam tingkah laku
peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di
dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan
pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi
(materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan
peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai
kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah ini dilakukan dengan cara
mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran di seluruh
mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah pengintegrasian ini bisa dilakukan
pada saat menyampaikan materi, melalui metode pembelajaran maupun melalui
sistem penilaian.
Dalam pengintegrasian nilai-nilai
kewirausahaan ada banyak nilai yang dapat ditanamkan pada peserta didik.
Apabila semua nilai-nilai kewirausahaan tersebut harus ditanamkan dengan
intensitas yang sama pada semua mata pelajaran, maka penanaman nilai tersebut
menjadi sangat berat. Oleh karena itu penanaman nilainilai kewirausahaan
dilakukan secara bertahap dengan cara memilih sejumlah nilai pokok sebagai
pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai lainnya. Selanjutnya nilai-nilai pokok
tersebut diintegrasikan pada semua mata pelajaran. Dengan demikian setiap mata
pelajaran memfokuskan pada penanaman nilai-nilai pokok tertentu yang paling
dekat dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Nilai-nilai pokok
kewirausahaan yang diintegrasikan ke semua mata pelajaran pada langkah awal ada
6 (enam) nilai pokok yaitu: mandiri, kreatif pengambil resiko,
kepemimpinan, orientasi pada tindakan dan kerja keras.
Integrasi pendidikan kewirausahaan
di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan,
silabus dan RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya
memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun
silabus yang terintegrsi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan
mengadaptasi silabus yang telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam silabus
untuk mewadahi nilai-nilai kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Sedangkan
cara menyususn RPP yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan
dengan cara mengadaptasi RPP yang sudah ada dengan menambahkan pana materi,
langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan
dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik
mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan
bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal
pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan
suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri.Dengan prinsip ini, peserta didik
belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan
kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Pengintegrasian nilai-nilai
kewirausahaan dalam silabus dan RPP dapat dilakukan melalui langkah-langkah
berikut:
- Mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan sudah tercakup didalamnya.
- Mencantumkan nilai-nilai kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SKdan KD kedalam silabus.
- Mengembangkan langkah pembelajaran peserta didik aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan integrasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku.
- Memasukan langkah pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai kewirausahaan ke dalam RPP.
2. Pendidikan Kewirausahaan yang
Terpadu Dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah
kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta
didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui
kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga
kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah. Visi
kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara
optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna
untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Misi ekstra kurikuler adalah (1)
menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai
dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka; (2) menyelenggarakan
kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan diri secara
bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.
3. Pendidikan Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan
pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum
sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan
karakter termasuk karakter wirausaha dan kepribadian peserta didik yang
dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi
dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan
ekstra kurikuler.
Pengembangan diri yang dilakukan
dalam bentuk kegiatan pengembangan kompetensi dan kebiasaan dalam
kehidupan sehari-hari peserta didik. Pengembangan diri bertujuan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri
sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan
peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.
Pengembangan diri secara khusus
bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan: bakat, minat,
kreativitas, kompetensi, dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan
keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir,
kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian. Pengembangan diri meliputi
kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan
secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh
pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua
peserta didik. Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan
pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian kedalam
kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan ‘business day’ (bazar,
karya peserta didik, dll)
4. Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran
Kewirausahaan dari Teori ke Praktik
Dengan cara ini, pembelajaran
kewirausahaan diarahkan pada pencapaian tiga kompetansi yang meliputi penanaman
karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot yang lebih besar
pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan pemahaman konsep.
Dalam struktur kurikulum SMA, pada mata pelajaran ekonomi ada beberapa
Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan pendidikan
kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara
langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai taraf
tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai
tersebut. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang mampu
menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara
mendirikan kantin kejujuran, dsb.
5. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan ke
dalam Bahan/Buku Ajar
Bahan/buku ajar merupakan komponen
pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi
pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan semata-mata
mengikuti urutan penyajian dan k egiatan-kegiatan pembelajaran (task)
yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang
berarti. Penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam
bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.
6. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui
Kutur Sekolah
Budaya/kultur sekolah adalah suasana
kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru
dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya,
dan antar anggota kelompok masyarakat sekolah.
