BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar
Belakang
Manajemen
peningkatan mutu pendidikan, berbicara dengan pendidikan tentu saja diri waktu
ke waktu tentu saja mengalami perubahan baik dari sistematis, maupun
tekhnologinya. Maka dari itu kami menyangkat tema ini karena mengingat
pentingnya mutu dari pendidikan .
1.2Rumusan
Masalah
Agar
makalah ini dapat dengan mudah dipahami orang lain dan tidak keluar dari apa
yang akan dibahas. Kami menuliskan rumusan masalah antara lain sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud
dengan menejemen peningkatan mutu pendidikan?
2.
Apakah menejemen
pendidikan di indonesia bisa memejukan mutu pendidikannya ?
3.
Bagaimana cara agar
orang-orang diindonesia bisa memiliki mutu pendidikan yang baik yang akan
berpengaruh kepada kemampuan kesejahtrahan masyarakatnya?
1.3Tujuan
masalah
Mungkin
kita tahu bahwa segala hal mempunyai tujuannya masing-masing demikian pula
dengan menejemen peningkatan mutu pendidikan mempunyai tujuan yaitu:
-
Berkembangnya
pendidikan di indinesia di dalam atau di luar negeri
-
Memberikan dampak
positif yang ditimbulkan dari pendidikan yang maju atau bermutu yang akan
mempengaruhi pengetahuan/skill individunya.
-
Memberikan cara/
langkah-langkah yang bisa memejukan pendidikannya.
Tujuan itulah yang akan kami sampaikan
kepada semua orang yang membaca makalah inidan dapat berguna.
1.4Manfaat
Dengan
membuat makalah ini kami penyusun dan para pembacanya dapat memperoleh
pengetahuan tentang pengaruh menejemen peningkatan mutu pendidikan, dengan
demikian semoga kita semua tahu bahwa pentingnya pendidikan bagi kita .
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1
Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi diri siswa untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan bagi masyarakat dipandang sebagai “ Hukum Investation” ini berarti secara historis maupun filosofis pendidikan telah ikut mewarnai serta menjadi landasan moral dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Salah satu bukti autentiknya sebagaimana yang dinyatakan dalam tujuan pendidikan nasional sebagai tercermin dalam undang-undang, sistem sasaran utama pendidikan sebagaimana di tegaskan Bab 1 pasal 1 UU RI no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional , bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masayarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan bagi masyarakat dipandang sebagai “ Hukum Investation” ini berarti secara historis maupun filosofis pendidikan telah ikut mewarnai serta menjadi landasan moral dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Salah satu bukti autentiknya sebagaimana yang dinyatakan dalam tujuan pendidikan nasional sebagai tercermin dalam undang-undang, sistem sasaran utama pendidikan sebagaimana di tegaskan Bab 1 pasal 1 UU RI no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional , bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masayarakat, bangsa dan negara.
Sekolah merupakan suatu organisasi yang
menyelenggarakan pendidikan secara formal bagi peserta didik. Namun sekolah
bukan satu-satunya yang menyelenggarakan pendidikan, karena masih ada institusi
keluarga dan pendidikan luar sekolah, untuk dapat mengoptimalisasi pendidikan
peserta didik, maka diperukan kolaborasi, bukannya menyerahkan penddikan
peserta didik pada sekolah saja. Bagaimanapun, pelembagaan pendidikan tidak
hanya apa yang disampaikan pada institusi pendidikan formal sejak pra sekolah
sampai pada berbagai mana jenis pendidikan tinggi. Proses belajar mengajar erat
sekali meskipun hubungannya dengan lingkungan atau suasana dimana proses itu
berlangsung. Meskipun prestasi belajar dipengaruhi oleh banyak aspek seperti
gaya belajar fasilitas yang tersedia, pengaruh iklim kelas sangat penting. Hal
ini beralasan karena ketika peserta didik belajar di ruang kelas, lingkungan
kelas, baik lingkungan fisik atau non fisik kemungkinan mendukung mereka atau
bahkan mengganggu mereka.
2.2 Pengertian Menejemen
Manajemen sering
diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu oleh Luther
gulick karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara
sistematik berusaha memahami mengapa da bagaimana orang bekerja sama. Dikatakan
sebagai kiat oleh Follet karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara
dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas. Dipandang sebagai profesi
karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu restasi
manajer, dan para profesional, dan para profesional dituntut oleh suat kode
etik.
