BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1991:232), pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu diberikan
awalan kata “me” sehinggan menjadi “mendidik” yang artinya memelihara dan
memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran,
tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak. Berikut beberapa pengertian pendidikan
menurut para ahli:
1.
John Dewey
Pendidikan adalah proses
pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual, emosional ke
arah alam dan sesama manusia.
2.
M.J. Longeveled
Pendidikan adalah usaha,
pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju
kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
3.
Thompson
Pendidikan adalah pengaruh
lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap
dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya.
4.
Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah daya
upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras
dengan alam dan masyarakatnya.
5.
Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan
secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Menurut UU No. 2 tahun
1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan
datang. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya,
masyarakat, bangsa, dan negara. Sedangkan menurut GBHN, pendidikan adalah usaha
sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. Dari beberapa pengertian pendidikan di
atas, pada dasarnya pengertian pendidikan yang dikemukakan memiliki kesamaan
yaitu usaha sadar, terencana, sistematis, berlangsung terus-menerus, dan menuju
kedewasaan.
2.2
Pengertian Manajemen Pendidikan
Secara sederhana manajemen
pendidikan adalah suatu kegiatan penanganan di bidang pendidikan dalam mencapai
tujuan-tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Berikut beberapa
pengertian manajemen pendidikan menurut para ahli:
1.
Manajemen Pendidikan menurut Syarif (1976:7) “Segala usaha bersama
untuk mendayagunakan sumber-sumber (personil maupun materiil) secara efektif
dan efisien untuk menunjang tercapainya pendidikan.
2.
Menurut Sutisna (1979:2-3) adalah: Manajemen pendidikan
adalah keseluruhan (proses) yang membuat sumber-sumber personil dan materiil
sesuai yang tersedia dan efektif bagi tercapainya tujuan-tujuan bersama. Ia
mengerjakan fungsi-fungsinya dengan jalan mempengaruhi perbuatan orang-orang.
Proses ini meliputi perencanaan, organisasi, koordinasi, pengawasan,
penyelenggaraan dan pelayanan dari segala sessuatu mengenai urusan sekolah yang
langsung berhubungan dengan pendidikan sekolah seperti kurikulum, guru, murid,
metode-metode, alat-alat pelajaran, dan bimbingan. Juga soal-soal tentang tanah
dan bangunan sekolah, perlengkapan, pembekalan, dan pembiayaan yang diperlukan
penyelenggaraan pendidikan termasuk didalamnya.
3.
Djam’an Satori, (1980: 4): manajemen pendidikan dapat
diartikan sebagai keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber
personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
4.
Made Pidarta, (1988:4): manajemen pendidikan diartikan
sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.
5.
Biro Perencanaan Depdikbud, (1993:4): manajemen pendidikan
ialah proses perencanaan, peng-organisasian, memimpin, mengendalikan tenaga
pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan,
mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur,
memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap, mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan.
Pengertian Implementasi
Implementasi atau penerapan
adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya
kebijakan tersebut.Implementasi sebelumnya sudah di rancang dan disusun sebaik mungkin
untuk suatu pencapaian yang maksimal.
2.3
Pengertian Kurikulum
A.
Pengertian Kurikulum
Pengertian
kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan dengan perkembangan teori dan
praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum maka
secara teoritis agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum
semua pendapat. Namun, pemahaman konsep dasar mengenai kurikulum ini tetaplah
penting adanya.
2.4 Beberapa Pengertian
Kurikulum
Beberapa pengertian kurikulum, antara lain:
1.
Pengertian Kurikulum Secara Etimologis
Webster’s Third
New International Dictionary menyebutkan kurikulum berasal dari kata currerre, dalam
bahasa latin Currerre yang berarti:
a.
Berlari cepa.
b.
Tergesa-gesa.
c.
Menjalani.
Currerre dikata bendakan menjadi
Curriculum yang berarti:
a.
Lari cepat, pacuan, balapan berkereta, berkuda, berkaki.
b.
Perjalanan, suatu pengalaman tanda berhenti.
c.
Lapangan perlombaan, gelanggang, jalan.
Menurut satuan pelajaran
SPG yang dibuat oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kurikulum berasal
dari bahasa Yunani yang berarti “jarak yang ditempuh”. Semula dipakai dalam
dunia olahraga. Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus
ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh
medali atau penghargaan.
2.
Pengertian Kurikulum Secara Tradisional
Pertengahan
abad ke XX pengertian kurikulum berkembang dan dipakai dalam dunia pendidikan
yang berarti “sejumlah pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa untuk kenaikan
kelas atau ijazah”. Pengertian ini termasuk juga dalam pandangan klasik, dimana
disini lebih ditekankan bahwa kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di
suatu sekolah yang mencakup pelajaran.