Pengembangan nilai-nilai dalam
pendidikan kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang
dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika
berkomunikasi dengan peserta didik dan mengunakan fasilitas sekolah, seperti
kejujuran, tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya berwirausaha di
lingkungan sekolah (seluruh warga sekolah melakukan aktivitas berwirausaha di lngkungan
sekolah).
7. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Muatan
Lokal
Mata pelajaran ini memberikan
peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap
perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran muatan
lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur
budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada
akhirnya mampu membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill)
sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.
Contoh anak yang berada di ingkungan sekitar pantai, harus bisa menangkap
potensi lokal sebagai peluang untuk mengelola menjadi produk yang memiliki
nilai tambah, yang kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam rangka untuk
memperoleh pendapatan.
Integrasi pendidikan kewirausahaan
di dalam mulok, hampir sama dengan integrasi pendidikan kewirausahaan
terintegrasi di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap
perencanaan ini, RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya
MULOK memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara
menyusun RPP MULOK yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan
dengan cara mengadaptasi RPP MULOK yang sudah ada dengan menambahkan pada
materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai
kewirausahaan. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan
pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima
nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas
keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan
pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri.
Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan
berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
2.4 Peran Pendidikan Kewirausahaan
Dalam Pembentukan Karakter Bangsa
Pendidikan
Kewirausahaan dilaksanakan dengan menanamkan nilai-nilai kewirausahaan kepada
peserta didik, nilai-nilai tersebut antara lain jujur, percaya diri, kreatif,
kepemimpinan, inovatif, dan berani menanggung resiko. Nilai-nilai tersebut
merupakan bagian dari nilai-nilai pendidikan karakter. Sehingga pendidikan
kewirausahaan menyumbangkan penanaman nilai-nilai pendidikan karakter yang pada
akhirnya akan membentuk karakter bangsa, sesuai dengan tujuan dari pendidikan
kewirausahaan yaitu untuk membentuk manusia secara utuh (holistik),
sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai
wirausaha.
Penanaman
nilai-nilai kewirausahaan melalui pendidikan kewirausahaan di semua jenjang
pendidikan akan membentuk karakter wirausaha peserta didik, dan karena
diimplementasikan mulai dari jenjang pendidikan terendah (PAUD) hingga
tertinggi (Perguruan Tinggi) maka nilai-nilai kewirausahaan (yang termasuk
nilai-nilai karakter) tersebut akan melekat kuat di benak dan hati peserta
didik dan pada akhirnya peserta didik tersebut (sebagai generasi penerus
bangsa) akan memiliki nilai-nilai karakter yang kuat dan pada akhirnya akan
membentuk karakter bangsa.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Kesimpulan lain dari kewirausahaan adalah proses penciptaan
sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang
diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya,
serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi.
B.SARAN
Kewirausahaan dalam pendidikan agar lebih seimbang di perlukannya
interaksi sosial yang memerlukan usaha serta waktu yang cukup. Sedikit
perbedaan persepsi wirausaha dan wiraswasta harus dipahami, terutama oleh para
pengajar agar arah dan tujuan pendidikan yang diberikan tidak salah. Jika yang
diharapkan dari pendidikan yang diberikan adalah sosok atau individu yang lebih
bermental baja atau dengan kata lain lebih memiliki kecerdasan emosional (EQ)
dan kecerdasarn advirsity (AQ) yang berperan untuk hidup (menghadapi tantangan
hidup dan kehidupan) maka pendidikan wiraswasta yang lebih tepat.
Pendidikan kewirausahaan sebenarnya sudah cukup lama diperhatikan. Sejumlah perguruan tinggi telah membentuk dan menerapkan kuliah kewirausahaan sejak beberapa tahun silam. Sejumlah sekolah menengah juga melakukan hal yang sama. Tetapi, kelahiran wirausaha di Indonesia dirasakan masih jauh dari harapan. Menurut Kemendiknas (2010) pendidikan kewirausahaan di Indonesia masih kurang memperoleh perhatian yang cukup memadai, baik oleh dunia pendidikan maupun masyarakat sendiri.
BalasHapus