Menurut Gulick
manajemen menjadi suatu ilmu, jika teori-teorinya mampu menuntut manajer dengan
memberi kejelasan bahwa apa yang dilakukan pada situasi tertentu dan
memungkinan mereka meramalkan akibat dari tindakan-tindakannya. Sedangkan menurut
Marry Parker Follet manajemen sebagai seni untuk melaksanakan pekerjaan melalui
orang-orang. Iklim demokrasi yaitu suasana atau kondisi suatu kelas yang
kegiatannya melibatkan semua orang yang ada di kelas itu dalam melakukan proses
pembelajaran. Dengan demikian, siswa berhak memilih strategi pembelajaran yang
mereka inginkan, sehingga guru tidak dapat mengambil keputusan sendiri dalam
menentukan proses pembelajaran.
Sedangkan
pendidikan demokratis merupakan pembelajaran yang dibangun untuk mewujudkan
lingkungan yang kritis dan aman, menghidupkan dialog dan keikutsertaan seluruh
pihak. Karena itu, sekolah demokratis dicirikan dengan keterlibatan guru,
murid, pimpinan sekolah, staf, orangtua atau masyarakat dalam hal-hal yang
berkaitan dengan tata kelola sekolah (School
Governance) dan perbuatan keputusan tentang proses dan pelayanan pendidikan
ditingkat sekolah yang seharusnya dipandu dengan nilai-nilai dan proses yang
demokratis.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Menejemen
Peningkatan Mutu Pendidikan
Ialah sistem/
cara yang dipakai untuk memejukan mutu pendidikan yang bersistematik ataupun
terencana yang dapat berpengaruh terhadap pendidikan yang lebih baik. Manajemen Mutu adalah
aspek-aspek dari fungsi manajemen keseluruhan yang menetapkan dan menjalankan
kebijakan mutu suatu perusahaan/organisasi. Manajemen mutu memiliki 3 komponen
utama, yakni : pengendalian mutu, jaminan mutu, dan perbaikan mutu. Manajemen
mutu berfokus tidak hanya pada mutu produk, namun juga cara untuk
mencapainya. Manajemen mutu menggunakan jaminan mutu dan pengendalian terhadap
proses dan produk untuk mencapai mutu secara lebih konsisten.
3.2 Cara
Yang Harus Dipakai Dalam Menejemen Peningkatan Mutu Pendidikan
Untuk meningkatkan
mutu pendidikan kita perlu melihat dari banyak sisi. Telah banyak pakar
pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang faktor penyebab dan solusi
mengatasi kemerosotan mutu pendidikan di lndonesia. Dengan masukan ilmiah ahli
itu, pemerintah tak berdiam diri sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai.
Masukan ilmiah yang disampaikan para ahli dari negara-negara
yang berhasil menerapkannya, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada,
Selandia Baru dan Singapura selalu memunculkan konsep yang tidak selalu bisa
diadopsi dan diadaptasi. Karena berbagai macam latar yang berbeda. Situasi,
kondisi, latar budaya dan pola pikir bangsa kita tentunya tidak homogen dengan
negara-negara yang diteladani. Malahan, konsep yang di impor itu terkesan
dijadikan sebagai “proyek” yang bertendensi pada kepentingan pribadi atau
kelompok tertentu. Artinya, proyek bukan sebagai alat melainkan sebagai tujuan.
Beberapa penerapan pola peningkatan mutu di Indonesia telah
banyak dilakukan, namun masih belum dapat secara langsung memberikan efek
perbaikan mutu. Di antaranya adalah usaha peningkatan mutu dengan perubahan
kurikulum dan proyek peningkatan lain; Proyek Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah (MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan Meningkatkan
Manajemen Mutu (BOMM), Proyek Bantuan lmbal Swadaya (BIS), Proyek Pengadaan
Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan Langsung (DBL), Bantuan
Operasioanal Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). Dengan memperhatikan
sejumlah proyek itu, dapatlah kita simpulkan bahwa pemerintah telah banyak
menghabiskan anggaran dana untuk membiayai proyek itu sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Upaya pemerintah yang begitu mahal
belum menunjukkan hasil menggembirakan. Ada yang berpendapat mungkin
manajemennya yang kurang tepat dan ada pula yang mengatakan bahwa pemerintah
kurang konsisten dengan upaya yang dijalankan. Karena itu, kembali pada apa
yang kita sebut sebagai kekayaan lokal, bahwa tidak sepenuhnya apa yang dapat
dipraktikkan dengan baik di luar negeri bisa seratus persen juga berhasil di
Indonesia, semua itu membutuhkan tahapan, namun dengan kerangka yang jelas dan
tidak dibebani oleh proyek yang demi kepentingan sesaat atau golongan. Hal-hal
berikut adalah elemen dasar bagaimana kita dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
3.3 Prinsip
Manajemen Mutu
1.