Pengertian
tradisional ini telah diterapkan dalam penyusunan kurikulum seperti kurikulum
SD dengan nama “Rencana Pelajaran Sekolah Rakyat” tahun 1927 sampai pada tahun
1964 yang isinya sejumlah mata pelajaran yang diberikan pada kelas I s.d. kelas
VI.
3.
Pengertian Kurikulum Secara Modern
Menurut Saylor J. Gallen
& William N. Alexander dalam bukunya “Curriculum Planning” menyatakan
Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar baik
berlangsung dikelas, dihalaman maupun diluar sekolah”.
Menurut B.
Ragan, beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum adalah semua pengalaman anak
dibawah tanggung jawab sekolah”. Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala
pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi
oleh siswa atau mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.
Dari berbagai
pengertian kurikulum diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum ditinjau dari
pandangan modern merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk
menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah
atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.
2.5
Pengertian Kurikulum dari Berbagai Para Ahli
George A. Beauchamp
(1986) mengemukakan bahwa “A Curriculum is a written document which may contain
many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during
their enrollment in given school”.
Dalam pandangan
modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau
sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh
Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum “…to be composed of
all the experiences children have under the guidance of teachers.
Untuk
mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan
bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
a.
Kurikulum sebagai suatu ide yang dihasilkan melalui
teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
b.
Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan
dari kurikulum sebagai suatu ide; yang di dalamnya memuat tentang tujuan,
bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
c.
Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan
dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek
pembelajaran.
d.
Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari
kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum
yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta
didik.
Sementara itu, Purwadi
(2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian:
a.
Kurikulum sebagai ide,
b.
Kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai
pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum,
c.
Kurikulum menurut persepsi pengajar,
d.
Kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan
oleh pengajar di kelas,
e.
Kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh
peserta didik, dan
f.
Kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam
perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Sehubungan
dengan banyaknya definisi tentang kurikulum, dalam implementasi kurikulum
kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang tercantum dalam Undang-undang No.
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang
berbunyi: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.
Peningkatan iman dan takwa,
b.
Peningkatan akhlak mulia,
c.
Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik,
d.
Keragaman potensi daerah dan lingkungan,
e.
Tuntutan pembangunan daerah dan nasional,
f.
Tuntutan dunia kerja,
g.
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni,
h.
Agama,
i.
Dinamika perkembangan global, dan
j.
Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pasal ini jelas
menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang
menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan
agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global.
Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab
permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan
dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan.
2.6
Macam-Macam Pengembangan Kurikulum
Macam-macam
prinsip ini bisa dibedakan dalam dua kategori yaitu prinsip umum dan prinsip khususu.
Prinsip umum biasanya digunakan hampir dalam seluruh pengembangan kurikulum dimanapun.
Sedangkan prinsip khusus artinya hanya berlaku ditempat tertentu dan situasi
tertentu.
A.
Prinsip Umum
Toto Ruhimat
dkk (Sukmadinata, 2000:150-151) menjelaskan bahwa terdapat lima prinsip umum
pengembangan kurikulum yaitu:”prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas,
praktis, atau efisien, dan efektivitas”.
1)
Prinsip Relevan
Prinsip relavan
artinya prinsip yang sesuai prinsip relevan ada dua jenis yaitu relevan eksternal
dan internal. Relevansi eksternal artinya bahwa kurikulum itu harus sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, pada masa kini atau masa mendatang.
Prinsip relevansi internal yaitu kesuaian antara komponen kurikulum itu
sendiri.
2)
Prinsip Fleksibel
Artinya bahwa
kurikulum itu harus lentur tidak
kaku, terutama dalam hal pelaksanaannya.
3)
Prinsip Praktis dan Efesien
Artinya
kurikulum harus bisa diterapkan dalam praktek pendidikan sesuai dengan situasi
dan kondisi tertentu. Efisien, artinya tidak mahal alias murah
4)
Prinsip Efektifitas
Maksudnya
kurikulum ini selalu berorientasi pada tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Kurikulum bisa dikatakan instrument untuk mencapai tujuan. Tugas dan tanggung
jawab pengembang kurikulum tersebut akan dipermudah jika mengikuti
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dibawah ini.
Toto Ruhimat
dkk (Oliva, 1992:30) memakai istilah axioms untuk menggambarkan berbagai
karakteristik prinsip tersebut. Dalam hal ini Oliva mengajukan sepuluh prinsip
(axioms) pengembangan kurikulum yaitu:
a)
Perubahan kurikulum adalah sesuatu yang tidak dapat
dihindarkan dan bahkan diperlukan.
b)
Kurikulum merupakan produk dari masa yang bersangkutan.
c)
Perubahan kurikulum masa lalu sering terdapat secara
bersamaan bahkan tumpang tindih dengan perubahan kurikulum yang terjadi dimasa
kini.
d)
Perubahan kurikulum akan terjadi dan berhasil sebagai akibat
dan jika ada perubahan pada orang-orang atau masyarakat.
e)
Pengembangan kurikulum adalah kegiatan kerjasama kelompok.
f)
Pengembangan kurikulum pada dasarnya proses menentukan
pilihan dari sekian alternative.
g)
Pengembangan kurikulum adalah kegiatan yang tidak akan pernah
berakhri.
h)
Pengembangan kurikulum akan berhasil jika dilakukan secara
komprehensif.
i)
Pengembangan kurikulum akan lebih efektif jika dilakukan
dengan sistematis.
j)
Pengembangan kurikulum dilakukan berangkat dari kurikulum
yang ada.
B.
Prinsip Khusus
Toto Ruhimat
dkk (Sukmadinata, 2000) menjelaskan beberapa prinsip pengembangan kurikulum
khusus, yaitu:
1)
Prinsip yang berakitan dengan tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan
mencakup tujuan yang bersifat umum jangka panjang, jangka menengah dan jangka
pendek. Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada: ketentuan dan kebijakan
pemerintah, survai mengenai persepsi orang tua, masyarakat lainya, survai
tentang pandangan para ahli dalam bidang –bidang tertentu, survai tentang
manpower, pengalaman negara-negara lain dalam masalah yang sama, dan
penelitian.
2)
Prinsip yang berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan.
Dalam penentuan
isi Pendidikan/Kurikulum, harus dipertimbangkan hal-hal berikut: penjabaran
tujuan pendidikan baik umum dan khusus, isi bahan pelajaran, urutan unit-unit
kurikulum harus logis dan sistematis.
3)
Prinsip berkaiatan dengan pemilihan proses belajar mengajar
Untuk
menentukan kegiatan dalam proses belajar, mengajar apa yang akan digunakan
hendakannya memperhatikan hal berikut: kecocokan metode mengajar, variasi
mengajar, urutan kegiatan, pencapaian tujuan, keaktifan, perkembangan, jalinan
kegiatan belajar disekolah dan dirumah, belajar yang menekan “learning by
doing” disamping “learning by seeing and knowing”.
4)
Prinsip yang berkenaan dengan penilihan media dan alat
pelajaran
Dibawah ini
beberapa prinsip yang bisa dijadikan pegangan untuk memilih dan menggunakn
media atau alat bantu pembelajaran, yaitu: alat/media, cara pembuatan, orang
dan pembiayaan serta waktu pembuatan, pengorganisasian alat dan bahan,
penggunaan multi media.
5)
Prinsip yang berkenaan dengan Evaluasi
Dalam
pengembangan kurikulum harus memperhatikan prinsip–prinsip evaluasi yaitu
objektifitas, komprehensif, kooferatif, mendidik, akuntabilitas, dan praktis.
Dalam praktiknya ada lima fase dalam pengembangan kurikulum yaitu perencanaan,
pengembangan, pengumpulan data, pengolahan data, laporan dan pemanfaatan. Dalam
penyusunan alat penilaian sebaiknya mengikuti langkah sebagai berikut:
a)
Rumuskan tujuan-tujuan pendidikan umum dalam rana kognetif,
afektif dan psikomotor.
b)
Uraikan kedalam tingkah laku murid yang dapat diamati.
c)
Hubungkan dengan bahan pelajaran.
d)
Tuliskan butir-butir tes.
Beberapa yang harus diperhatikan
dalam prinsip penilaian: norma penilaian, formula Guessing, mengubah skor
mentah kedalam skor masak, penggunaan skor standar, penggunaan hasil tes,
penyusunan laporan, dan tujuan hasil laporan.
2.7
Aplikasi Kurikulum di Sekolah
Contoh aplikasi kurikulum di sekolah adalah KBK dan KTSP.
Dibandingkan dengan KTSP, KBK masih memerlukan pemetaan dan pengklasifikasian
standar kompetensi sebelum membuat silabus. Materi mana yang termasuk
kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, ataupun menulis. Ditambah lagi
harus dengan mempertimbangkan dan mencantumkan karakteristik peserta didik,
yang mencakup perkembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapun
dalam KTSP, pemetaan dan klasifikasi standar kompetensi yang mencakup
kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis sudah tertera pada
rambu-rambu kurikulum dengan sangat jelas. Pertimbangan dan pencantuman
karakteristik peserta didik pun secara implisit tidak dicantumkan dalam silabus
tersebut. Meskipun tidak perlu mencantumkan karakteristik peserta didik, guru
tetap mempertimbangkan aspek-aspek yang dibutuhkan oleh siswa tersebut (Simpson
dalam Taksonomi Bloom, 1989).
Dalam mempersiapkan kegiatan belajar dan mengajar, guru
harus menyiapkan empat perangkat awal, yaitu: (1) program tahunan, (2) program
semester, (3) silabus, dan (4) rencana pelaksanaan pembelajaran (RRP). RRP ini
adalah pen-jabaran silabus yang didesain lebih sederhana, lengkap, dan
operasional dalam satu tatap muka (2 jam pelajaran).
Tahapan yang kedua adalah pelaksanaan kegiatan belajar dan
mengajar di kelas ataupun di luar kelas atau yang lebih dikenal dengan
pengelolaan pembelajaran. Ada dua kegiatan pokok dalam proses belajar mengajar,
yaitu: kegiatan menyampaikan materi dan kegiatan pengelolaan kelas. Pengelolaan
kelas yang efektif dan efisien akan sangat menunjang keberhasilan proses
belajar dan mengajar. Dan tahap yang ketiga adalah evaluasi. Meskipun evaluasi
juga harus dilakukan saat proses belajar dan mengajar berlangsung.
2.8
Kelebihan dan
Kekurangan Kurikulum
A.
Kelebihan Kurikulum:
1.
Tidak rumit.
2.
Perencanaan target
materi dan waktu ulangan mudah dan jelas.
3.
Nilai pengamatan
perilaku siswa jelas dan tinggal memilih A, B, C, atau D.
4.
Kompetensi dasar
yang dinilai jelas.
5.
Semua kegiatan
pembelajaran ada nilai proses.
6.
Nilai pembiasaan
dirumuskan dengan kalimat- kalimat yang jelas dan operasional.
7.
Kompetensi dasar
yang dinilai jelas.
8.
Semua kegiatan
pembelajaran ada nilai proses.
9.
Tidak ada ujian
blok, yang ada adalah pekan ulangan.
B.
Kekurangan Kurikulum:
1.
Nilai belum
mencerminkan kemampuan keterampilan berbahasa.
2.
Remedial belum
menjamin ketuntasan belajar.
3.
Rumit.
4.
Menyita waktu.
5.
Tidak semua
kompetensi dapat diuji secara tertulis.
6.
Membingungkan.
7.
Penilaian pengamatan
terbatas.
Keuntungan dan Hambatan Pelaksanaan KBK dan KTSP yang
Dirasakan oleh Guru Mata Pelajaran
Bagi tenaga pendidik yang profesional dan memiliki
keinginan untuk maju dan dinamis dalam menyikapi perkembangan teknologi dan
tuntutan masyarakat, aplikasi KBK dan KTSP dapat dijadikan sebagai pembelajaran
yang lebih menyenangkan. Hal tersebut dapat dilihat dari:
Pengembangan KBK dan KTSP cenderung menggunakan metode
kontekstual, yaitu mengaitkan materi dengan kondisi nyata di masyarakat
(belajar melalui pengalaman). Peserta didik yang memiliki kemampuan lebih dalam
kecakapan dan keterampilan tertentu dapat dipraktikkan langsung. Contoh bermain
peran menjadi penyiar TV, reporter, dan presenter. Peserta dapat belajar
sendiri di rumah karena fasilitas media tersebut tersedia di rumah atau di
sekolah. Peserta didik yang tadinya tertutup pun akhirnya mau mencoba tanpa
rasa takut. Tugas guru pun semakin mudah. Metode pembelajaran kontekstual dalam
pembelajaran bahasa Indonesia ini masih dikembangkan menjadi beberapa komponen,
misalnya kosntruktivisme, masyarakat belajar, penemuan, pemodelan, refleksi,
dan portofolio.
Kebiasaan belajar yang berupa teori-teori bahasa dan
sastra sudah mulai ditinggalkan. Pembelajaran bahasa dan sastra dikembalikan
pada hakikat bahasa sebagai sarana komunikasi. Sebelum KBK dan KTSP, pelajaran
sastra hanya berisi nama-nama sastrawan beserta karya-karyanya, aliran-aliran
sastra, dan unsur-unsur instrinsik/ ekstrinsik sastra. Akibatnya peserta didik
tidak mampu menulis cerpen, tidak mampu mendongeng, dan takut dengan puisi.
Setelah diberi kebebasan dalam kegiatan mengapresiasi sastra, ternyata siswa
mampu menulis cerpen orisional berlembar-lembar, mampu mendongeng yang dapat
menghibur teman-temannya, dan dapat menulis puisi-puisi cinta sampai beberapa
judul. Karena banyak pada penilaian kegiatan pragmatis, praktis tidak ada
peserta didik yang nilainya jelek atau kurang.
Pekerjaan guru berupa koreksi hasil kerja siswa sedikit
berkurang, karena banyak pencapaian kelulusan melalui praktik. Kegiatan guru
banyak terkonsentrasi pada persiapan pembelajaran, pembuatan format nilai,
tabel penilaian proses, remidial, dan lain-lain. Dari empat keterampilan
berbahasa, kompetensi menulis lebih banyak menyita perhatian dan konsentrasi
guru.
Pelaksanaan KBK dan KTSP cenderung lebih banyak
menggunakan media sebagai sumber bahan belajar. Sekolah yang didukung dengan
fasilitas belajar yang lebih lengkap semakin memanjakan dan memudahkan guru dan
peserta didik. Hal ini tentu sangat memudahkan guru dalam mengoptimalkan
pencapaian tujuan pembelajaran. Belajar tanpa alat/media dan belajar dengan
alat/ media, hasilnya pasti berbeda.
Tentunya masih banyak kemudahan-kemudahan yang disuguhkan
oleh KBK dan KTSP ini. Namun juga tidak menutup kemungkinan adanya beberapa
hambatan yang menjadi kendala berhasil tidaknya pelaksanaan KBK dan KTSP ini.
Hal itu dapat ditunjukkan pada:
Kebingungan para guru yang sudah merasa cocok dengan
Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, dan Kurikulum 1994. Pendidik cenderung
konservatif dan pendidik lansia cenderung tersiksa dengan KBK dan KTSP ini. Sikap
apriori terhadap kebijakan pemerintah menyangkut pemberlakuan KBK dan KTSP,
desentralisasi pendidikan, otonomi penyelenggara pendidikan, dan munculnya
permasalahan lain. Contohnya UN sebagai standar kelulusan, Ulangan Umum
Bersama, Penerimaan Siswa Baru, penyeragaman Buku Laporan Pendidikan,
“pemaksaan” pemuatan mata pelajaran tertentu di daerah yang kurang cocok dan
tidak diikuti dengan alternatif penggantinya. Ada beberapa materi yang
klasifikasi kompetensi dasarnya tumpang tindih dan kabur. Misalnya membuat
dialog dengan memperhatikan penulisan kata ganti orang. Dalam membuat dialog
tersebut ada unsur kompetensi berbicara dan menulis.
Ada beberapa istilah yang dinilai lucu dan ambigu.
Misalnya bentuk evaluasi, diganti dengan jenis tagihan, menyimak diganti
mendengarkan. Banyak guru yang belum paham betul dengan konsep KBK dan KTSP
ini, bahkan pengawas sebagai narasumber pun tidak bisa memberikan solusi
kesulitan guru. Pendapat antar pengawas yang satu dengan yang lain, guru yang
satu dengan guru yang lain, kadang versi jawabanya berbeda. Instrumen
evaluasinya pun masih sering diperdebatkan, mulai dari penulisan soal yang
benar, cara menilai, dan menuangkan dalam buku laporan pendidikan. Sumber daya
manusia yang sudah termakan usia dan kurang profesional, mahalnya pendidikan,
gaji di bawah UMR, dan kebijakan tidak populer dari yayasan penyelenggara
pendidikan. Sarana dan prasarana yang jauh dari memadahi atau peraturan sudah
diberlakukan, sarana penunjangnya belum ada/disediakan.
Permasalahan di atas merupakan hal yang wajar, mengingat
KBK apalagi KTSP dan produk-produk yang mendukung pelaksanaan kurikulum ini
umurnya belum lama. Hal yang paling penting dalam menyikapi hambatan ini adalah
adanya upaya sosialisasi KTSP yang terprogram, jelas, baku, dan sistematis. Dan
yang tidak kalah penting adalah adanya kesadaran para guru, etikat baik, dan
kemauan untuk maju supaya keberhasilan pendidikan dapat direalisasikan.
2.9
Undang-Undang
Kurikulum
Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Dengan Rahmat
Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia, menimbang:
a.
Bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
b.
Bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang
diatur dengan undang-undang.
c.
Bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan
efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu
dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan.
d.
Bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu
disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
e.
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Mengingat : Pasal 20, Pasal
21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENETAPKAN
UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.
0 komentar:
Posting Komentar