Organisasi yang berfokus pada pelanggan (Customer Focus)
Organisasi tergantung pada
pelanggannya. Oleh karena itu, organisasi harus mengerti keinginan pelanggan
baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang, memenuhi permintaan
pelanggan dan bahkan berusaha keras untuk melampauinya.
2.
Kepemimpinan (Leadership)
Pemimpin
menetapkan satu tujuan dan arah organisasi. Mereka harus menciptakan dan
memelihara lingkungan internal di mana karyawan dapat terlibat secara penuh
dalam mencapai tujuan organisasi.
3.
Keterlibatan karyawan (Involvement of People)
Karyawan
pada semua tingkat adalah unsur dari suatu organisasi dan keterlibatan mereka
senantiasa memberikan sumbangsih bagi kepentingan perusahaan.
4.
Pendekatan Proses (Procces Orientation)
Suatu
hasil yang diinginkan akan dicapai secara lebih efisien jika sumber daya dan
aktivitas yang saling berkaitan diatur sebagai satu proses.
5.
Pendekatan sistem pada manajemen (System Approach to
Management)
Jika
proses-proses yang saling berkaitan dapat diidentifikasikan dan diatur sebagai
suatu sistem, maka tujuan dan sasarannya dapat dicapai dengan lebih efektif dan
efisien.
6.
Peningkatan yang berkesinambungan (Continuous Improvement)
Peningkatan
yang berkesinambungan harus menjadi suatu tujuan permanen dari organisasi.
7.
Pendekatan faktual untuk pengambilan keputusan (Factual
Approach to Decision Making)
Keputusan
efektif berasal dari data dan informasi yang dianalisis dengan baik.
8.
Hubungan pelanggan yang bermanfaat bagi kedua pihak
(Mutually Beneficial Supplier Relationship)
3.4 Konsep
Manajemen Mutu
1.
Konsep Absolut
Konsep ini memungkinkan kepala
sekolah dapat merumuskan standar maksimal, yang dalam kenyataannya sulit untuk
dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, kepala sekolah akan berpikir menjadikan
sekolah yang ia pimpin harus selalu menjadi sekolah unggulan baik dalam taraf
nasional maupun internasional.
2.
Konsep Relatif
Konsep ini mengikuti keinginan
pelanggan. Apa yang dikatan bermutu saat ini, belum tentu dapat dikatakan
bermmutu juga di masa depan. Mutu ditentukan oleh spesifikasi standar yang
telah ditetapkan dan selalu disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan dan kondisi
saat ini. Konsep mutu tergantung pada perkembangan, dengan munculnya pendekatan
ilmu pengetahuan dan teori yang di mulai dengan TQM, ISO, Balanced Score Card (BSC), dan
Six Sigma. Perkembangan teori tersebut menuntut kepala sekolah untuk lebih
kreatif agar dapat menyesuaikan dan mengaplikasikan secara tepat guna dan
berhasil.
3.
Konsep TQM (Total
Quality Management)
Dengan adanya otonommi daerah saat
ini, maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2010 tentang
penyelenggaraan pendidikan, maka konsekuensi untuk manajemen pendidikan di
Indonesia adalah menyesuaikan diri dengan pola manajemen yang sentralistik
untuk menuju pola manajamen yang desentalistik dengan nuansa otonomi dan lebih
demokratis.
4.
Manajemen pendidikan dalam era otonomi
Dalam menyesuaikan diri dari pola
manajemen pendidikan sentralistik menuju manajemen pendidikan desentralistik
diperlukan konsep pokok pemikiran dalam perubahan pengelolaan pendidikan di era
otonomi sekolah seperti berikut :
Sentralistik
|
Menuju
|
Desentralistik
|
Subordinasi
|
ke
|
Otonomi
|
Pengambilan
keputusan terpusat
|
Pengambilan
keputusan partisipatif
|
|
Ruang
gerak kaku
|
Ruang
gerak luwes
|
|
Pendekatan
birokratik
|
Pendekatan
profesional
|
|
Sentralistik
|
Desentralistik
|
|
Diatur
|
Motivasi
diri
|
|
Overregulasi
|
Deregulasi
|
|
Mengontrol
|
Mempengaruhi
|
|
Mengarahkan
|
Memfasilitasi
|
|
Menghindari
resiko
|
Mengelola
resiko
|
|
Gunakan
uang semuanya
|
Gunakan
yang se-efisien mungkin
|
|
Individu
yang cerdas
|
Teamwork yang cerdas
|
|
Informasi
terpribadi
|
Informasi
terbagi
|
|
Pendelegasian
|
Pemberdayaan
|
|
Organisasi
hirarkis
|
Organisasi
dasar
|
Dari penggambaran tabel tersebut
dapat terlihat bahwa sekolah memiliki kewenangan lebih besar dalam pengelolaan
pendidikan di sekolah dan pengambilan keputusan dapat dilakukan secara
partisipatif. Jika partisipasi dari masyarakat besar, maka sekolah mempunyai
kewenangan lebih luas dan bersifat desentralistik, dan perubahan sekolah akan
lebih didorong oleh motivasi dari diri sekolah sendiri dari pada diatur dari
luar sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah memiliki peranan besar dalam
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan melakukan pengawasan atas
pengembangan sekolah sesuai standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu
Badan Standar Naisonal Pendidikan (BSNP).
5.
Pengembangan sekolah
Pengembangan
sekolah merupakan suatu proses dalam menentukan arah tindakan yang harus
dilakukan oleh sekolah di masa depan. Pengembangan sekolah menggambarkan
kegiatan sekolah di masa depan dalam rangka menuju perubahan mutu sekolah yang
lebih baik lagi.
Untuk mwujudkan pengembangan sekolah, kepala sekolah harus
mampu menyusun visi dan misi yang menggambarkan sekolah di masa yang akan
datang. Agar dapat terlaksana maka kepala sekolah diharapkan dapat melakukan :
a.
Komunikasi yang lebih terbuka, komunikasi antar stakeholder
(kepala sekolah, guru, sisiwa, para orang tua, dan tokoh masyarakat sekitar)
meningkat dari yang sebelumnya.
b.
Pengambilan keputusan bersama, stakeholder memiliki
kewenangan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
c.
Mempertahankan kebutuhan guru, perhatian dan kemampuan
sekolah dalam memperhatikan kebutuhan guru dapat memberikan berbagai motivasi
pada guru.
d.
Memperhatikan kebutuhan peserta didik, sekolah harus
memperhatikan kebutuhan peserta didik dalam pelaksanaan kegiatannya.
e.
Keterpaduan sekolah dan masayrakat, sekolah memiliki peran
sosial dalam masyarakat.
6.
Sekolah efektif
Sekolah efektif merupakan sekolah
dengan sistem yang mencakup banyak aspek di dalamnya, baik input, proses,
output, maupun outcome serta aturan atau kebijakan dalam sekolah. Dalam
pengembangnnya, sekolah memiliki 5 komponen yang mendukung, yaitu : konteks,
input, proses, output, dan outcome.
Sekolah dikatakan efektif jika
sekolah mampu merumuskan tujuan yang akan dicapai, tetapi jika stakeholder sekolah
merasa tujuan yang dibuat kurang bermanfaat dan tidak dapat dilaksanakan
maka tujuan sekolah menjadi tidak efektif.
7.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
Manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2002) adalah model manajemen
yang memberikan otonomi yang lebih kepada sekolah dan mendukung sekolah dalam
pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan seluruh stakeholder sekolah
(kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. MPMBS
merupakan paradigma baru pengembangan pendidikan yang berorientasi pada
kebutuhan masyarakat sekitar dengan menekankan peningkatan mutu terpadu (TQM). Tujuan
MPMBS adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui otonomi
kepada sekolah dan mendukung sekolah dalam pengambilan keputusan partisipatif.
BAB IV
PENUTUP
4.1 simpulan
Sekolah merupakan
suatu organisasi yang menyelenggarakan pendidikan secara formal bagi peserta
didik. Namun sekolah bukan satu-satunya yang menyelenggarakan pendidikan,
karena masih ada institusi keluarga dan pendidikan luar sekolah, untuk dapat
mengoptimalisasi pendidikan peserta didik, maka diperukan kolaborasi, bukannya
menyerahkan penddikan peserta didik pada sekolah saja. Bagaimanapun,
pelembagaan pendidikan tidak hanya apa yang disampaikan pada institusi
pendidikan formal sejak pra sekolah sampai pada berbagai mana jenis pendidikan
tinggi.
4.2 saran
- Pemerintah seharusnya
lebih bisa mengembangkan program-program yang dapat mengembangkan manajemen
mutu didalam pendidikan.
-
pihak sekolah juga harusnya lebih mengasah atau memperbaharuiapa saja
yang ada dalam pendidikan agar siswa tidak tertinggal dalam proses belajar
ataupun praktik.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar